KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dalam waktu yang relatif singkat, makalah
yang berjudul “Takhlifi dan Wadh’i” terselesaikan dengan baik.
Adanya
makalah ini tentu saja melibatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan
terima kasih kepada:
1. Orang tua yang telah mendo’akan, membimbing, dan memberikan
motivasi agar kami senantiasa rajin dalam menuntut ilmu.
2. Dr. Mufidah Sagaf Aljufri, Lc.,M.A, sebagai dosen mata kuliah Ushul Fiqih yang telah memberikan
tugas dan memberikan arahan.
3. Sahabat – sahabat yang telah membantu menyelesaikan tugas
ini.
Penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun dari pembaca senantiasa diharapkan. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Mohon maaf
jika terjadi salah penulisan pada makalah ini.
Palu, 04 April 2015
Penyusun,
Kelompok VII
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR
i
DAFTAR
ISI ii
BAB
I PENDAHULUAN 1
A.
Latar
Belakang
1
B.
Rumusan
Masalah 1
C.
Tujuan 1
BAB
II PEMBAHASAN 2
A.
Pengertian 2
1.
Ilmu
Kalam 2
2.
Tasawuf
3
3.
Filsafat
5
B.
Titik
Persamaan 6
C.
Titik
Perbedaan 7
D.
Manfaat
Dari Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tasawuf 9
BAB
III PENUTUP 10
A.
Kesimpulan
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Islam terdapat hokum syara’
yang mengatur perbuatan manusia yang bersumber dari dua sumber hukum al-Qur’an
dan al-Hadits. Mayoritas ulama ushul mendefinisikan hokum yakni kalam Allah
yang menyangkut perbuatan orang dewasa dan berakal sehat, baik bersifat
imperative (tuntutan untuk melakukan sesuatu), fakultatif (kebolehan memilih
antara melakukan sesuatu atau meninggalkannya dengan posisi yang sama) atau
menempatkan sesuatu sebagai sebab, syarat, dan penghalang. Hokum syara’ menurut
ulama ushul terbagi dalam dua bagian yakni hokum takhlifi dan wadh’i yang
masing-masingnya memiliki perbedaan dalam meninjau masalah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hokum
takhlifi dan wadh’i?
2. Apa macam-macam hokum
takhlifi dan wadh’i?
3. Apa perbedaan hokum
takhlifi dan wadh’i?
C. Tujuan
Tulisan ini
bertujuan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ushul Fikih, serta untuk memberikan sedikit
pengetahuan kepada para pembaca tentang hokum takhlifi dan wadh’i.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
a.
Hukum Takhlifi
Hukum takhlifi adalah firman
Allah yang menuntut manusia untuk melakukan atau meninggalkan sesuatu atau
memilih antara berbuat dan meninggalkan.[1]
b.
Hukum Wadh’i
Hukum wadh’i adalah firman Allah SWT, yang
menuntut untuk menjadikan sesuatu sebagai sebab, syarat atau penghalang dari
sesuatu yang lain. Di dalam ilmu hokum ia disebut pertimbangan hokum.[2]
B.
Macam-macam
a.
Hukum Takhlifi
Terdapat dua golongan ulama dalam menjelaskan
bentuk-bentuk hokum takhlifi yakni ulama Ushul Fiqh dan ulama Hanafiyah.
Pertama, bentuk-bentuk hokum taklif menurut jumhur ulama Ushul fiqh/Mutakallimin.
Menurut mereka bentuk-bentuk hokum tersebut ada lima macam, yaitu ijab, nadb,
ibahah, karahan, dan tahrim.
1)
Ijab
Ijab adalah firman yang menuntut melakukan
suatu perbuatan dengan tuntutan pasti.[3]
Sedangkan Rachmat Syafe’I dalam bukunya menyebutkan bahwa ijab ialah tuntutan
syar’I yang bersifat untuk melaksanakan sesuatu dan tidak boleh ditinggalkan.
Orang yang meninggalkannya dikenai sanksi.[4]
Misalnya, firman Allah:
(#qßJÏ%r&ur no4qn=¢Á9$# (#qè?#uäur no4qx.¨9$# (#qãèx.ö$#ur yìtB tûüÏèÏ.º§9$#
‘Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'’ (QS.
Al-Baqarah [2]: 43)[5]
2)
Nadb
Nadb adalah
Kedua, bentuk-bentuk hokum taklifi menurut ulama
Hanafiyyah, seperti iftirad, ijab, nadb, ibahah, karahan tanzhiliyah, karahah
tahrimiyyah, dan tahrim.[6]
No comments:
Post a Comment