Sumberku Makalah - PENTINGNYA MENANAMKAN NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) BAGI PESERTA DIDIK - Sumberku Makalah

Sumberku Makalah

Sumberku Makalah merupakan blog milik Imron Nur Huda yang merupakan salah seorang alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu tahun 2018 yang kini telah beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu. Dimana di dalamnya berisi tentang makalah-makalah yang notabenenya merupakan tugas kuliah dari sang pemilik blog beserta teman-temannya.

Post Top Ad

Responsive Ads Here

 





Sumberku Makalah - PENTINGNYA MENANAMKAN NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) BAGI PESERTA DIDIK

Sumberku Makalah - PENTINGNYA MENANAMKAN NILAI-NILAI RELIGIUS DALAM MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS) BAGI PESERTA DIDIK

Share This


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dalam waktu yang relatif singkat, makalah yang berjudul “Pentingnya Menanamkan Nilai-nilai Religius dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bagi Peserta Didik” terselesaikan dengan baik.

Adanya makalah ini tentu saja melibatkan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada:
1.      Orang tua yang telah mendoakan, membimbing, dan memberikan motivasi agar kami senantiasa rajin dalam menuntut ilmu.
2.      Dr. H. Jethan Towakit, M.Si sebagai dosen mata kuliah Manajemen Sekolah Efektif yang telah memberikan tugas dan memberikan arahan.
3.      Sahabat-sahabat yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.

            Penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Mohon maaf  jika terjadi salah penulisan pada makalah ini.

Palu, 10 April 2017
Penyusun,


Kelompok I




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.    Latar Belakang 1
B.     Rumusan Masalah  1
C.     Landasan Teori 2
D.    Tujuan 3
BAB II PEMBAHASAN 4
A.    Pengertian dan Tujuan Penanaman Nilai-nilai Religius 4
B.     Nilai-nilai Religius dan Metode Penanamannya dalam MBS bagi Peserta Didik 6
BAB III PENUTUP 14
Kesimpulan 14
DAFTAR PUSTAKA 15



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pendidikan mempunyai fungsi untuk membentuk manusia yang bermoral dan berakhlak baik. Sehingga pendidikan dapat menghantarkan peserta didik menuju keseimbangan antara kecerdasan intelektual atau ilmu dengan kecerdasan emosional atau perilaku sejalan dengan tuntunan Islam.
Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates telah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam sekitar 1400 tahun yang lalu, Muahmmad Saw sebagai Nabi terakhir dalam ajaran Islam juga menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good character).
Keyakinan agama berfungsi untuk membangun kesadaran anak tentang adanya Tuhan dan hubungan dengan pencipta. Bagaimana anak bisa mensyukuri segala yang diciptakan Tuhan. Mengajarkan kepada anak bagaimana harus bersikap kepada orang tua, guru, dan kepada teman-teman.
Penanaman nilai-nilai religius ini, harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Oleh karena itu orang tua haruslah mempunyai pengetahuan yang cukuo untuk mendidik dan membimbing anaknya. Tetapi kebanyakan orang tua terlalu sibuk dengan urusan mereka, sehingga perhatian terhadap anak sangat kurang. mengatasi hal tersebut, sekolah-sekolah mempunyai peranan penting dalam membantu orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri dan tidak sempat mengajarkan anak tentang nilai-nilai yang ada terutama nilai religius atau nilai keagamaan. Dengan hal tersebut, maka makalah ini akan membahas secara mendalam tentang pentingnya nilai-nilai religius dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dan tujuan penanaman nilai-nilai religius?
2.      Apa saja nilai-nilai religius dan metode penanamannya dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bagi peserta didik?

C.    Landasan Teori
Istilah manajemen dan administrasi adakalanya dipertukarkan atau hanya dibedakan secara nominal. Di lingkungan pendidikan persekolahan sangat mungkin orang lebih suka menggunakan administrasi dapipada manajemen untuk membedakannya dengan organisasi bisnis dan industri.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) adalah salah satu strategi ysng ditetapkan di Indonesia sebagai standar dalam mengembangkan keunggulan pengelolan sekolah. MBS merupakan model aplikasi manajemen institusional yang mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui peluasan otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan,dan evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS), merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan kepada kemandirian dan kreativitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori efektif school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses pendidikan. Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen ini antara lain sebagai berikut : (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib, (2) sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (3) sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, (4) adanya harapan yang tinggi dari personil sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk berprestasi, (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus-menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administrative, dan pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan/ perbaikan mutu, dan (7) adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid/masyarakat[1].
Kebijakan MBS memberi peluang sekolah untuk menjadi makin unggul. Sekolah ber MBS artinya dalam menyelenggarakan manajemen pengelolaannya berorientasi pada  kepentingan sekolah. Secara mandiri sekolah menentukan visi, misi,tujuan dan segala aktivitas pelaksanaannya.
MBS juga perlu untuk melangsungkan penanaman nilai-nilai pembentukkan karakter agar terbentuklah moral, etika yang baik bagi para siswa dan gurunya. Pembentukkan karakter di MBS dilakukan terhadap guru, karyawan dan siswa. ini semua dapat dilihat dengan adanya perubahan dan perbedaan yang jelas ketika memasuki lingkungan sekolah. Bagi seorang guru yang ada di MBS segala sesuatu merupakan ibadah yang di niatkan untuk mendapat Ridho Allah. Bahkan dari cara berpakaian pun mereka semua sangat perlu dilakukan. Secara lebih global, penanaman nilai religius ini juga menjadi mutu tersendiri bagi MBS, mutu tersebut bertuliskan membina iman, ilmu dan akhlak. Sehingga dapat dikatakan bahwa penanaman nilai religius dalam pembentukkan karakter diperuntukkan bagi seluruh penghuni MBS, baik di dalam maupun bagi tenaga kerja yang berada di luar.
MBS secara sederhana dapat didefiniskan sebagai desentralisasi kewenangan perbuatan keputusan pada tingkat Sekolah. Pembuatan keputusan ini merupakan inti dari keseluruhan proses dan substansi tugas manajemen sekolah[2]. Di Amerika Serikat, MBS merupakan sebuah strategi baru yang paling popular muncul sebagai gerakan reformasi sekolah pada tahun 1980-an.

D.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dan tujuan penanaman nilai-nilai religius.
2.      Untuk mengetahui nilai-nilai religius dan metode penanamannya dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bagi peserta didik.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian dan Tujuan Penanaman Nilai-nilai Religius
Nilai religius merupakan konsep mengenai penghargaan tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah laku keagamaan warga masyarakat yang bersangkutan. Makna religiusitas lebih luas (universal) daripada agama, karena agama terbatas pada ajaran-ajaran atau aturan-aturan, berarti ia mengacu pada agama (ajaran) tertentu. Untuk itu dalam pembahasan tentang nilai-nilai religius yang lebih mengkhususkan pada ajaran agama tertentu, digunakan acuan salah satu ajaran agama tertentu pula.
Penanaman menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau menanamkan Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Nilai dalam pandangan Zakiyah Daradjat  adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun perilaku.
Nilai adalah tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Raths, Harmin dan Simon sebagaimana dikutip oleh Kamrani buseri, mengatakan bahwa nilai merupakan hasil proses pengalaman, yang mana seseorang mempunyai rasa kekaguman, pilihan sendiri, dan mengintegrasikan pilihannya ke dalam pola kehidupannya sehingga nilai akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya.
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, budaya yang dapat menunjang kesatuan bangsa yang harus kita lestarikan. Nilai tidak terletak pada barang atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya jadi barang mengandung nilai, karena subjek yang tahu dan menghargai nilai itu.
Penanaman nilai-nilai religius adalah meletakkan dasar-dasar keimanan, kepribadian, budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah yang sesuai kemampuan anak sehingga menjadi motivasi bagi anak untuk bertingkah laku[3].
Penanaman nilai-nilai religius yang penulis maksud di sini adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar dengan kesadaran tanpa paksaan.
Sedangkan tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Suatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus sampai pada tujuan akhir.
Begitu pula dengan penanaman nilai-nilai religius juga harus mempunyai tujuan yang merupakan suatu faktor yang harus ada dalam setiap aktivitas. Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, penghayatan, dan pengamalan peserta tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlakul mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari tujuan tersebut di atas dapat ditarik beberapa dimensi yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan penanaman nilai-nilai religius, yaitu:
a.       Dimensi keimanan peserta didik terhadap ajaran agama.
b.      Dimensi pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama.
c.       Dimensi penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran agama.
d.      Dimensi pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau diinternalisasikan oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Secara khusus tujuan penanaman nilai-nilai agama Islam pada anak usia dini adalah sebagai berikut:
a.       Meletakkan dasar keimanan.
b.      Meletakkan dasar-dasar kepribadian/budi pekerti yang terpuji.
c.       Meletakkan kebiasaan beribadah sesuai dengan kemampuan anak.
Memperhatikan tujuan khusus penanaman nilai-nilai agama pada anak, guru melihat dan mempertimbangkan aspek usia, aspek fisik, dan aspek psikis anak Karena pada usia 4-6 tahun aspek fisik dan psikis anak taman kanak-kanak terlihat seiring dengan perkembangan usia anak.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasannya tujuan penanaman nilai-nilai religius yaitu memberikan bekal bagi anak berupa ajaran-ajaran agama sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan harapan potensi yang dimilikinya dapat berkembang dan terbina dengan sempurna sehingga kelak anak akan memilki kualitas fondasi agama  yang kokoh.

B.     Nilai-nilai Religius dan Metode Penanamannya dalam MBS bagi Peserta Didik

Adapun yang termasuk nilai-nilai religius yang harus ditanamkan kepada peserta didik yakni:
a.       Nilai Keimanan
Pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan, rukun Islam dan dasar-dasar syariat semenjak anak sudah mengerti dan memahami. Yang dimaksud dengan dasar-dasar keimanan adalah segala sesuatu yang ditetapkan melalui pemberitaan yang benar akan hakikat keimanan dan perkara ghaib seperti iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab,semua Rasul dan pertanyaan dua malaikat, azab kubur, kebangkitan, hisab, surga dan neraka.
Sedangkan yang dimaksud dengan rukun Islam adalah semua peribadatan anggota dan harta, seperti shalat, puasa, zakat, haji bagi yang melaksanakan. Adapun maksud dari dasar-dasar syariat adalah setiap perkara yang bisa mengantarkan kepada jalan Allah, ajaran-ajaran Islam baik akidah, akhlak, hukum, aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan.
b.      Nilai Ibadah
Pendidikan ibadah bagi anak-anak lebih baik apabila diberikan lebih mendalam karena materi pendidikan ibadah secara menyeluruh termaktub dalam fiqh Islam. Fiqih Islam tidak hanya membicarakan tentang hukum dan tata cara shalat saja melainkan juga membahas tentang pengamalan dan pola pembiasaan seperti zakat, puasa, haji, tata cara ekonomi Islam, hukum waris, munakahat, tata hukum pidana dan lain segbagainya.
Tata peribadatan diatas hendaknya diperkenalkan sedini mungkin dan sedikitnya dibiasakan dalam diri anak. Hal ini dilakukan agar kelak mereka tumbuh menjadi insan yang benar-benar taqwa, yakni insan yang taat melaksanakan segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangannya. Ibadah sebagai realisasi dari akidah Islamiah harus tetap terpancar dan teramalkan dengan baik oleh setiap anak.
Bentuk  pengamalan ibadah yang diajarkan untuk anak-anak misalnya ditandai dengan hafal bacaan-bacaan shalat, gerakan-gerakan shalat yang benar, kemudian juga tertanam dalam jiwa anak sikap menghargai dan menikmati bahwasannya shalat merupakan kebutuhan rohani bukan semata-mata hanya menggugurkan kewajiban saja melainkan juga termasuk dari kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim.
c.       Nilai Akhlak
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.
Menurut Al-Ghazali, akhlak adalah keadaan jiwa yang mantap dan bisa melahirkan tindakan yang mudah, tanpa membutuhkan pemikiran dan perenungan. Ibn Maskawih juga sependapat dengan Al-Ghazali bahwasannya akhlak atau moral merupakan suatu sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa berfikir dan pertimbangan. Sedangkan menurut Hamzah Yaqub dalam bukunya mengungkapkan bahwa, akhlak adalah perangai, tabiat, budi pekerti atau tingkah laku manusia yang sudah merupakan suatu kebiasaan sehingga tidak memerlukan lagi pemikiran untuk menyatakannya. Ditinjau dari segi rangkaian pemikiran, istilah akhlak mencakup dua segi kehidupan manusia yakni segi vertikal dan segi horizontal.
Dari beberapa pendapat mengenai akhlak di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwasannya akhlak merupakan sesuatu perbuatan yang spontan atau refleks, tanpa pemikiran dan juga pertimbangan serta dorongan dari luar,yang bertujuan untuk  beribadah baik hubungannya dengan Allah ataupun hubungannya dengan manusia.
Untuk mencapai tujuan dari penanaman nilai-nilai religius yang telah ditentukan, seorang guru dituntut agar cermat memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan materi pelajaran pada peserta didik, metode tersebut yakni:
a.       Menurut Abdullah Nashih Ulwan
Metode yang dapat digunakan dalam proses pendidikan ada lima yaitu :
1.      Metode Keteladanan;
2.      Metode Pembiasaan;
3.      Metode Nasehat;
4.      Metode Perhatian/pengawasan;
5.      Metode Hukuman.
b.      Menurut Ahmad Tafsir
1.      Memberikan contoh;
2.      Membiasakan tentunya dengan hal yang baik;
3.      Menegakkan disipin;
4.      Memberikan motivasi atau dorongan;
5.      Memberikan hadiah terutama psikologis;
6.      Menghukum;
7.      Menciptakan suasana yang berpengaruh bagi pertumbuhan positif.

c.       Menurut Muhamad Rosyid Dimas
1.      Keteladanan;
2.      Memotivasi kebajikan dan wanti-wanti keburukan;
3.      Nasehat;
4.      Latih,latih dan latih;
5.      Mendidik dengan kasus.
d.      Menurut Abdurrahman An-Nahlawi yang dikutip oleh Khoiron Rosyadi yaitu :
1.      Metode Hiwar (percakapan) qur’ani dan nabawi;
2.      Mendidik dengan kisah-kisah qur’ani dan nabawi;
3.      Metode amtsal (perumpamaan) qur’ani dan nabawi;
4.      Mendidik dengan keteladanan;                 
5.      Membiasakan diri dan pengalaman;
6.      Mendidik dengan mengambil ibrah/pelajaran;
7.      Mau’izhah/peringatan;
8.      Mendidik dengan targhib/membuat senang atau takut..
e.       Menurut Obit Sabiti Hidayat dalam bukunya yang berjudul “metode pengembangan moral dan nilai-nilai agama”, metode yang digunakan antara lain :
1.      Metode bermain peran;
2.      Karya wisata;
3.      Bercakap-cakap;
4.      Demonstrasi;
5.      Pendekatan Proyek;
6.      Bercerita;
7.      Pemberian tugas;                                                    
8.      Keteladanan;
9.      Bernyanyi.
Dari pemaparan  beberapa metode diatas, metode yang digunakan sangat banyak, namun hanya beberapa saja yang dibahas dalam makalah ini yaitu[4]:
a.       Metode Keteladanan
Dalam kamus besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keteladanan”dasar katanya teladan yaitu perbuatan atau barang yang dapat ditiru dan dicontoh.
Keteladanan dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan sosialnya. Hal ini dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh yang baik di mata mereka. Anak akan meniru baik akhlaknya, perkataannya, perbuatannya dan  akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Oleh karena itu metode keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik dan buruknya kepribadian anak.
Dalam mendidik anak tanpa adanya keteladanan, pendidikan apapun tidak berguna bagi anak dan nasihat apapun tidak berpengaruh untuknya. Mudah bagi pendidik untuk memberikan satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk mengikutinya ketika ia melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikkan apa yang diajarkan.
Memberikan keteladanan (contoh) merupakan salah satu cara terpenting dalam mendidik anak. Apabila anak telah kehilangan suri tauladannya, maka anak akan merasa kehilangan segala sesuatunya. Memberikan teladan yang baik merupakan metode yang paling membekas pada anak didik. Sehingga diharapkan dengan  metode ini anak akan memilki akhlak yang mulia, misalkan saja bersikap ramah dan sopan tehadap orang tua ataupun yang lebih tua darinya, berbuat baik kepada temannya, jujur dan juga mau minta maaf bila berbuat salah.


b.      Metode Pembiasaan
Pembiasaan adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk mebiasakan anak didik berfikir, bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap melalui proses pembelajaran yang berilang-ulang.
Pembiasaan sangat efektif untuk diterapkan pada masa usia dini, karena memiliki rekaman atau ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang sehingga mereka mudah  terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.
Pembiasaan ini dilakukan dengan jalan memberikan penjelasan-penjelasan seperlunya makna gerakan-gerakan, perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan dengan memperhatikan taraf kematangan anak. Di dalam pembelajaran anak usia dini di taman kanak-kanakperanan pembiasaan sangat dibutuhkan. Apalagi dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam pada anak, hendaknya semakin banyak diberikan latihan-latihan pembiasaan nilai keagamaan karena anak di usia ini masih suka meniru kegitan-kegiatan yang dilakukan orang yang disekelilingnya baik perbuatan berupa kegiatan ibadah yang dilakukan oleh orang disekitarnya. Diharapkan dengan metode pembiasaan, maka anak akan berproses secara langsung dengan lingkungan dan pendidikan yang diajarkan.
Oleh karena itu sebagai awal pendidikan metode pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam ke dalam jiwa anak.
c.       Metode Nasehat
Merupakan metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak, akhlak, mental dan sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat memiliki pengaruh yang besar untuk membuat anak mengerti tentang hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang prinsip-prinsip Islam.
Metode pendidikan dengan nasehat adalah memberikan nasehat atau petuah yang baik kepada anak sehingga anak meniru dan melaksanakan apa yang dilakukan oleh pendidik dan orang tua.
Metode nasehat akan berjalan baik pada seseorang jika seseorang yang menasehati juga melaksanakan apa yang dinasehatkan yaitu dibarengi dengan teladan atau uswah. Bila tersedia teladan yang baik maka nasehat akan berpengaruh terhadap jiwanya dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani.
Fungsi metode nasehat adalah untuk menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena tidak semua orang bias menangkap nilai kebaikan dan keburukan. Untuk itu diperlukan suatu pengarahan.Oleh karena itu, anak memerlukan nasehat, nasehat yang lembut, halus, tetapi berbekas, yang bisa membuat anak menjadi baik dan tetap berakhlak mulia.
d.      Metode Perhatian/Pengawasan
Maksud dari pendidikan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam membentuk akidah, akhlak, mental, social dan juga terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik dan intelektualnya.
Metode ini merupakan salah satu asas yang kuat dalam membentuk muslim yang hakiki sebagai dasar untuk membangun fondasi Islam yang kokoh.
e.       Metode Hukuman
Metode hukuman merupakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mendidik anak apabila penggunaan metode-metode yang lain tidak mampu membuat anak berubah menjadi lebih baik.  Dalam menghukum anak, tidak hanya menggunakan pukulan saja, akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang bersifat mendidik.
Adapun metode hukuman yang dapat dipakai dalam menghukum anak adalah:
1)      Lemah lembut dan kasih sayang;
2)      Menjaga tabi’at yang salah dalam menggunakan hukuman;
3)      Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling berat.
Apabila hukuman yang diberikan kepada anak dengan menggunakan cara-cara diatas, niscaya anak-anak tidak akan merasa tersakiti dengan hukuman tersebut. Jadi metode hukuman adalah metode terakhir yang digunakan dalam mendidik. Begitu mulianya Islam karena mendahulukan nasehat dan teladan barulah hukuman.
























BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1.      Penanaman nilai-nilai religius yang penulis maksud di sini adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar dengan kesadaran tanpa paksaan. Sedangkan tujuannya yakni: (a) menguatkan keimanan peserta didik terhadap ajaran agama; (b) menguatkan pemahaman atau penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama; (c) menguatkan penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran agama; (d) menguatkan pengalamannya, dalam arti bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami, dan dihayati atau diinternalisasikan oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2.      Adapun yang termasuk nilai-nilai religius yang harus ditanamkan kepada peserta didik yakni: (a) nilai keimanan; (b) nilai ibadah; (c) nilai akhlak. Ada banyak metode yang dapat dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai religius bagi peserta didik, diantaranya: (a) Metode Keteladanan; (b) Metode Pembiasaan; (c) Metode nasehat; (d) Metode Perhatian/Pengawasan; dan  (e) Metode Hukuman.







DAFTAR PUSTAKA

Buchory, Mustangin, Penanaman Nilai-nilai Agama Islam, Blog Mustangin Buchory, http://mustanginbuchory89.blogspot.co.id/2015/06/penanaman-nilai-nilai-agama-islam.html, (08 Aptil 2017)
Danim, Sudarwan, Visi Baru Manajemen dari Unit Birokrasi ke Lembaga, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Jejak Pendidikann.com, Pengertian dan Macam-macam Nilai, http://www.jejakpendidikan.com/2016/11/pengertian-dan-macam-macam-nilai.html, (05 April 2017)
Khairuddin W, H. Irwan Nasution, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah, Ciputat Press Grup: Quantum Teaching, 2006,



[1] Khairuddin W, H. Irwan Nasution, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah,(Ciputat Press Grup: Quantum Teaching, 2006), Cet ke I, h, 31
[2] Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen dari Unit Birokrasi ke Lembaga, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008) h. 34
[3] Jejak Pendidikann.com, Pengertian dan Macam-macam Nilai, http://www.jejakpendidikan.com/2016/11/pengertian-dan-macam-macam-nilai.html, (05 April 2017)

[4] Mustangin Buchory, Penanaman Nilai-nilai Agama Islam, Blog Mustangin Buchory, http://mustanginbuchory89.blogspot.co.id/2015/06/penanaman-nilai-nilai-agama-islam.html, (08 Aptil 2017)



No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here