Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, dalam waktu yang
relatif singkat, makalah yang berjudul “Pentingnya Menanamkan Nilai-nilai
Religius dalam Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) bagi Peserta Didik”
terselesaikan dengan baik.
Adanya makalah ini tentu saja melibatkan bantuan dari
berbagai pihak. Untuk itu, kami ucapkan terima kasih kepada:
1.
Orang tua yang telah mendoakan, membimbing, dan memberikan
motivasi agar kami senantiasa rajin dalam menuntut ilmu.
2.
Dr. H. Jethan Towakit, M.Si sebagai dosen mata kuliah Manajemen
Sekolah Efektif yang telah memberikan tugas dan memberikan arahan.
3.
Sahabat-sahabat yang telah membantu menyelesaikan tugas ini.
Penulisan
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun dari pembaca senantiasa diharapkan. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Mohon maaf jika terjadi salah penulisan pada makalah ini.
Palu, 10 April 2017
Penyusun,
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR
ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
A.
Latar Belakang
1
B.
Rumusan
Masalah
1
C.
Landasan Teori
2
D.
Tujuan
3
BAB II PEMBAHASAN
4
A.
Pengertian dan
Tujuan Penanaman Nilai-nilai Religius
4
B.
Nilai-nilai
Religius dan Metode Penanamannya dalam MBS bagi Peserta Didik
6
BAB III PENUTUP
14
Kesimpulan
14
DAFTAR
PUSTAKA
15
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan mempunyai fungsi untuk
membentuk manusia yang bermoral dan berakhlak baik. Sehingga pendidikan dapat
menghantarkan peserta didik menuju keseimbangan antara kecerdasan intelektual
atau ilmu dengan kecerdasan emosional atau perilaku sejalan dengan tuntunan
Islam.
Sejak 2500 tahun yang lalu, Socrates
telah berkata bahwa tujuan paling mendasar dari pendidikan adalah untuk membuat
seseorang menjadi good and smart. Dalam sejarah Islam sekitar 1400 tahun
yang lalu, Muahmmad Saw sebagai Nabi terakhir dalam ajaran Islam juga
menegaskan bahwa misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk
menyempurnakan akhlak dan mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good
character).
Keyakinan agama berfungsi untuk
membangun kesadaran anak tentang adanya Tuhan dan hubungan dengan pencipta.
Bagaimana anak bisa mensyukuri segala yang diciptakan Tuhan. Mengajarkan kepada
anak bagaimana harus bersikap kepada orang tua, guru, dan kepada teman-teman.
Penanaman nilai-nilai religius ini,
harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak. Oleh karena itu orang tua haruslah
mempunyai pengetahuan yang cukuo untuk mendidik dan membimbing anaknya. Tetapi
kebanyakan orang tua terlalu sibuk dengan urusan mereka, sehingga perhatian
terhadap anak sangat kurang. mengatasi hal tersebut, sekolah-sekolah mempunyai
peranan penting dalam membantu orang tua yang sibuk dengan pekerjaannya sendiri
dan tidak sempat mengajarkan anak tentang nilai-nilai yang ada terutama nilai
religius atau nilai keagamaan. Dengan hal tersebut, maka makalah ini akan
membahas secara mendalam tentang pentingnya nilai-nilai religius dalam
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS).
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dan tujuan penanaman nilai-nilai religius?
2.
Apa saja
nilai-nilai religius dan metode penanamannya dalam Manajemen Berbasis Sekolah
(MBS) bagi peserta didik?
C.
Landasan Teori
Istilah manajemen dan administrasi
adakalanya dipertukarkan atau hanya dibedakan secara nominal. Di lingkungan
pendidikan persekolahan sangat mungkin orang lebih suka menggunakan
administrasi dapipada manajemen untuk membedakannya dengan organisasi bisnis
dan industri.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
adalah salah satu strategi ysng ditetapkan di Indonesia sebagai standar dalam
mengembangkan keunggulan pengelolan sekolah. MBS merupakan model aplikasi manajemen
institusional yang mengintegrasikan seluruh sumber internal dan eksternal
dengan lebih menekankan pada pentingnya menetapkan kebijakan melalui peluasan
otonomi sekolah. Sasarannya adalah mengarahkan perencanaan, pelaksanaan,dan
evaluasi kebijakan dalam rangka mencapai tujuan.
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS),
merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreativitas sekolah. Konsep ini diperkenalkan oleh teori
efektif school yang lebih memfokuskan diri pada perbaikan proses
pendidikan. Beberapa indikator yang menunjukkan karakter dari konsep manajemen
ini antara lain sebagai berikut : (1) lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
(2) sekolah memiliki misi dan target mutu yang ingin dicapai, (3) sekolah
memiliki kepemimpinan yang kuat, (4) adanya harapan yang tinggi dari personil
sekolah (kepala sekolah, guru, dan staf lainnya termasuk siswa) untuk
berprestasi, (5) adanya pengembangan staf sekolah yang terus menerus sesuai
tuntutan IPTEK, (6) adanya pelaksanaan evaluasi yang terus-menerus terhadap
berbagai aspek akademik dan administrative, dan pemanfaatan hasilnya untuk
penyempurnaan/ perbaikan mutu, dan (7) adanya komunikasi dan dukungan intensif
dari orang tua murid/masyarakat[1].
Kebijakan MBS memberi peluang
sekolah untuk menjadi makin unggul. Sekolah ber MBS artinya dalam
menyelenggarakan manajemen pengelolaannya berorientasi pada kepentingan sekolah. Secara mandiri sekolah
menentukan visi, misi,tujuan dan segala aktivitas pelaksanaannya.
MBS juga perlu untuk melangsungkan
penanaman nilai-nilai pembentukkan karakter agar terbentuklah moral, etika yang
baik bagi para siswa dan gurunya. Pembentukkan karakter di MBS dilakukan terhadap
guru, karyawan dan siswa. ini semua dapat dilihat dengan adanya perubahan dan
perbedaan yang jelas ketika memasuki lingkungan sekolah. Bagi seorang guru yang
ada di MBS segala sesuatu merupakan ibadah yang di niatkan untuk mendapat Ridho
Allah. Bahkan dari cara berpakaian pun mereka semua sangat perlu dilakukan.
Secara lebih global, penanaman nilai religius ini juga menjadi mutu tersendiri
bagi MBS, mutu tersebut bertuliskan membina iman, ilmu dan akhlak. Sehingga
dapat dikatakan bahwa penanaman nilai religius dalam pembentukkan karakter
diperuntukkan bagi seluruh penghuni MBS, baik di dalam maupun bagi tenaga kerja
yang berada di luar.
MBS
secara sederhana dapat didefiniskan sebagai desentralisasi kewenangan perbuatan
keputusan pada tingkat Sekolah. Pembuatan keputusan ini merupakan inti dari
keseluruhan proses dan substansi tugas manajemen sekolah[2].
Di Amerika Serikat, MBS merupakan sebuah strategi baru yang paling popular
muncul sebagai gerakan reformasi sekolah pada tahun 1980-an.
D.
Tujuan
1.
Untuk
mengetahui pengertian dan tujuan penanaman nilai-nilai religius.
2.
Untuk
mengetahui nilai-nilai religius dan metode penanamannya dalam Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS) bagi peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian dan
Tujuan Penanaman Nilai-nilai Religius
Nilai religius merupakan konsep mengenai penghargaan
tinggi yang diberikan oleh warga masyarakat kepada beberapa masalah pokok dalam
kehidupan keagamaan yang bersifat suci sehingga dijadikan pedoman bagi tingkah
laku keagamaan warga masyarakat yang bersangkutan. Makna religiusitas lebih
luas (universal) daripada agama, karena agama terbatas pada ajaran-ajaran atau
aturan-aturan, berarti ia mengacu pada agama (ajaran) tertentu. Untuk itu dalam
pembahasan tentang nilai-nilai religius yang lebih mengkhususkan pada ajaran
agama tertentu, digunakan acuan salah satu ajaran agama tertentu pula.
Penanaman menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia artinya proses, cara, perbuatan menanam, menanami atau
menanamkan Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna
bagi kemanusiaan. Nilai dalam pandangan Zakiyah Daradjat adalah suatu perangkat keyakinan ataupun
perasaan yang diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang
khusus kepada pola pemikiran, perasaan, keterikatan, maupun perilaku.
Nilai adalah tolak ukur
tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupan. Menurut Raths,
Harmin dan Simon sebagaimana dikutip oleh Kamrani buseri, mengatakan bahwa
nilai merupakan hasil proses pengalaman, yang mana seseorang mempunyai rasa
kekaguman, pilihan sendiri, dan mengintegrasikan pilihannya ke dalam pola
kehidupannya sehingga nilai akan tumbuh dan berkembang dalam kehidupannya.
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal)
yang penting atau berguna bagi kemanusiaan, budaya yang dapat menunjang
kesatuan bangsa yang harus kita lestarikan. Nilai tidak terletak pada barang
atau peristiwa, tetapi manusia memasukkan nilai kedalamnya jadi barang
mengandung nilai, karena subjek yang tahu dan menghargai nilai itu.
Penanaman nilai-nilai religius adalah meletakkan dasar-dasar
keimanan, kepribadian, budi pekerti yang terpuji dan kebiasaan ibadah yang
sesuai kemampuan anak sehingga menjadi motivasi bagi anak untuk bertingkah laku[3].
Penanaman nilai-nilai religius yang penulis maksud di sini
adalah suatu tindakan atau cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga
berupa nilai keimanan, ibadah dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT
dengan tujuan agar anak mampu mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan
sehari-hari dengan baik dan benar dengan kesadaran tanpa paksaan.
Sedangkan tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang
akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Suatu kegiatan akan berakhir,
bila tujuannya sudah tercapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan
berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus
sampai pada tujuan akhir.
Begitu pula dengan penanaman nilai-nilai religius juga harus
mempunyai tujuan yang merupakan suatu faktor yang harus ada dalam setiap aktivitas.
Secara umum pendidikan agama Islam bertujuan untuk meningkatkan keimanan, penghayatan,
dan pengamalan peserta tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim
yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta berakhlakul mulia dalam
kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Dari tujuan tersebut di atas dapat ditarik beberapa dimensi
yang hendak ditingkatkan dan dituju oleh kegiatan penanaman nilai-nilai
religius, yaitu:
a. Dimensi keimanan peserta didik
terhadap ajaran agama.
b. Dimensi pemahaman atau penalaran
(intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama.
c. Dimensi penghayatan atau pengalaman
batin yang dirasakan peserta didik dalam menjalankan ajaran agama.
d. Dimensi pengalamannya, dalam arti
bagaimana ajaran Islam yang telah diimani, dipahami dan dihayati atau
diinternalisasikan oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam
peserta didik untuk menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
Secara khusus tujuan penanaman nilai-nilai agama Islam pada
anak usia dini adalah sebagai berikut:
a. Meletakkan dasar keimanan.
b. Meletakkan dasar-dasar
kepribadian/budi pekerti yang terpuji.
c. Meletakkan kebiasaan beribadah
sesuai dengan kemampuan anak.
Memperhatikan tujuan khusus penanaman nilai-nilai agama pada
anak, guru melihat dan mempertimbangkan aspek usia, aspek fisik, dan aspek
psikis anak Karena pada usia 4-6 tahun aspek fisik dan psikis anak taman
kanak-kanak terlihat seiring dengan perkembangan usia anak.
Dari pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwasannya tujuan
penanaman nilai-nilai religius yaitu memberikan bekal bagi anak berupa ajaran-ajaran
agama sebagai pedoman dalam hidupnya. Dengan harapan potensi yang dimilikinya
dapat berkembang dan terbina dengan sempurna sehingga kelak anak akan memilki
kualitas fondasi agama yang kokoh.
B.
Nilai-nilai
Religius dan Metode Penanamannya dalam MBS bagi Peserta Didik
Adapun
yang termasuk nilai-nilai religius yang harus ditanamkan kepada peserta didik
yakni:
a.
Nilai Keimanan
Pendidikan iman adalah mengikat anak dengan dasar-dasar keimanan,
rukun Islam dan dasar-dasar syariat semenjak anak sudah mengerti dan memahami.
Yang dimaksud dengan dasar-dasar keimanan adalah segala sesuatu yang ditetapkan
melalui pemberitaan yang benar akan hakikat keimanan dan perkara ghaib seperti
iman kepada Allah, malaikat, kitab-kitab,semua Rasul dan pertanyaan dua malaikat,
azab kubur, kebangkitan, hisab, surga dan neraka.
Sedangkan yang dimaksud dengan rukun Islam adalah semua peribadatan
anggota dan harta, seperti shalat, puasa, zakat, haji bagi yang melaksanakan.
Adapun maksud dari dasar-dasar syariat adalah setiap perkara yang bisa
mengantarkan kepada jalan Allah, ajaran-ajaran Islam baik akidah, akhlak,
hukum, aturan-aturan dan ketetapan-ketetapan.
b.
Nilai Ibadah
Pendidikan ibadah bagi anak-anak lebih baik apabila diberikan lebih
mendalam karena materi pendidikan ibadah secara menyeluruh termaktub dalam fiqh
Islam. Fiqih Islam tidak hanya membicarakan tentang hukum dan tata cara shalat
saja melainkan juga membahas tentang pengamalan dan pola pembiasaan seperti
zakat, puasa, haji, tata cara ekonomi Islam, hukum waris, munakahat, tata hukum
pidana dan lain segbagainya.
Tata peribadatan diatas hendaknya diperkenalkan sedini mungkin dan
sedikitnya dibiasakan dalam diri anak. Hal ini dilakukan agar kelak mereka
tumbuh menjadi insan yang benar-benar taqwa, yakni insan yang taat melaksanakan
segala perintah agama dan taat pula dalam menjauhi segala larangannya. Ibadah
sebagai realisasi dari akidah Islamiah harus tetap terpancar dan teramalkan
dengan baik oleh setiap anak.
Bentuk pengamalan ibadah
yang diajarkan untuk anak-anak misalnya ditandai dengan hafal bacaan-bacaan
shalat, gerakan-gerakan shalat yang benar, kemudian juga tertanam dalam jiwa
anak sikap menghargai dan menikmati bahwasannya shalat merupakan kebutuhan
rohani bukan semata-mata hanya menggugurkan kewajiban saja melainkan juga
termasuk dari kewajiban yang harus dilakukan oleh setiap muslim.
c.
Nilai Akhlak
Secara etimologis (lughatan) akhlaq (Bahasa Arab) adalah bentuk
jamak dari khuluq yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat.
Menurut Al-Ghazali, akhlak adalah keadaan jiwa yang mantap dan bisa
melahirkan tindakan yang mudah, tanpa membutuhkan pemikiran dan perenungan. Ibn
Maskawih juga sependapat dengan Al-Ghazali bahwasannya akhlak atau moral
merupakan suatu sikap mental yang mengandung daya dorong untuk berbuat tanpa
berfikir dan pertimbangan. Sedangkan menurut Hamzah Yaqub dalam bukunya
mengungkapkan bahwa, akhlak adalah perangai, tabiat, budi pekerti atau tingkah
laku manusia yang sudah merupakan suatu kebiasaan sehingga tidak memerlukan lagi
pemikiran untuk menyatakannya. Ditinjau dari segi rangkaian pemikiran, istilah
akhlak mencakup dua segi kehidupan manusia yakni segi vertikal dan segi
horizontal.
Dari beberapa pendapat mengenai akhlak di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwasannya akhlak merupakan sesuatu perbuatan yang spontan atau
refleks, tanpa pemikiran dan juga pertimbangan serta dorongan dari luar,yang
bertujuan untuk beribadah baik
hubungannya dengan Allah ataupun hubungannya dengan manusia.
Untuk mencapai tujuan dari penanaman
nilai-nilai religius yang telah ditentukan, seorang guru dituntut agar cermat
memilih dan menetapkan metode apa yang tepat digunakan untuk menyampaikan
materi pelajaran pada peserta didik, metode tersebut
yakni:
a.
Menurut Abdullah Nashih Ulwan
Metode yang dapat
digunakan dalam proses pendidikan ada lima yaitu :
1.
Metode Keteladanan;
2.
Metode Pembiasaan;
3.
Metode Nasehat;
4.
Metode Perhatian/pengawasan;
5.
Metode Hukuman.
b.
Menurut Ahmad Tafsir
1.
Memberikan contoh;
2.
Membiasakan tentunya dengan hal yang baik;
3.
Menegakkan disipin;
4.
Memberikan motivasi atau dorongan;
5.
Memberikan hadiah terutama psikologis;
6.
Menghukum;
7.
Menciptakan suasana yang berpengaruh bagi
pertumbuhan positif.
c.
Menurut Muhamad Rosyid Dimas
1.
Keteladanan;
2.
Memotivasi kebajikan dan wanti-wanti keburukan;
3.
Nasehat;
4.
Latih,latih dan latih;
5.
Mendidik dengan kasus.
d.
Menurut Abdurrahman An-Nahlawi yang dikutip
oleh Khoiron Rosyadi yaitu :
1.
Metode Hiwar (percakapan) qur’ani dan
nabawi;
2.
Mendidik dengan kisah-kisah qur’ani dan nabawi;
3.
Metode amtsal (perumpamaan) qur’ani dan
nabawi;
4.
Mendidik dengan keteladanan;
5.
Membiasakan diri dan pengalaman;
6.
Mendidik dengan mengambil ibrah/pelajaran;
7.
Mau’izhah/peringatan;
8.
Mendidik dengan targhib/membuat senang atau takut..
e.
Menurut Obit Sabiti Hidayat dalam bukunya yang
berjudul “metode pengembangan moral dan nilai-nilai agama”, metode yang
digunakan antara lain :
1.
Metode bermain peran;
2.
Karya wisata;
3.
Bercakap-cakap;
4.
Demonstrasi;
5.
Pendekatan Proyek;
6.
Bercerita;
7.
Pemberian tugas;
8.
Keteladanan;
9.
Bernyanyi.
Dari pemaparan beberapa metode diatas,
metode yang digunakan sangat banyak, namun hanya beberapa saja yang dibahas
dalam makalah ini yaitu[4]:
a.
Metode Keteladanan
Dalam kamus
besar bahasa Indonesia disebutkan bahwa “Keteladanan”dasar katanya teladan
yaitu perbuatan atau barang yang dapat ditiru dan dicontoh.
Keteladanan
dalam pendidikan adalah cara yang paling efektif dan berhasil dalam
mempersiapkan anak dari segi akhlak, membentuk mental dan sosialnya. Hal ini
dikarenakan pendidik adalah panutan atau idola dalam pandangan anak dan contoh
yang baik di mata mereka. Anak akan meniru baik akhlaknya, perkataannya,
perbuatannya dan akan senantiasa tertanam dalam diri anak. Oleh karena itu
metode keteladanan menjadi faktor penting dalam menentukan baik dan buruknya
kepribadian anak.
Dalam mendidik
anak tanpa adanya keteladanan, pendidikan apapun tidak berguna bagi anak dan
nasihat apapun tidak berpengaruh untuknya. Mudah bagi pendidik untuk memberikan
satu pelajaran kepada anak, namun sangat sulit bagi anak untuk mengikutinya
ketika ia melihat orang yang memberikan pelajaran tersebut tidak mempraktikkan
apa yang diajarkan.
Memberikan
keteladanan (contoh) merupakan salah satu cara terpenting dalam mendidik anak.
Apabila anak telah kehilangan suri tauladannya, maka anak akan merasa
kehilangan segala sesuatunya. Memberikan teladan yang baik merupakan metode
yang paling membekas pada anak didik. Sehingga diharapkan dengan metode
ini anak akan memilki akhlak yang mulia, misalkan saja bersikap ramah dan sopan
tehadap orang tua ataupun yang lebih tua darinya, berbuat baik kepada temannya,
jujur dan juga mau minta maaf bila berbuat salah.
b.
Metode Pembiasaan
Pembiasaan
adalah sebuah cara yang dapat dilakukan untuk mebiasakan anak didik berfikir,
bersikap, dan bertindak sesuai dengan tuntunan ajaran agama Islam. Pembiasaan
merupakan proses pembentukan sikap dan perilaku yang relative menetap melalui
proses pembelajaran yang berilang-ulang.
Pembiasaan
sangat efektif untuk diterapkan pada masa usia dini, karena memiliki rekaman
atau ingatan yang kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang sehingga
mereka mudah terlarut dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan
sehari-hari.
Pembiasaan ini
dilakukan dengan jalan memberikan penjelasan-penjelasan seperlunya makna
gerakan-gerakan, perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan dengan memperhatikan
taraf kematangan anak. Di dalam pembelajaran anak usia dini di taman
kanak-kanakperanan pembiasaan sangat dibutuhkan. Apalagi dalam menanamkan
nilai-nilai agama Islam pada anak, hendaknya semakin banyak diberikan
latihan-latihan pembiasaan nilai keagamaan karena anak di usia ini masih suka
meniru kegitan-kegiatan yang dilakukan orang yang disekelilingnya baik perbuatan
berupa kegiatan ibadah yang dilakukan oleh orang disekitarnya. Diharapkan
dengan metode pembiasaan, maka anak akan berproses secara langsung dengan
lingkungan dan pendidikan yang diajarkan.
Oleh karena itu
sebagai awal pendidikan metode pembiasaan merupakan cara yang sangat efektif
dalam menanamkan nilai-nilai agama Islam ke dalam jiwa anak.
c.
Metode Nasehat
Merupakan
metode yang efektif dalam membentuk keimanan anak, akhlak, mental dan
sosialnya, hal ini dikarenakan nasihat memiliki pengaruh yang besar untuk
membuat anak mengerti tentang hakikat sesuatu dan memberinya kesadaran tentang
prinsip-prinsip Islam.
Metode
pendidikan dengan nasehat adalah memberikan nasehat atau petuah yang baik
kepada anak sehingga anak meniru dan melaksanakan apa yang dilakukan oleh
pendidik dan orang tua.
Metode nasehat
akan berjalan baik pada seseorang jika seseorang yang menasehati juga
melaksanakan apa yang dinasehatkan yaitu dibarengi dengan teladan atau uswah.
Bila tersedia teladan yang baik maka nasehat akan berpengaruh terhadap jiwanya
dan akan menjadi suatu yang sangat besar manfaatnya dalam pendidikan rohani.
Fungsi metode
nasehat adalah untuk menunjukkan kebaikan dan keburukan, karena tidak semua
orang bias menangkap nilai kebaikan dan keburukan. Untuk itu diperlukan suatu
pengarahan.Oleh karena itu, anak memerlukan nasehat, nasehat yang lembut,
halus, tetapi berbekas, yang bisa membuat anak menjadi baik dan tetap berakhlak
mulia.
d.
Metode Perhatian/Pengawasan
Maksud dari
pendidikan perhatian adalah senantiasa mencurahkan perhatian penuh dan
mengikuti perkembangan anak dan mengawasinya dalam membentuk akidah, akhlak,
mental, social dan juga terus mengecek keadaannya dalam pendidikan fisik dan
intelektualnya.
Metode ini
merupakan salah satu asas yang kuat dalam membentuk muslim yang hakiki sebagai
dasar untuk membangun fondasi Islam yang kokoh.
e.
Metode Hukuman
Metode hukuman
merupakan suatu cara yang dapat digunakan oleh guru dalam mendidik anak apabila
penggunaan metode-metode yang lain tidak mampu membuat anak berubah menjadi
lebih baik. Dalam menghukum anak, tidak hanya menggunakan pukulan saja,
akan tetapi bisa menggunakan sesuatu yang bersifat mendidik.
Adapun metode
hukuman yang dapat dipakai dalam menghukum anak adalah:
1)
Lemah lembut dan kasih sayang;
2)
Menjaga tabi’at yang salah dalam menggunakan
hukuman;
3)
Dalam upaya pembenahan, hendaknya dilakukan
secara bertahap dari yang paling ringan hingga yang paling berat.
Apabila hukuman
yang diberikan kepada anak dengan menggunakan cara-cara diatas, niscaya
anak-anak tidak akan merasa tersakiti dengan hukuman tersebut. Jadi metode
hukuman adalah metode terakhir yang digunakan dalam mendidik. Begitu mulianya
Islam karena mendahulukan nasehat dan teladan barulah hukuman.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
Kesimpulan
1.
Penanaman
nilai-nilai religius yang penulis maksud di sini adalah suatu tindakan atau
cara untuk menanamkan pengetahuan yang berharga berupa nilai keimanan, ibadah
dan akhlak yang belandaskan pada wahyu Allah SWT dengan tujuan agar anak mampu
mengamalkan pengetahuannya dalam kehidupan sehari-hari dengan baik dan benar
dengan kesadaran tanpa paksaan. Sedangkan tujuannya yakni: (a) menguatkan
keimanan peserta didik terhadap ajaran agama; (b) menguatkan pemahaman atau
penalaran (intelektual) serta keilmuan peserta didik terhadap ajaran agama; (c)
menguatkan penghayatan atau pengalaman batin yang dirasakan peserta didik dalam
menjalankan ajaran agama; (d) menguatkan pengalamannya, dalam arti bagaimana
ajaran Islam yang telah diimani, dipahami, dan dihayati atau diinternalisasikan
oleh peserta didik itu mampu menumbuhkan motivasi dalam peserta didik untuk
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT.
2.
Adapun yang
termasuk nilai-nilai religius yang harus ditanamkan kepada peserta didik yakni:
(a) nilai keimanan; (b) nilai ibadah; (c) nilai akhlak. Ada banyak metode yang
dapat dilakukan dalam menanamkan nilai-nilai religius bagi peserta didik,
diantaranya: (a) Metode
Keteladanan; (b) Metode Pembiasaan; (c) Metode nasehat; (d) Metode
Perhatian/Pengawasan; dan (e) Metode
Hukuman.
DAFTAR PUSTAKA
Buchory, Mustangin, Penanaman Nilai-nilai Agama Islam, Blog
Mustangin Buchory,
http://mustanginbuchory89.blogspot.co.id/2015/06/penanaman-nilai-nilai-agama-islam.html,
(08 Aptil 2017)
Danim, Sudarwan, Visi Baru Manajemen dari Unit Birokrasi ke
Lembaga, Jakarta: Bumi Aksara, 2008
Jejak Pendidikann.com, Pengertian dan Macam-macam Nilai,
http://www.jejakpendidikan.com/2016/11/pengertian-dan-macam-macam-nilai.html,
(05 April 2017)
Khairuddin W, H. Irwan Nasution, Manajemen Pendidikan Berbasis
Sekolah, Ciputat Press Grup: Quantum Teaching, 2006,
[1] Khairuddin W,
H. Irwan Nasution, Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah,(Ciputat Press Grup:
Quantum Teaching, 2006), Cet ke I, h, 31
[2] Sudarwan
Danim, Visi Baru Manajemen dari Unit Birokrasi ke Lembaga, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2008) h. 34
[3]
Jejak Pendidikann.com, Pengertian dan Macam-macam Nilai,
http://www.jejakpendidikan.com/2016/11/pengertian-dan-macam-macam-nilai.html,
(05 April 2017)
No comments:
Post a Comment