Sumberku Makalah - EKSISTENSI SASTRA ARAB JAHILI (TELAAH KARAKTERISTIK ASPEK INTRINSIK DAN EKSTRINSIK) - Sumberku Makalah

logo

Sumberku Makalah merupakan blog milik Imron Nur Huda yang merupakan salah seorang alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu tahun 2018 yang kini telah beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu. Dimana di dalamnya berisi tentang makalah-makalah yang notabenenya merupakan tugas kuliah dari sang pemilik blog beserta teman-temannya.

Post Top Ad

 


BANNER+WEB+2



demo-image
logobaru

Sumberku Makalah - EKSISTENSI SASTRA ARAB JAHILI (TELAAH KARAKTERISTIK ASPEK INTRINSIK DAN EKSTRINSIK)

Share This
Responsive Ads Here

EKSISTENSI SASTRA ARAB JAHILI
(TELAAH KARAKTERISTIK ASPEK INTRINSIK DAN EKSTRINSIK)



Ø  KELOMPOK II :
o   UDIN
o   MUHAMMAD
o   ABD. TAKWIN
o   MUH. DANI
o   RAMLI
FAKULTAS: TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN: MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM (MPI) 1



INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALU
TAHUN 2015

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………….........
DAFTAR ISI……………………………………………………………………......
BAB I : PENDAHULUAN………………………………………………………..
A.    Latar Belakang Masalah…………………………………………………….
B.     Identifikasi dan Rumusan Masalah…………………………………………
C.     Tujuan Penelitian……………………………………………………………
D.    Manfaat Penelitian………………………………………………………….
E.     Kajian Pustaka……………………………………………………………...
F.      Metode Penelitian………………………………………………………….
G.    Sistematika Penulisan………………………………………………………
BAB II : KAJIAN TEORITIK SEPUTAR SASTRA………………………….
A.    Pengertian Sastra……………………………………………………………
B.     Macam-macam Sastra………………………………………………………
1.      Sastra Kreatif…………………………………………………………..
2.      Sastra Deskriptif……………………………………………………….
C.     Unsur-unsur Sastra…………………………………………………………
1.      Perasaan………………………………………………………………..
2.      Imajinasi……………………………………………………………….
3.      Gagasan……………………………………………………………….
4.      Bentuk…………………………………………………………………
D.    Fungsi Sastra………………………………………………………………
E.     Tema Sastra………………………………………………………………..
BAB III : POTRET SASTRA ARAB JAHILI………………………………...
A.    Prosa……………………………………………………………………….
a.       Pengertian Prosa……………………………………………………….
b.      Jenis-jenis prosa……………………………………………………….
1.      Al-Hikmah…………………………………………………………
2.      Al-Amtsal………………………………………………………….
3.      Al-Khathabah……………………………………………………...
4.      Al-Washiyah……………………………………………………….
5.      Saj’u al-Kuhhan…………………………………………………...
B.     Syair……………………………………………………………………….
a.       Pengertian Syair……………………………………………………….
b.      Perkembangan Syair…………………………………………………..
c.       Tujuan Syair……………………………………………………………
d.      Kedudukan Syair dan Penyair………………………………………...
e.       Macam-macam Syair………………………………………………….
1.      Syair Cerita………………………………………………………..
2.      Syair Lirik…………………………………………………………
3.      Syair Drama……………………………………………………….
C.     Riwayat dan Kodifikasi Sastra……………………………………………
A.    Keadaan Geografis………………………………………………………...
B.     Budaya dan Ideologi………………………………………………………
C.     Integritas Kabilah: Sebuah Peta Politik……………………………………
D.    Situasi Perekonomian……………………………………………………...
BAB V : TELAAH KARAKTERISTIK ASPEK INTRINSIK DAN EKSTRINSIK SASTRA ARAB JAHILI……………………..
A.    Aspek Intrinsik Sastra Arab Jahili………………………………………..
1.      Perasaan (‘athifah)……………………………………………………
2.      Imajinasi (khayal)…………………………………………………….
3.      Gagasan (fikrah)………………………………………………………
4.      Bentuk (shurah)………………………………………………………
B.     Aspek Ekstrinsik Sastra Arab Jahili………………………………………
1.      Faktor Geografis……………………………………………………...
2.      Faktor Budaya………………………………………………………..
3.      Faktor Ideologi……………………………………………………….
4.      Faktor Politik…………………………………………………………
5.      Faktor Ekonomi………………………………………………………
BAB VI : PENUTUP…………………………………………………………...
A.    Kesimpulan……………………………………………………………….
B.     Saran-saran………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..
BIOGRAFI PENULIS………………………………………………………….
 BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Berbicara masalah sastra selalu terkait dengan kajian teks, walaupun diantara  ada perbedaan yang sangat mendasar. Sebagai penanda utama bahwa suatu teks dapat dikategorikan kepada teks yang bernilai sastra, apabila teks tersebut mengandung nilai estetik. Patokan estetik inilah yang seringkali dijadikan dasar penilaian pada sebuah teks sastra. Bahkan beberapa ahli sastra beranggapan, bahwa suatu teks sastra dianggap berbobot atau tidak, itu ditentukan oleh nilai estetik yang dikandungnya.[1]
Usaha untuk mengerti, memahami, dan menilai teks sastra tidak hanya bergantung pada teori sastra saja, tetapi persoalan-persoalan yang terdapat diluar teks seperti persoalan politik, social, agama, dan sebagainya seringkali mewarnai dasar bengunan karya sastra yang diciptakan. Dengan kata lain, dapat disebutkan bahwa teks-teks sastra sebenarnya merupakan karya yang amat kompleks. Karena pada dasarnya karya sastra merupakan refleksi kehidupan manusia dengan berbagai macam dimensi yang ada,[2] bahkan sastra memiliki fungsi psikologi karena mengabadikan pengalaman hidup yang langsung.[3] Sebagaimana dikatakan Husein al-Hajj Hasan, sastra merupakan potret kehidupan manusia mengenai fenomena ideology dan tradisinya, makan kecenderungan dan keinginannya, ungkapan cita-cita dan luapan emosinya, serta realitas kepribadiannya (etika).[4]
Secara sosioogis sastra merupakan refleksi lingkugnan budaya dan merupakan satu teks dialektika antara pengarang dan situasi social yang membentuknya atau merupakan penjelasan suatu sejarah dialektik yang dikembangkan dalam karya sastra. Sehubungan dengan ini, dalam kaitannya dengan syair jahili sering dikatakan bahwa syair merupakan antologi kehidupan masyarakat arab jahiliyah.[5] Artinya bahwa semua yang berkembang pada masa tersebut, tercatat, dna terekam dalam sebuah karya sastra (syair).
Masyarakat Arab jahiliyah dikenal memiliki sifat keras, gigih, tidak mudah dipimpin, dan lebih mengutamakan kekuatan fisik dalam menghadapi kenyataan. Sikap permusuhan antara kabilah sudah mendarah daging dalam merebut lahan hidup dan kekuasaan. Kibiasaan ini berlangsung secara turun temurun, dan berlanjut dari generasi ke generasi hanya demi mempertahankan hidupnya. Namun dibalik watak, perangai, dan perilaku keras itu memiliki jiwa seni yang sangat halus dalam bidang sastra, terutama dalam bentuk gubahan syair.[6]
Kondisi alam padang pasir yang ganas, tidak mengenal kesulitan dan kepahitan hidup, serta penderitaan yang mereka alami, marupakan sumber cipta sastra yang tiada habisnya. Mereka banyak menghabiskan malam dalam pengembaraan, pindah dari satu wadi ke wadi yang lain (nomad). Gaya hidup ini sangat representative bagi mereka untuk menggambarkan fenomena kehidupan yang kemudian dituangkan bentuk syair. Dan setiap kabilah akan merasa bangga apabila lahir atau muncul seorang penyair. Sebab pada masa itu syair mempunyai pengaruh yang kuat, dan dengan syair itu pula mereka dapat menjaga serta mempertahankan kewibawaan kabilahnya.[7]
Dengan tradisi Arab jahiliyah disebutkan, “apabila dikalangan muncul seorang penyair, maka berdatanglah kabilah-kabilah lain untuk mengucapkan selamat kepadanya. Mereka membuat makanan dan menghadirkan wanita-wanita sambil meniup seruling. Hal ini mereka lakukan sebagaimana mereka merayakan pesta perkawinan. Laki-laki dan perempuan berbaur menjadi satu untuk merayakannya. Kelahiran seorang penyair merupakan kehormatan bagi mereka. Seorang penyair merupakan pahlawan bagi keluarganya dan pembela bagi bangsanya. Mereka sangat bangga jika mendapatkan tiga kelahiran. Pertama, kelahiran seorang bayi laki-laki, kedua, kelahiran seorang penyair, dan ketiga, kelahiran seekor kuda”.[8]
Kalangan penyair bukanlah satu-satunya komunitas yang amat peduli kepada pendidikan syair. Secara umum anggota masyarakat (kabilah) juga memiliki kepedulian yang sama. Untaian kata-kata dalam syair bagi masyarakat Arab bukanlah semata-mata bunyi yang disuarakan lisan tanpa makna (absurd), melainkan sarana yang ampuh (sakral) untuk membakar semangat, menarik perhatian, dan meredam emosi yang bergejolak ditengah kehidupan masyarakat. Bias dipahami kalau kalau masrakat meyakini para penyair memiliki  pengetahuan  magis[9] yang terekspresikan dalam syair, dan keberadaan syair sangat diperhatikan dan dipatuhi substansinya karena iya merupakan realitas kehidupan kabilah. Nampaknya inilah alasan yang diyakini masyarakat ketika mereka mempatkan para penyair pada posisinya yang terhormat.[10] Mereka menjadi simbol kejayaan suatu kabilah dan penyambung lidah yang mampu melukiskan kebaikan dan kemenangan kabilah, sebagaimana mereka mampu mendeskripsikan kejelekan dan kekalahan perang yang diderita kabilah lain. Itulah diantara sebab, mengapa syair pada periode jahili didominasi oleh madah  (ujian/ode) dan hija’ (ejekan/satire).[11]
Syair-syair Arab jahili banyak juga yang dipergunakan untuk tujuan tasybib/ghaza (syair cinta), hamasah (syair semangat), fakhr (syair kebanggaan),[12] madah (syair pujian), ritsa’ (syair ratapan), hija’ (syair ejekan), i’tidzar (syair permohonan maaf) dan washf (syair deskripsi).[13]
Seperti dilihat diatas, tampaknya genre sastra yang paling laku pada masa jahiliyah adalah puisi (syi’r). hal ini bukan berarti tidak ada genre prosa (natsr). Pada masa itu ada beberapa jenis prosa yang cukup terkenal, diantaranya adalah khathabah (pidato), hikmah (kata-kata hikamah), matsal (pribahasa), washiyah (wasiat), dan suj’u al-kuhhan (mantra para dukun).[14]
Seorang pemikir islam, dan juga seorang sastrawan, adalah Thaha Husein dengan sejumlah argument untuk membangun teorinya memulai pendekatan sosiologis/ekstrinsik merasa keberatan (“menolak”) akan keberadaan sastra Arab jahili. Dari hasil penelitiannya ia mengajukan tiga tesis yang amat tajam. Tesis pertama, sebagian besar dari apa yang disebut syair Arab jahili bukan lahir pada masa jahiliyah, melainkan diciptakan pada zaman Islam.[15] Tesis kedua, adanya kesenjangan antara gaya intelektual yang ada pada sastra (syair) jahili dan kondisi intelektual masyarakat Arab jahiliyah.[16] Tesis ketiga, keberadaan syair lebih awal dari pada prosa, karena prosa membutuhkan bahasa rasional yang amat perlu pada keterampilan dan kepandaian menulis. Dan dimaklumi, bahwa pada saat itu masyarakat jahiliyah adalah masyarakat ummi (tidak bisa membaca dan menulis).[17]
Munculnya statemen diatas, membuat kalangan ulama konservatif Mesir marah, ia harus dikeluarkan dari lingkungan akademik Universitas al-Azhar, dam bahkan ia dituduh “kafir”. Baik dalam bentuk buku maupun tulisan lepas, kritik arus balik bermunculan guna mengkritisi pikiran-pikiran dan teori-teori yang dibangun Thaha Husein. Mereka khawatir metode kritik yang transformasi “Barat” itu akan menggugurkan dasar-dasar struktural tradisional penafsiran al-Qur’an dan pengajaran sastra Arab.
Dalam realitas perjalanan sejarah, sesungguhnya keberadaan sastra Arab jahili merupakan bagian dari periodesasi kesusastraan Arab klasik. Sebagaiman dikatakan Carl Brockelmann, kesusastraan Arab klasik (dari permulaan munculnya sastra Arab sampai jatuhnya Banu Umayyah) terdiri dari tiga masa, yaitu masa jahiliyah, masa shadr al-Islam (masa Rasul dan khulafa’ al-rasyidin), dan masa Bani Umayyah.[18] Dari masing-masing masa ini, karya sastra memiliki cirri khas dan karakteristik tersendiri, baik yang terkait dengan aspek intrinsic maupun aspek ekstrinsik. Hal ini disebabkan karena kelahiran sastra merupakan manifestasi atau refleksi dari kehidupan sosial dengan berbagai macam dimensi yang mengitarinya. Dan tentunya kelahiran sastra Arab jahili juga bisa dilepas dari fenomena kehidupan beserta faktor-faktor yang berkembang pada saat itu. Sehingga wajar kalau karya sastra jahili mempunyai karakteristik yang berbeda dengan karya sastra lainnya.
Deskripsi diatas betujuan untuk memperoleh sebuah gambaran, sekaligus untuk lebih memfokuskan permasalahan dalam penelitian ini. Karena itu, penulis secara spesifik melakukan kajian atau telaah karakteristik sastra Arab jahili, baik dari aspek intrinsiknya maupun aspek ekstrinsiknya.




B.     Identifikasi dan Rumusan Masalah
Penelitian ini mengacu pada identifikasi masalah sebagai berikut; pertama, bagaimanakah karakteristik unsure-unsur sastra Arab jahili dari aspek perasaan (‘athifah), imajinasi (khayal), gagasan (fikrah), dan bentuk (shurah)? Kedua, bagaiamanakah faktor kondisi lingkungan/geografis, budaya, ideologi, politik, dan ekonomi yang ikut melatarbelakangi penciptaan sastra tersebut?
Dari sekian banyak masalah sebagaimana tersebut diatas, dapat ditarik dua permasalahan pokok, yaitu bagaimana karakteristik aspek intrinsik sastra Arab jahili dan aspek ekstrinsik yang ikut mewarnainya?
C.    Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengkaji kebudayaan Arab, khususnya dibidang sastra jahili. Yaitu usaha pengungkapan secara holistik terhadap karakteristik unsur-unsur sastra Arab jahili beserta faktor-faktor yang ikut mempengaruhi penciptaan sastra tersebut.
D.    Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan kontribusi yang berharga. Diantaranya untuk:
1.      Pelestarian kebudayaan dan apresiasi seni karya sastra.
2.      Pembinaan ke arah perkembangan ilmu dan teori sastra Arab.
3.      Menambah khazanah kesusastraan Arab yang berbahasa Indonesia, khususnya sastra Arab jahili.
4.      Mendapatkan gambaran yang utuh tentang karakteristik aspek intrinsik dan ekstrinsik sastra Arab jahili.
E.     Kajian Pustaka
Telaah sastra merupakan kajian secara mendalam terhadap teks karya sastra dari berbagai unsur yang membentuknya. Unsur-unsur tersebut bisa meliputi unsur intrinsik maupun ekstrinsiknya. Dari telaah tersebut tujuan utamanya adalah untuk mengetahui sejauh mana kualitas masing-masing unsur pembentuknya, apakah kekurangannya, kelebihannya, dan keistimewaannya dibanding karya sastra yang lain.
 Beberapa karya ilmiah yang dihasilkan sejumlah pakar/sastrawan mengenai sastra Arab (jahili), misalnya Tarikh al-Adab al-‘Arabi. Karya Carl Brockelman, Fi  Tarikh al-Adab al-‘Arabi (al-Ashr al-Jahili) Jilid I, karya Syauqi Dhaif, dan Sejarah Kesusastraan Arab, karya Yunus Ali dan Bey Arifin lebih banyak membahas sastra Arab dari aspek sejarah, atau deskripsi secara universal yang bersifat kronologis.
Berbeda dengan karya ‘Abd al-Aziz bin Muhammad al-Faishal, al-Adab al-‘Arabi Wa Tarikhuhu, dan karya Ahmad al-Iskandari dan Musthafa ‘Inani, al-Wasith Fi al-Adab al-‘Arabi Wa Tarikhihi. Walaupun kajiannya bersifat historis, tetapi dalam karya tersebut dibicarakan karakteristik sastra Arab, termasuk didalamnya sastra Arab jahili secara persial (tidak utuh). Karya ‘Abd al-‘Aziz memfokuskan kajian kesusastraan Arab periode klasik yang mencakup masa jahiliyah, masa permulaan Islam, dan masa Bani Umayyah. Juga dipaparkan pada bagian pertama beberapa faktor yang mempengaruhi karya sastra, kemudian diikuti dengan kajian bidang sastra, tujuan syair, dan biografi para sastrawan beserta karya sastranya. Sedangkan karya Ahmad al-Iskandari dan Musthafa ‘Inani memaparkan perkembangan sastra Arab mulai dari periode klasik yang mencakup zaman jahiliyah, zaman permulaan Islam, dan zaman Bani Umayyah, sampai periode pertengahan dan modern yang mencakup zaman Bani ’Abbas, zaman kemunduran, zaman kebangkitan, dan zaman modern.
Adapun karya sastra yang membahas karakteristik aspek intrinsik dan ekstrinsik sastra Arab jahili adalah Adab al-‘Arab Fi ‘Ashr al-Jahiliyah, karya Husein al-Hajj Hasan, al-Syi’r al-Jahili, karya Muhammad ‘Abd al-Mun’im Khafaji, al-Ushul al-Fanniyah Li al-Syi’r al-Jahili, karya Sa’ad Isma’il Syalebi, dan Fi al-Adab al-Jahili, karya Thaha Husein. Husein al-Hajj Hasan dalam kajiannya yang menyangkut aspek intrinsik hanya menelaah seputar gaya bahasa (stylistika), gagasan, dan imajinasi. Ada satu aspek yang tidak dibicarakan dan itu termasuk bagian yang tidak bisa dipisahkan dari hakekat sebuah karya sastra, yaitu aspek ‘athifah (emosi/perasaan). Begitu juga dengan karya Muhammad ‘Abd al-Mun‘im Khalafaji dan karya Sa’ad Isma’il Syalabi, mereka tidak membicarakan aspek emosi. Tetapi dalam karyanya, Khalafaji lebih memfokuskan pada kajian bidang sastra yang meliputi syair dan prosa, sedangkan Syalahabi banyak memaparkan biografi sastrawan beserta analisis karya sastranya. Adapun yang menyangkut aspek ekstrinsik, Husein al-Hajj Hasan hanya memberikan gambaran umum tentang lingkungan (bi’ah) dan kondisi geografis yang berpengaruh terhadap karya sastra. Sedangkan tulisan Thaha Husein lebih banyak menyoroti aspek ekstrinsik, yaitu dengan pendekatan sosiologis. Pendekatan ini mempersoalkan hubungan karya sastra dengan situasi sosial, ideologi, ekonomi, politik, dan tradisi yang sudah mengakar. Melalui pendekatan ini, ia berkesimpulan “menolak” keberadaan sastra Arab jahili.
Sedangkan penelitian dalam rangka penulisan skripsi, tesis, dan disertai yang menelaah dan mengkaji karakteristik sastra Arab jahili secara komprehensip dan utuh, baik dari aspek intrinsiknya maupun aspek ekstrinsiknya sampai saat ini penulis belum menemukannya.
Berdasarkan tinjauan terhadap beberapa kajian diatas, dapat dapat dinyatakan bahwa topic pembahasan yang akan diangkat dalam penlitian ini “Eksistensi Sastra Arab Jahili: (Telaah Karakteristik Aspek Intrinsik dan Ekstrinsik)” belum pernah dibahas sebelumnya, dan untuk itu dirasa perlu sebagai sumbangan intelektual dalam bidang karya sastra.
F.     Metode Penelitian
1.      Pendekatan dan jenis penelitian
Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan sosiologis (ekstrinsik). Pendekatan ini dimaksudkan untuk melihat faktor-faktor yang ikut melatarbelakangi munculnya karya sastra.[19] Adapun yang terkait dengan sastra itu sendiri pendekatan yang dipergunakan adalah pendekatan analitis. Pendekatan ini berusaha untuk memahami gagasan, cara pengarang menampilkan gagasan atau mengimajinasi ide-ide nya, sikap pengarang dalam menampilkan gagasannya, serta memahami elemen intrinsik dan mekanisme hubungan dari setiap elemen intrinsik itu sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk (gaya bahasa) maupun totalitas maknanya.[20] Penerapan pendekatan ini pada dasarnya dapat membantu penulis dalam upaya mengenal atau memahami unsur-unsur intrinsik sastr yang secara actual telah berada dalam suatu cipta sastra. Selain itu, juga dapat memberikan pemahaman bagaimana fungsi setiap elemen atau unsur cipta sastra itu dalam rangka membangun keseluruhannya.
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan (library reseach). Hal ini didasarkan pada pada pertimbangan bahwa metode kualitatif lebih fleksible untuk dipergunakan dalam penelitian yang bersifat sosial[21] atau budaya, termasuk didalamnya masalah bahasa.
2.      Sumber dan Metode Analisi Data
2.1. Sumber Data
Strategi pemilihan sumber data dapat dijadikan rujuk pokok dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer ini meliputi karya-karya sastra yang secara spesifik membahas karakteristik sastra Arab jahili, baik dari aspek intrinsiknya maupun aspek ekstrinsiknya. Sedangkan sumber data sekunder terdiri atas tulisan para ilmuan pengaji sastra, maupun para peneliti yang memberikan komentar dan analisis yang akurat terhadap keberadaan sastra Arab jahili.
2.2. Metode Analisis Data
Sebagaimana telah dikemukakan di atas jenis penelitian ini adalah kualitatif, yaitu dengan melakukan studi kepustakaan (library reseach). Maka langkah awal adalah pengumpulan data-data atau informasi yang diambil dari berbagai sumber bacaan yang berkaitan dengan sastra Arab jahili, baik yang membahas keberadaan atau karakteristik mengenai sastra arab itu sendiri, maupun yang membahas faktor-faktor yang berada diluar karya sastra. Dan selanjutnya penulis akan melakukan penelitian atau analisis secara krisis, yaitu memberikan interpretasi terhadap sejumlah data yang ada dengan menggunakan pendekatan tersebut diatas. Telaah atau analisis ini diarahkan kepada usaha untuk memberikan jawaban atas permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan.



G.    Sistematika Penulisan
Sitematika penulisan ini terdiri dari beberapa bab dan sub bab, diantaranya:
Bab pertama: pendahuluan, meliputi pembahasan latar belakang masalah, identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua: kajian teori seputar sastra, kajian ini membahas pengertian sastra, unsur-unsur sastra, fungsi sastra, dan tema sastra.
Bab ketiga: potret sastra Arab jahili, bab ini mendeskripsikan; a). Prosa, meliputi pengertian prosa, jenis-jenis prosa, diantaranya al-hikmah, al-amtsal, al-khathabah, al-washiyah, dan saj’u al-kuhhan. b). Syair, meliputi pengertian syair, perkembangan syair, tujuan syair, kedudukan syair dan penyair, dan macam-macam syair, c). Riwayat dan kodifikasi sastra.
Bab keempat: kondisi masyarakat jahiliyah, bab ini menggambarkan keadaan geografis, budaya dan ideology, integritas kabilah: sebuah peta politik, dan situasi perekonomian.
Bab kelima: telaah karakteristik, meliputi; a). Aspek intrinsik sastra Arab jahili daintaranya perasaan (‘athifah), imajinasi (khayal), gagasan (fikrah), dan bentuk (shurah). b). Aspek ekstrinsik sastra Arab jahili diantaranya faktor geografis, budaya, ideologi, politik, dan ekonomi.
Bab keenam: penutup, berisi kesimpulan dan saran-saran


[1]Sebagaimana yang dikemukakan oleh Rene Wellek dan Austin Warren, cara lain untuk sastra” saja, tanpa memperhatikan apa pokok pembicaraannya, asal menarik perhatian karena bentuk sastranya atau karena ekspresinya. Jadi, ukuranya hanya bernilai estetik saja atau nilai estetika dengan kombinasi nilai-nilai intelek lain. Zainudin Fananie, Telaah Sastra, (Surakarta: Mahamadiyah University Press, 2001), cet. Ke-2, h. 3. Ada beberapa nilai yang harus dimiliki oleh sebuah ciptasastra (karya sastra). Nilai-nilai itu adalah, nilai estetika, nilai moral, dan nilai yang bersifat konsepsional. Ketiga nilai tersebut tidak dapat dipisahkan. Sesuatu yang estetis adalah sesuatu yang dimiliki nilai-nilai moral, ia bukan hanya semacam sopan santun atau etika belaka. Ia adalah nilai yang berpangkal juga nilai tentang kemanusiaan. Demikian juga nilai yang bersifat konsepsional, dasarnya adalah juga nilai tentang keindahan yang sekaligus menerangkan nilai tentang moral. Mursal Esten, Kesusastraan Pengantar Teori dan Sejarah, (Bandung: Angkasa, 1990), cet. Ke-5, h. 7.
[2]Berbeda dengan aliran struktural, aliran ini hanya menekankan pada karya sastra semata. Suatu karya sastra dianggap sebagai sesuatu yang otonom yang terlepas dari dunia lain. Karya sastra mempunyai dunia tersendiri. Oleh karena itu tidak ada  gunanya melihat hubungan karya dengan penulisnya, karena apabila karya telah tercipta maka ia lepas dari penulis dan membentuk dunianya sendiri. Atmazaki, Ilmu sastra teori dan harapa, (Padang: Angkasa Raya, 1990), cet. Ke-10, h. 59. Dalam kritik sastra, aliran struktural dianggap sebagai aliran baru (new criticism) yang menitik beratkan analisisnya pada segi intrinsik (isi dan bentuk) suatu karya sastra, dengan mengabaikan segi-segi ekstrinsik (factor yang melatarbelakangi penciptaan karya sastra). Aliran ini dekembangkan oleh John Crowe Ransom, R. P. Blackmur, Cleanth Brooks, Roben Penn Warren, dan lain-lain. Atari Semi, kritik sastra, (Bandung: Angkasa, 1989), cet. Ke-10, h. 37. Pendekatan strukturalisme dinamakan juga pendekatan obyektif, yaiu pendekatan dalam penelitian sastra yang memusatkan perhatiannya pada otonomi sastra sebagai karya fiksi. Artinya, menyerahkan pemberian makna karya sastra tersebut kepada eksistensi karya sastra itu sendiri tanpa mengaitkan unsur yang ada diluar struktur signifikansinya. Iswanto, Penelitian Sastra dalam Perspektif Struktualisme Genetik, dalam Metodologi Penelitian sastra, ed. Jabrohim, (Yogyakarta: PT. Hindinita, 2001), h. 62. Menurut Graham Hough, dalam kajian sastra ada dua tipe teori, yaitu teori formal dan teori moral. Teori formal memandang sastra kurang lebih sebagai satu dunia otonom dengan aturan atau norma dan tujuan-tujuan tersendiri. Sedangkan teori moral memandang sastra sebagai bagian keseluruhan aktivitas kemanusiaan, dan menilai serta menjelaskannya dengan referensi yang mengacu kepada keseluruhan kode. Yudiono KS, Telaah Kritik Sastra Indonesia, (Bandung: Angkasa, 1990), cet. Ke-10, h. 30.
[3]D. W. fokkema dan Elrud Kunne Ibsch, Teori Sastra Abad Kedua Puluh, terj. J. Praptadiharja, Judul asli, Theories Of Leterature in the Twentieth Century, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), h. 22.
[4]Husein al-Hajj Hasan, Adab al-‘Arab fi ‘Ashr al-Jahiliyah, (Beirut: tp, 1990), cet. Ke-2, h. 7.
[5]Syair dalam pandangan masyarakat jahiliyah disebut dengan Diwan al-Arab (antologi kehidupan masyarakat arab). Muhammad ‘Abd al-Mun’im, al-Syi’r al-Jahili, (Beirut: Dar al-Kitab, 1973), h. 195.
[6]Badri Yatim dan H. D. Sirojuddin AR, Sejarah kebudayaan Islam I, (Jakarta: Departemen Agama RI), cet. Ke-1, h. 42.
[7]Kondisi ini berlanjut sampai Islam dating, sehingga Allah SWT menaruh perhatian khusus untuk mencantumkan dalam al-Qur’an  satu surat yang ke-26 dengan nama surat al-syu’ara. Disebut demikian karena Allah SWT menyanggah orang-orang yang musyrik yang mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang penyair, sehingga yang dibawahpun berupa syair. Muhammad ‘Ali al-shabuni, I’jaz al-Bayan, (Mekah: Maktabah al-Gazali, 1979), cet. Ke-2, h. 109.
[8]Ahmad al-Iskandari dan Musthafa ‘Inani, al-Wasith Fi al-Adab al-Arabi wa tarikhini, (Kairo: Dar al-Ma’arif, 1952), cet. Ke-17, h. 59.
[9]Ada sebagian lain menyebut mereka dengan istilah “ahl al-ma’rifah”. Ahmad Amin, Fajr al-Islam, (tp., 1975), cet. Ke-9, h.55.
[10]Muhammad’ Abd al-Mun’im Khafaji, op. cit., h. 195.
[11]Sebab yang lain mereka menggunakan jenis madah ini adalah untuk tujuan takassub bi al-syi’r, seperti yang dilakukan al-Nabighah al-Dzubyani dan Hasan ketika memuji al-Nu’man bin al-Mundzir dan para raja Ghassan lainnya. Sehingga kehadiran syair tak ubahnya seperti komoditas yang selalu ditawarkan. Ahmad al-iskandari dan musthafa’ inani, op. cit., h. 59.
[12]Tema al-Fakhr mencakup kelebihan sifat-sifat, baik yang dimiliki oleh para penyair maupun sukunya. Sedangkan tema al-hamasah. Hanya mengagung-agungkan kepahlawanan seseorang. Jadi tema al-hamasah dapat dapat dikategorikan kedalam tema al-fakhr, tetapi tidak semua tema al-fakhr adalah al-hasamah. ‘Abd al-‘Aziz bin Muhammad al-Faishal, al-Adab al-‘Arabi Wa Tatikhuhu. (Riyadh: al-Mamlakah al-‘Arabiyah al-Su’udiyah, 1405 H), h. 62.
[13]Yunus Ali dan Bey Arifin, Sejarah Kesusastraan Arab. (Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1983), h. 36. Bandingan dengan Ahmad al-Iskandari dan Musthafa ‘Inani, op. cit., h. 46-50, mereka tidak menyebut dengan istilah ghazal, tetapi dengan tasybib. Dan mereka memasukan pengertian tema hamasah  aakepada tema fakhr.
[14]Husein al-Hajj Hasan, ap. cit., h. 239-256, lihat pula ‘Abd al-‘Aziz bin Muhammad al-Faishal, op. cit., h. 164-171.
[15]Thaha Husein, Fi al-Adab al-Jahili, (Kairo: Dar al-Ma’arif), cet. Ke-15, h. 65.
[16]Ibid., h. 67
[17]Ibid., h. 326-329.
[18]Carl Brockolmann, Tarikh al-Adab al-Arabi, terj. ‘Abd al-Hakim al-Najjar, (Beirut: Dar al-Ma’arif, tt), cet. Ke-4, jilid 1, h. 37.
[19]Zainudin Fananie, op. cit., h. 131
[20]Prinsip dasar yang melatarbelakangi munculnya pendekatan analitis ini dapat dibaca dalam Aminuddin, Pengantar Apresiasi Karya Sastra, (Bandung: PT. Sinar Baru Algensindo, 2000), cet. Ke-3, h. 43.
[21]Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Rosda Karya, 2000), cet. Ke-15, h. 5. Metode kualitatif ini digunakan karena beberapa pertimbangan, diantaranya : 1). Menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda, 2). Metode ini menyajikan langsung hakikat hubungan antara peneliti dengan responden, dan 3). Metode ini lebih peka dan lebih menyesuaikan diri dengan benyak pengaruh bersama dan terhadap pola-pola nilai yang dihadapi. Bandingkan dengan Atar Semi, ia mengatakan bahwa penelitian sastra sebagai penelitian kualitatif. Jenis penelitian ini lebih mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi antar konsep yang sedang dikaji secara empiris. Disamping itu, jenis penelitian ini mencerminkan perspektif fenomenologis. M. Atar Semi, metode penelitian sastra, (Bandung: Angkasa, tt), cet. Ke-10, h. 23-26.
Comment Using!!

1 comment:

  1. blogger_logo_round_35

    RATINGS' NEW SLOT-EN VEGAS HOTEL & CASINO
    RATINGS' NEW 하남 출장샵 SLOT-EN VEGAS HOTEL & CASINO With a stay at 논산 출장안마 RATINGS' NEW 아산 출장마사지 SLOT-EN VEGAS HOTEL & CASINO in Las Vegas (Las 여주 출장안마 Vegas Strip), you'll be steps 강릉 출장안마 from LINQ Promenade and 7

    ReplyDelete

Post Bottom Ad

Pages