Assalamualaikum.Wr.Wb
Puji syukur saya ucapkan selaku
penulis kepada Allah SWT atas rahmat-Nya Allhamdulillah saya selaku penulis dan
anggota kelompok
saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Model-model Penelitian Tentang Masalah
Guru”. penulisan makalah ini merupakan salah
satu tugas mata kuliah: KAPITA SELEKTA PENDIDIKAN.
Dalam penulisan makalah ini, penulis
merasah masih terdapat banyak kekurangan baik pada teknis penulisan maupun
materi oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun dari semuah
pihak baik dari Dosen pengajar maupun dari teman-teman saya harapkan demi
penyempurnaan makalah ini dan agar dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya
dan di waktu yang akan datang bisa lebih baik lagi.
Saya bersama anggota kelompok saya
berharap, Semoga makalah yang kami buat ini berguna dan bermanfaat bagi semua
yang membacanya.
Wassalamualaikum
Wr.Wb
Palu, 04 April 2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ ii
DAFTAR ISI........................................................................................... iii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah…………………………………………….... 2
C.
Tujuan Penulisan.......................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................... 3
A.
Pengertian Problem Guru............................................................ 3
B.
Persoalan Mendidik
Dan Mengajar............................................. 6
C.
Problem Guru Di
Lingkungan Sekolah....................................... 9
D.
Solusi Dari Permasalahan Khusus Guru Di Indonesia................ 11
BAB
III PENUTUP………………………………………………….. 18
A. Kesimpulan…………………………………………………….. 18
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................. 19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pembahasan mengenai guru
selalu menarik, karena ia adalah kunci pendidikan. Artinya jika guru sukses,
maka kemungkinan besar murid-muridnya akan sukses. Guru adalah figur inspirator
dan motivator murid dalam mengukir masa depannya. Jika guru mampu menjadi
sumber inspirasi dan motivasi bagi anak didiknya, maka hal itu akan menjadi
kekuatan anak didik dalam mengejar cita-citanya di masa depan.
Terlepas dari hal itu, guru
juga memiliki berbagai problematika atau masalah. Masalah guru senantiasa
mendapat perhatian, baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat pada umumnya
dan oleh ahli pendidikan khususnya. Pemerintah memandang bahwa seorang guru
merupakan media yang sangat penting artinya dalam kerangka pembinaan dan
pengembangan bangsa. Guru mengemban tugas-tugas sosio kultural yang berfungsi
mempersiapkan generasi muda, sesuai dengan cita-cita bangsa. Demikian pula
masalah guru di negara kita dapat dikatakan mendapat titik sentral dalam dunia
pensdidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal. Dalam GBHN,
masalah guru mendapat prioritas dalam perencanaan sehubungan dengan
persoalan-persoalan mutu dan relevansi dengan perluasan belajar.
Menurut Beeby dalam bukunya
Oemar hamalik, masalah guru adalah masalah yang penting. Penting oleh sebab
mutu guru turut mmenentukan mutu pendidikan. Sedangkan mutu pendidikan akan
menentukan mutu generasi muda, sebagai calon warga negara dan warga masyarakat.
Masalah mutu guru sangat bergantung kepada sistem pendidikan guru. Sebagaimana
halnya mutu pendidikan pada umumnya, maka mutu pendidikan guru harus ditinjau
dari dua kriteria pokok, yakni kriteria produk jug kriteria proses.
B.
Rumusan
Masalah
Dari uraian latar belakang diatas maka penulis dapat
merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa Pengertian Problem Guru
2. Apa Saja yang Menjadi Persoalan
Pendidik dan Mengajar?
3. Apa Saja Problem Guru di
Lingkungan Sekolah?
4. Bagaimana Solusi Dari
Permasalahan Khusus Guru di Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Problem Guru.
2. Untuk Mengetahui Saja Yang Menjadi Persoalan Mendidik Dan
Mengajar.
3. Untuk Mengetahui
Problem Guru Di Lingkungan Sekolah.
4. Untuk Mengetahui Solusi Dari
Permasalahan Khusus Guru Di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Problem Guru
Istilah problema/problematika
berasal dari bahasa Inggris yaitu "problematic" yang artinya
persoalan atau masalah. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, problema berarti hal
yang belum dapat dipecahkan, yang menimbulkan masalah, permasalahan, situasi
yang dapat didefinisi sebagai suatu kesulitan yang perlu dipecahkan, diatasi
atau disesuaikan.[1] Jadi,
problema adalah berbagai persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses
pembelajaran, baik yang datang dari individu guru (faktor eksternal) maupun
dalam proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah (faktor intern).
Pengertian problem menurut
Hudojo (1990: 32) mengemukakan bahwa masalah sebagai pernyataan kepada
seseorang dimana orang tersebut tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang
segera dapat digunakan untuk menemukan jawaban dari pertanyaan tersebut.[2]
Dalam pengertian yang
sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal,
tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.[3] Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian khusus sebagai
guru. Sedangkan yang dimaksud dengan guru agama adalah "orang dewasa yang
bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan memberikan
pertolongan terhadap mereka dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar
mencapai tingkat kedewasaan, mampu berdiri sendiri dan memenuhi tugasnya
sebagai hamba atau khalifah Allah maupun sebagai makhluk sosial serta makhluk
individu yang mandiri".
Pengertian guru menurut para ahli yaitu[4]:
Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta
didik pada pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan
pendidikan menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang dibutuhkan
secara dikotomis tentang pendidikan.
Pada bab XI tentang pendidik dan tenaga kependidikan.
Dijelaskan pada ayat 2 yakni pendidik merupakan tenaga profesional yang
bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Hasil motivasi
berprestasi, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi.
·
Husnul Chotimah (2008)
Guru dalam pegertian sederhana adalah orang yang
memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke peserta
didik.
·
Dri Atmaka (2004: 17)
pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab
memberikan pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan baik jasmani maupun
rohaninya. Agar tercapai tingkat kedewasaan mampu berdiri sendiri memenuhi
tugasnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk sosial dan mahluk individu yang mandiri.
·
E. Mulyasa (2003: 53)
pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi
sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
Jadi permasalahan guru adalah suatu
keadaan yang tidak
seimbang antara harapan atau
keinginan dengan kenyataan yang dihadapi oleh
seorang guru.
Jadi problematika guru adalah
persoalan-persoalan sulit yang dihadapi dalam proses pembelajaran oleh guru
yang bertugas untuk mendidik dan mengajar anak didik hingga memperoleh
kedewasaan baik jasmani maupun rohani dalam pendidikan agama islam.
B. Persoalan Mendidik dan Mengajar
Secara teoritis pengertian
mendidik dan mengajar tidaklah sama. Mengajar berarti menyerahkan atau
manyampaikan ilmu pengaetahuan atau keterampilandan lain sebagainya kepada
orang lain, dengan menggunakan cara-cara tertentu sehingga ilmu-ilmu tersebut
bisa menjadi milik orang lain. Lain halnya mendidik, bahwa mendidik tidak hanya
cukup dengan hany memberikan ilmu pengetahuan ataupun keterampilan, melainkan
juga harus ditanamkan pada anak didik nilai-nilai dan norma-norma susila yang
tinggi dan luhur. Dari pengertian diatas dapat kita ketahui bahwa mendidik
lebih luas dari pada mengajar. Mengajar hanyalah alat atau sarana dalam
mendidik .dan mendidik harus mempunyai tujuan dan nilai-nilai yang tinggi. [5]
Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus atas nama pengabdian guna pencapaian tujuan pendidikan nasional
yang menyeluruh. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatan kualitas
guru, namun tidak dapat dipungkiri jika guru sebagai manusia pernah melakukan
kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya tanpa disadari. Dimana kesalahan
sekecil apapun kesalahan yang dilakukan guru dalam pembelajaran akan
mempengaruhi perkembangan peserta didik. Kesalahan-kesalahan yang sering
dilakukan guru dalam proses belajar mengajar menurut E. Mulyasa dari berbagai
hasil kajian, antara lain :
1. Mengambil Jalan Pintas dalam Pembelajaran
Mendidik,
mengajar serta membimbing peserta didik merupakan tugas guru dalam proses
pembelajaran. Guru harus memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan
berbagai macam karakter agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan
belajar.
Oleh
karena itu, guru dituntut untuk memahami berbagai model pembelajaran yang
efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal. Dalam hal
perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan mengajar yang efektif dan
efisien. Namun tidak sedikit guru yang merasa sudah dapat mengajar dengan baik
serta mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan ketika akan
melakukan pembelajaran, sehingga guru yang mengajar tanpa persiapan berakibat
pembelajaran di kelas berlangsung seadanya dan tanpa arah. Mengajar tanpa
pesiapan, selain merugikan guru sebagai tenaga professional juga akan sangat
mengganggu perkembangan peserta didik.
2. Mengabaikan Perbedaan Peserta Didik
Tidak
sedikit guru yang lupa memperhatikan perbedaan peserta didik dan tanpa
sadar mengabaikan perbedaan peserta didik. Setiap peserta didik memiliki
perbedaan yang unik, seperti kekuatan, kelemahan, minat, dan perhatian
yang berbeda-beda, latar belakang keluarga, latar belakang sosial ekonomi, dan
lingkungan, membuat peserta didik berbeda dalam aktifitas, kreatifitas,
intelegensi, dan kompetensinya. Memang hal tersebut tidaklah mudah, guru sering
kesulitan untuk mengetahui perbedaan-perbedaan peserta didik terutama di kelas
besar. Guru harus mampu mengoptimalkan bakat, minat, skill dan kemampuan
peserta didik serta senantiasa membimbing peserta didik dalam mengeksplor diri
mereka untuk pencapaian yang sesuai dengan karakteristik mereka.
3. Tidak Adil (Diskriminatif)
Suatu
pembelajaran yang menimbulkan hasil baik dan efektif adalah yang mampu memberi
kemudahan belajar secara adil dan merata, sehingga peserta didik dapat
mengembangkan potensinya secara optimal.Keadilan dalam pembelajaran meupakan
kewajiban guru dan hak peserta didik untuk memperolehnya. Dalam prakteknya
banyak guru yang tidak adil, sehingga merugikan perkembangan peserta didik yang
menimbulkan kecemburuan sosial, dan ini merupakan kesalahan guru yang sering
dilakukan, terutama dalam penilaian.
Penilaian
merupakan upaya untuk memberikan penghargaan kepada peserta didik sesuai dengan
usaha yang dilakukannya selama proses pembelajaran. Oleh karena itu, dalam
memberikan penilaian harus dilakukan secara adil serta objektif, dan
benar-benar merupakan cermin dari kemampuan dan perilaku peserta didik.
C. Problem Guru di Lingkungan Sekolah
1.
Rendahnya penguasaan IPTEK
Memasuki era persaingan global sekarang ini, penguasaan IPTEK menyebabkan
rendahnya kualitas nilai SDM. Hal ini merupakan ancaman sekaligus tantangan yang
nyata bagi guru khususnya bangsa Indonesia pada umumnya dalam menjaga
eksistensi guru dimasa depan.
2.
Rendahnya kesejahteraan guru
Hal lain yang juga merupakan problem yang harus dihadapi oleh guru adalah
rendahnya gaji guru sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara
memadai. Seringkali orientasi kerja guru dituntut hanya semata-mata mengabdikan
dirinya untuk kepentingan profesi dan mengabaikan kebutuhan dasar tersebut.
Akibatnya kesejahteraan guru rendah dan timbulah keinginan memperbaiki
kesejahteraan itu. Dalam keadaan seperti ini, tenaga dan pikiran guru akan
lebih tersita untuk memenuhi kebutuhannya dari pada tuntutan profesinya.
3.
Kurangnya minat guru dalam meningkatkan kualitas keilmuannya dengan
melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dalam hal ini seharusnya semua pihak memberi kelonggaran dan dukungan
sepenuhnya supaya guru mendapatkan kesempatan seluas-luasnya.
4.
Rendahnya minat baca.
Dengan cara menyadari tentang pentingnya pengembangan wawasan keilmuan dan
pengetahuan serta kemajuan dalam dunia pendidikan sehingga guru bisa memiliki
tingkat intelektual yang matang.
5.
Guru seharusnya menyadari bahwa tugasnya yang utama adalah mengajar dalam
pengertian menata lingkungan agar terjadi kegiatan belajar pada peserta didik. Berbagai kasus menunjukkan bahwa diantara para guru banyak yang merasa
dirinya sudah dapat mengajar dengan baik, meskipun tidak dapat menunjukkan
alasan yang mendasari asumsi itu. Asumsi keliru tersebut seringkali menyesatkan
dan menurunkan kreatifitas sehingga banyak guru yang suka mengambil jalan
pintas dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pelaksanaan maupun dalam
evaluasi pembelajaran.
6.
Tidak semua guru memiliki kemampuan untuk memahami peserta didik dengan
berbagai keunikannya agar mampu membantu mereka dalam menghadapi kesulitan
belajar. Dalam hal ini, guru dituntut memahami berbagai model pembelajaran yang
efektif agar dapat membimbing peserta didik secara optimal.
7.
Dalam kaitannya dengan perencanaan, guru dituntut untuk membuat persiapan
mengajar yang efektif dan efisien. Namun dalam kenyataannya dalam berbagai
alasan, banyak guru mengambil jalan pintas dengan tidak membuat persiapan
ketika melakukan pembelajaran, sehingga guru mengajar tanpa persiapan.
8.
Sering terjadi persiapan pembelajaran (Mall Educative). Banyak guru yang
memberikan hukuman kepada peserta didik tidak sesuai dengan jenis kesalahan.
Dalam pada itu seringkali guru memberikan tugas yang harus dikerjakan
peserta didik diluar kelas (pekerjaan rumah) namun jarang sekali guru yang
mengoreksi pekerjaan siswa dan mengabaikannya tanpa memberi komentar, kritik,
dan saran untuk kemajuan peserta didik. Seharusnya guru menerapkan kedisiplinan
secara tepat waktu dan tepat sasaran.
9.
Guru sering mengabaikan perbedaan individu peserta didik. Sebagaimana
diketahui bahwa peserta didik memiliki perbedaan individual yang sangat
mendasar yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran. Peserta didik memiliki emosi
yang sangat variatif dan sering memperlihatkan sejumlah perilaku tampak aneh.
Setiap peserta didik memiliki perbedaan yang unik, memiliki kekuatan,
kelemahan, minat, dan perhatian yang berbeda-beda. Latar belakang keluarga,
latar belakang sosial ekonomi dan lingkungan, membuat peserta didik berbeda
dalam aktivitas, inteligensi, dan daya kompetensinya.
D. Solusi
Dari Permasalahan Khusus Guru Di Indonesia
Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan
terlepas dari kesalahan baik dalam berperilaku maupun dalam melaksanakan tugas
pokoknya mengajar. Namun demikian, bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan
dan tidak dicarikan cara pemecahannya. Guru harus mampu memahami
kondisi-kondisi yang memungkinkan dirinya berbuat salah, dan yang paling penting
adalah mengendalikan diri serta menghindari dari kesalahan-kesalahan.
a.
Guru
harus menyusun perencanaan pembelajaran secara benar. Harus selalu diingat
mengajar tanpa persiapan merupakan jalan pintas dan dapat merugikan
perkembangan peserta didik.
b.
Guru
perlu belajar untuk menangkap perilaku positif yang ditunjukan oleh para
peserta didik, lalu segera memberi hadiah atas perilaku tersebut dengan pujian
dan perhatian, disisi lain, guru harus memperhatikan perilaku-perilaku peserta
didik yang negatif, dan meniadakan perilaku-perilaku tersebut agar agar tidak
terulang kembali.
c.
Mendisiplinkan
peserta didik ketika kondisi guru tenang, menggunakan disiplin waktu,
menghindari menghina peserta didik, memilih hukuman yang tepat, dan menggunakan
disiplin sebagai alat pembelajaran.
d.
Guru
seharusnya dapat mengidentifikasi perbedaan individual peserta didik, dan
menetapkan karakteristik umum yang menjadi cirri kelasnya, dari ciri-ciri
individual yang menjadi karakteristik umumlah seharusnya guru memulai
pembelajaran.
e.
Guru
harus menjadi pembelajar sepanjang hayat, yang senantiasa menyesuaikan ilmu
pengetahuan yang dimilikinya dengan perkembangan yang terjadi dimasyarakat.
f.
Guru
harus bertindak adil terhadap peserta didik tanpa terkecuali, selalu bertindak
objektif untuk mengetahui benar kemampuan peserta didik tanpa ada kebohongan.
g.
Guru
hendaknya tidak mencampur masalah pribadi dengan masalah keprofesionalan guru
karena hal tersebut akan mempengaruhi perkembangan dan hasil belajar peserta
didik.
h.
Solusi lain yang dapat diterapkan untuk mengatasi
persoalan guru dalam pembelajaran adalah[7]:
1.
Pertama,
perkembangan anak didik. Fungsi pendidikan pertama-tama adalah membantu peserta
didik untuk berkembang, secara baik. Ini berarti perkembangan anak harus
menjadi focus pelaksanaan pendidikan. Salah satu nilai mendasar dalam
menumbuhkan perkembangan diri anak adalah rasa kepercayaan diri. Karena
itu, dialog dan pengakuan diri perlu mendapat perhatian. Hanya dengan
nilai-nilai inilah pemekaran diri anak akan terwujud. Anak diberi kesempatan
untuk membedah dirinya sendiri. Dalam kerangka ini fungsi guru adalah
membantu anak untuk mengetahui sesuatu yang ada dalam dirinya itu.
Jadi guru menjadi bidan yang harus aktif untuk menolong anak, akan tetapi
proses kelahirannya harus dilakukan oleh anak didik sendiri.
2.
Kedua,
Kemandirian anak. Terkait dengan hal di atas yang perlu dihidupkan dalam proses
belajar mengajar adalah otonomi, karena aktivitas mandiri ini merupakan jaminan
satu-satunya untuk membentuk kepribadian yang sebenarnya. Artinya, upaya
guru melatih peserta didik untuk mempunyaipendirian terhadap sesuatu hal perlu
mendapatkan perhatian. Untuk itu,kemampuan anak untuk menentuakan diri,
pendapat maupun penilaian atas diridan relitas social harus dihargai.
3.
Ketiga, vitalisasi
model hubungan demokratis. Konskuensi dari penghidupan sikap otonomi anak
adalah pembaharuan relasi murid dengan gurudan sebaliknya. Artinya, yang
diberlakukan dalam proses belajar mengajar bukan sikap otoriter, yang
menempatkan murid sebagai lawan dari guru, melainkan sikap partisipatif
dan kooperatif. Dalam sikap partisipatif dan kooperatif itu anak justeru
diakui sebagai pelaku, bukan sebagai objek. Dengan pengakuan itu pula bagi
peserta didik peristiwa sekolah menjadi sebuah peristiwa yang menghidupkan
perjumpaan antarpribadi uyang saling mengasihi dan kemitraan yang saling
memekarkan persaudaraan dan menggembirakan.
4.
Keempat,
vitalisasi jiwa eksploratif. Perlu diakui bahwa peserta didik kaya dengan daya
cipta, rasa dan karsa. Dan potensi-potensi ini harus diakui
danditumbuh-kembangkan dalam proses pembelajaran. Justeru disini
fungsipendidikan amat kelihatan. Dalam kerangka ini, jiwa eksploratif sangatlah
penting mendapat ruang gerak. Daya kritis anak, semangat mencari,
menyelidiki dan meneliti perlu ditumbuhkan. Hal inilah sebagai basis bagi
lahirnya kreativitas.
5.
Kelima,
kebebasan. Untuk mewujudkan semua hal di atas iklim kebebasan bagi anak
sangatlah mutlak. Ada dua hal mengapa kebebasan diperlukan yaitu:
·
kebebasan
itu sendiri merupakan hak azasi manusia yang mendasar. Artinya, hak untuk
berbicara, berkreasi merupakan bagian dari hak azasi manusia.
·
kebebasan
merupakan syarat untuk perkembangan. Anak-anak yang selalu dikekang dengan
sikap otoriter tidak mungkin akan bias berkembang secara kritis, apalagi mampu
berkreasi, selain memiliki ketergantungan yang mutlak.
Kebebasan yang
dimaksudkan disini bukan berarti kebebasan yangsewenang-wenang, melainkan
kebebasan yang menjunjung tinggi disiplin, dengan kata lain kebebasan
harus disertai dengan tanggung jawab. Peserta didik dilatih untuk mampu
menghayati keterikatan yang memuaskan dan menggembirakan, karena memberi
pengakuan atas kemampuannya untuk mengatasi hal-hal yang sulit dan berat.
6.
Keenam,
menghidupkan pengalaman anak. Tak biasa disangkal bahwa salah satu esensi
pendidikan adalah membuat anak agar tidak terasing daripengalamannya. Ini
berarti materi pelajaran yang diberikan harus terkait dengandunia praktis serta
lingkungan yang disaksikan oleh anak di sekitarnya. Dengankata lain, pengalaman
anak harus mendapat perhatian. Mengapa ? Karena anakdidik akan lebih tertarik
dan mengikutkan hatinya dalam kegiatan belajar kalauapa yang diterimanya
terkait dengan dunia nyata yang dialaminya. Ketika sesuatu dibicarakan
diluar realitas yang dialami oleh si anak, maka sangat sulit bagi
anak untuk menangkapnya. Ini mempengaruhi keseriusan anak dalam
menerima pelajaran.
7.
Ketujuh,
Keseimbangan pengembangan aspek personal dan social. Dua nilai ini merupakan
nilai mendasar kemanusiaan peserta didik. Artinya dimensi individualitas yang
terungkap dalam pengembangan kemampuan anak untukmenemukan hal-hal baru melalui
daya eksploratif dan kreatif serta inovatifnyaharus diimbangi dengan sikap
kebersamaan dan penghargaan terhadapsesamanya. Jadi selain mengandalkan
kemampuan dirinya, si anak juga harusmampu bekerja sama dengan satu atau
beberapa teman dalam proses dialiktikadan dialog. Sehingga menumbuh-kembangkan
semangat kepekaan anak terhadap sesamanya. Karena nilai-nilai kebersamaan
dalam proses belajar perluditanamkan. Jika pendidikan hanya menekankan dimensi
individualitas pesertadidik akan berkembang menjadi seorang yang cenderung
egoistis. Keseimbangan individualitas dan social akan melatih peserta didik
untuk mampu bekerjasama dalam masyarakat. Dan anak akan terlatih untuk mebiasakan diri
hidup dalam kompetisi yang sehat dengan semangat solider dan
saling menghargai.
8.
Kedelapan,
Kecerdasan emosional dan Spiritual. Membentuk anak didik mejadi manusia
berkualitas baik secara moral, personal maupun social tidak cukup hanya dengan
mengembangkan dimensi kognitifnya (IQ), melainkan harus juga disertai
dengan pengembangan efektif atau emosionalnya. Dengan kata
lain, kecerdasan emosional anak perlu ditumbuhkembangkan dalam
pembelajaran. Pengembangan emosi ini justru sangat penting karena kecerdasan
emosi memungkinkan peserta didik mampu menumbuhkan sikap empati dan
kepedulian, kejujuran, tenggang rasa, pengertian dan integritas diri serta
keterampilan social yang merupakan landasan bagi tumbuhnya kesadaran moral
anak.
Disamping pembelajaran dengan mengaktifkan kecerdasan
baik yang bersifat kognitif dan emosional,
aspek yang lain yang perlu ditanamkan dalampembelajaran adalah kecerdasan
spiritual (SQ). kecerdasan spiritual adalah kcerdasan jiwa, kecerdasan yang dapat menyembuh dan
membangun diri secara utuh, karena ia dibagian diri yang dalam.
Bagi kita sebagai muslim, SQ ini adalah identik dengan
hati nurani yaitu fitrah. Allah menciptakan manusia berdasarkan fitrah
yaitu nilai ketauhidan yaitu agama yang lurus (Lihat Q.S, Ar Rum : 30).
Dasar inilah yang mewajibkan kita menciptakan suatu bentuk pendidikan yang
berbasis kepada ajaran Islam.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam pengertian yang
sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak
didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan
pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal,
tetapi bisa juga di masjid, di surau/mushalla, dirumah, dan sebagainya.
2. Guru merupakan jabatan atau profesi yang memerlukan
keahlian khusus atas nama pengabdian guna pencapaian tujuan pendidikan nasional
yang menyeluruh. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatan kualitas
guru, namun tidak dapat dipungkiri jika guru sebagai manusia pernah melakukan
kesalahan dalam menunaikan tugas dan fungsinya tanpa disadari.
3. Rendahnya kesejahteraan guru
Hal lain yang juga merupakan
problem yang harus dihadapi oleh guru adalah rendahnya gaji guru sehingga tidak
dapat memenuhi kebutuhan pokoknya secara memadai
4. Sebagai manusia biasa, tentu saja guru tidak akan
terlepas dari kesalahan baik dalam berperilaku maupun dalam melaksanakan tugas
pokoknya mengajar. Namun demikian, bukan berarti kesalahan guru harus dibiarkan
dan tidak dicarikan cara pemecahannya.
DAFTAR PUSTAKA
M. Ali Hasan dan Mukti Ali: Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003,.
Baharuddin: Profesi Keguruan, Malang: IKIP Malang, 1995,.
[1]
http://ainunnajib1994.blogspot.co.id/2016/02/makalah-problematika-yang-dihadapi-guru.html
[2]
http://faizalnizbah.blogspot.co.id/2013/10/pengertian-masalah-menurut-para-ahli.html
[3] M. Ali Hasan dan Mukti Ali, Kapita Selekta Pendidikan Agama
Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2003, hlm. 122
[4]
http://zonainfosemua.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-guru-menurut-pakar-pendidikan.html
[5]
http://kumpulanskripdanmakalah.blogspot.co.id/2016/03/makalah-mendidik-dan-mengajar.html
[6] Baharuddin, Profesi Keguruan, Malang: IKIP
Malang, 1995, hlm. 156
[7] http://agusthegazette.blogspot.co.id/2011/04/permasalahan-yand-dihadapi-guru.html
No comments:
Post a Comment