A.
Pengertian
Filsafat Pendidikan
Filsafat Pendidikan mengandung 2 (dua) komponen
kata, yaitu filsafat dan pendidikan. Untuk memahami pengertian Filsafat
Pendidikan akan lebih baik jika dimulai dari memahami makna masing-masing
komponen kata untuk selanjutnya secara menyeluruh dari keterpaduan kedua kata
tadi dengan kerangka pikir sebagai berikut:
Filsafat menurut Sutan Zanti Arbi (1988)
berasal dari kata benda Yunani Kuno philosophia yang secara harfiah
bermakna “kecintaan akan kearifan”. Makna kearifan melebihi pengetahuan, karena
kearifan mengharuskan adanya pengetahuan dan dalam kearifan terdapat ketajaman
dan kedalaman. Sedangkan John S. Brubacher (1962) berpendapat filsafat dari
kata Yunani filos dan sofia yang berarti “cinta kebijaksanaan dan ilmu
pengetahuan”
Secara istilah, filsafat mengandung banyak
pengertian sesuai sudut pandang para ahli bersangkutan, Menurut Hasbullah Bakry
(dalam Prasetya, 1997) filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu
dengan mendalam mengenai ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat
menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana hakekatnya sejauh yang dapat dicapai
akal manusia dan bagaimana sikap manusia.
Pendidikan adalah ikhtiar atau usaha manusia
dewasa untuk mendewasakan peserta didik agar menjadi manusia mandiri dan
bertanggung jawab baik terhadap dirinya maupun segala sesuatu di luar dirinya,
orang lain, hewan dan sebagainya. Ikhtiar mendewasakan mengandung makna sangat
luas, transfer pengetahuan dan keterampilan, bimbingan dan arahan penguasaan
pengetahuan, keterampilan dan pembinaan kepribadian, sikap moral dan
sebagainya. Demikian pula peserta didik, tidak hanya diartikan manusia muda
yang sedang tumbuh dan berkembang secara biologis dan psikologis tetapi manusia
dewasa yang sedang mempelajari pengetahuan dan keterampilan tertentu guna
memperkaya kemampuan, pengetahuan dan keterampilan dirinya juga
dukualifikasikan sebagai peserta didik.
Menurut
Al-Syaibany dalam Jalaludin & Idi (2007: 19), filsafat pendidikan adalah
aktifitas pikiran yang teratur yang menjadikan filsafat sebagai jalan untuk
mengatur, menyelaraskan, dan memadukan proses pendidikan. Artinya, filsafat
pendidikan dapat menjelaskan nilai-nilai dan maklumat-maklumat yang diupayakan
untuk mencapainya. Dalam hal ini, filsafat, filsafat pendidikan, dan pengalaman
kemanusiaan merupakan faktor yang integral. Filsafat pendidikan juga bisa
didefinisikan sebagai kaidah filosofis dalam bidang pendidikan yang
menggambarkan aspek-aspek pelaksanaan falsafah umum dan menitikberatkan pada
pelaksanaan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat
umum dalam upaya memecahkan persoalan-persoalan pendidikan secara praktis.
Sementara
Dewey dalam Jalaludin & Idi (2007: 20) menyampaikan bahwa filsafat
pendidikan merupakan suatu pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik
yang menyangkut daya pikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional),
menuju tabiat manusia. Sementara menurut Thompson (Arifin, 1993: 2), filsafat
artinya melihat suatu masalah secara total dengan tanpa ada batas atau
implikasinya; ia tidak hanya melihat tujuan, metode atau alat-alatnya, tapi
juga meneliti dengan saksama hal-hal yang dimaksud. Keseluruhan masalah yang
dipikirkan oleh filosof tersebut merupakan suatu upaya untuk menemukan hakikat
masalah, sedangkan suatu hakikat itu dapat dibakukan melalui proses kompromi.
Lebih jauh
Barnadib (Jalaludin & Idi, 2007: 20), menyatakan bahwa filsafat pendidikan
merupakan ilmu yang pada hakikatnya merupakan jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan dalam bidang pendidikan. Baginya filsafat pendidikan merupakan
aplikasi sesuatu analisis filosofis terhadap bidang pendidikan. Sedangkan
menurut seorang ahli filsafat Amerika, Brubachen (Arifin, 1993: 3), filsafat
pendidikan adalah seperti menaruh sebuah kereta di depan seekor kuda, dan
filsafat dipandang sebagai bunga, bukan sebagai akar tunggal pendidikan.
Filsafat pendidikan itu berdiri secara bebas dengan memperoleh keuntungan
karena punya kaitan dengan filsafat umum. Kendati kaitan ini tidak penting,
tapi yang terjadi ialah suatu keterpaduan antara pandangan filosofis dengan
filsafat pendidikan, karena filsafat sering diartikan sebagai teori pendidikan
dalam segala tahap. Lebih jauh, Alwasilah (2008: 15) menyatakan bahwa filsafat
pendidikan dapat didefinisikan sebagai teori yang mendasari alam pikiran ihwal
pendidikan atau suatu kegiatan pendidikan.
B.
Ruang Lingkup Filsafat Pendidikan
Secara makro (umum) apa yang menjadi obyek pemikiran
filsafat, yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalahan kehidupan
manusia, alam semesta dan sekitarnya adalah juga obyek pemikiran filsafat
pendidikan. Tetapi secara mikro (khusus) yang menjadi obyek filsafat pendidikan
meliputi:
1)
Merumuskan
secara tegas sifat hakikat pendidikan (the nature of education).
2)
Merumuskan
sifat hakikat manusia, sebagai subjek dan objek pendidikan (the nature of man).
3)
Merumuskan
secara tegas hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, agama dan
kebudayaan.
4)
Merumuskan
hubungan antara filsafat, filsafat pendidikan, dan teori pendidikan.
5)
Merumuskan
hubungan antara filsafat Negara (ideologi), filsafat pendidikan dan politik
pendidikan (sistem pendidikan).
6)
Merumuskan
sistem nilai-norma atau isi moral pendidikan yang merupakan tujuan pendidikan.
Dengan
demikian, dari uraian tersebut diperoleh suatu kesimpulan bahwa yang menjadi
objek filsafat pendidikan ialah semua aspek yang berhubungan dengan upaya
manusia untuk mengerti dan memahami hakikat pendidikan itu sendiri, yang
berhubungan dengan bagaimana pelaksanaan pendidikan dan bagaimana tujuan
pendidikan itu dapat dicapai seperti yang dicita-citakan.
Will
Durant dalam Hamdani Ali membagi ruang lingkup bidang studi filsafat itu ada
lima: logika, estetika, etika, politik dan metafisika
a.
Logika:
Studi mengenai metode-metode ideal mengenai berpikir (thingking) dan meneliti
(research) yang merupakan bentuk-bentuk aktifitas manusia melalui upaya logika
agar bisa dipahami.
b.
Estetika:
Studi tentang bentuk dan keindahan atau kecantikan yang sesungguhnya.
c.
Etika:
Studi mengenai tingkah laku yang terpuji (teladan) yang dianggap sebagai ilmu
pengetahuan yang nilainya tinggi (sophisticated).
d.
Politik:
Studi tentang organisasi sosial yang utama dan bukan sebagaimana yang
diperkirakan orang, tetapi juga sebagai seni dan pengetahuan dalam melaksanakan
pekerjaan kantor.
e.
Metafisika:
Studi mengenai realita (faktual) tertinggi dari hakikat semua benda (ultimate
reality of all thing), nyata dari benda (ontologi) dan dari akal pikiran
manusia (ilmu jiwa filsafat) serta suatu studi mengenai hubungan kokoh antara
pikiran seseorang dan benda di dalam proses pengamatan dan pengetahuan
(epistemologi).
Filsafat
pendidikan memiliki beberapa sumber:
a.
Manusia
(people) masyarakat kebanyakan mengalami kesulitan-kesulitan dalam proses
pendewasaan atau kematangannya yang mana mempunyai dampak yang signifikan
terhadap sesuatu yang akan diyakini, terhadap sesuatu yang terjadi.
b.
Sekolah
(school), pengalaman-pengalaman seseorang kekuatan-kekuatan (forces), jenis
sekolah dan guru-guru di dalamnya, merupakan sumber-sumber pokok dari filsafat
pendidikan.
c.
Lingkungan
(environment), lingkungan sosial budaya di mana seorang tinggal dan dibesarkan
adalah sumber yang lain dari filsafat pendidikan.
C.
Sejarah Filsafat Pendidikan
Jika kita memperhatikan
pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali lepas dari apa
yang dikatakan agama. Bagi mereka titik berat filsafat adalah mencari hikmah.
Hikmah itu dicari untuk mengetahui suatu keadaan yang sebenarnya, apa itu, dari
mana itu, hendak kemana, dan bagaimana. Namun pertayaan filosofis itu kalau
diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada sesuatu yang disebut agama.
Baik filosofis Timur maupun barat mereka memiliki pandangan yang sama bila sudah
sampai pada pertanyaanya “bilakah permulaan yang ada ini, dan apakah yang
sesuatu yang pertama kali terjadi, apakah yang terakhir sekali bertahan didalam
ini” (Rifai, 1994: 67). Akan tetapi mereka akan berusaha.untuk mencari hikmah
yang sebenarnya supaya sampai puncak pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang
Maha Mengetahui dan Maha kuasa.
Filsafat mulai
berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan menjadi
semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang
pesat dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat
berkembang sesuai perputaran zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa
manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori filsafat spiritualisme kuno.
Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya zarathusthra, dari
keluarga sapitama, yang lahir ditepi sebuah sungai, yang ditolong oleh ahura
Mazda dalam masa pemerintahaan raja-raja akhamania (550-530 SM). Timur jauh
Yang termasuk dalam wilayah timur jauh ialah Cina India dan jepang. Di India
berkembang filsafat spiritualisme, Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di
Jepang berkembang shintoisme. Begitu juga di Cina berkembang, Taoisme, dan
Komfusianism
a.
Hinduisme
Pemikiran spiritualisme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap
individu telah dilahirkan kembali secara berulang dalam bentuk manusia atau
binatang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai bagian dari jiwa
universal (reingkarnasi). Karma tersebut pada akhirnya akan menemukan status
seseorang sebagai anggota suatu kasta. Poedjawijatna (1986:54) mengatakan,
bahwa para filosof Hindu berpikir untuk mencari jalan lepas dari ikatan duniawi
agar bisa masuk dalam kebebasan yang menurut mereka sempurna.
b.
Buddha
Pencetus ajaran Buddha ialah Sidarta Gautama (Kira-kira 563-483 SM )
sebagai akibat ketidakpuasannya terhadap penjelasan para guru Hindu isme
tentang kejahatan yang sering menimpa manusia. Setelah melakukan hidup bertapa
dan meditasi selama 6 tahun, secara tiba-tiba menemukan gagasan dan jawaban
dari pertanyaannya. Gagasa-gagasan itulah yang kemudian menjadi dasar-dasa
agama Buddha (samuel Smith, 1986:12).
Filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di Dunia ini
terliputi oleh sengsara yang disebabakan oleh “Cinta” terhadap suatu yang
berlebihan.
c.
Taoisme
Pendiri Taoisme adalah Leo Tse, Lahir pada tahun 604 SM. Tulisannya yang
mengandung makna Filsafat adalah jalan tuhan atau sabda tuhan, Tao ada
dimana-mana tetapi tidak berbentuk dan tida pula diraba, dilihat,dan di dengar.
Manusia harus hidup selaras dengan tao, dan harus bisa menahan hawa nafsunya sendidi. Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran spiritualisme.
Manusia harus hidup selaras dengan tao, dan harus bisa menahan hawa nafsunya sendidi. Pengertian Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran spiritualisme.
Dan menurut aliran-aliran filsafat India dan Tiongkok, spirirtualisme itu
berkaitan dengan Etika, karena ia memberi petunjuk bagaimana manusia mesti
bersikap dan bertindak di dunia agar memperoleh bahagia dan kesempurnaan ruh (Gazalba
1986:60)
d.
Shinto
Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat
Jepang. Agama Shinto tumbuh di jepang yang sangat respek terhadap alam (natural)
di sebabkan ajaran-ajaranya mengadung nilai antara lanin kreasi (SOZO),
generasi (size), pembangunan (hatten), sehingga ia menjadi jalan hidup dan
kehidupan dan mengandung nilai optimis.
Melihat ajaran-ajaran pokok moral Shinto yang mengandung makna filsafat
yang tinggi diatas, maka tidalah berlebihan jika ajaran-ajaranya mengandung
nilai motivasi dan optimistik guru menjadi pegangan bagi penganutnya.
·
Pemikiran filsafat
pendidikan menurut Socrates (470-399 SM)
Dalam sejarah filsafat, Socrates adalah salah seorang pemikir besar kuno
yang gagasan filosofis dan metode pengajaraanya sangat mempengaruhi teori dan
praktik pendidikan di seluruh dunia barat. Socrates lahir di Athena, merupakan
putra seorang pemahat dan seorang bidan yang tidak begitu di kenal, yaitu
Sophonicus dan Phaenarete (smith,1986:19). Prinsip dasar pendidikan, menurut
Socrates adalah metode dialektis. Meode ini di gunakan Socrates sebagai dasar
teknis pendidikan yang direncanakan untuk mendorong seseorang berpikir cermat,
untuk menguji coba diri sendiri dan untuk memperbaiki pengetahuannya. Seorang
guru tidak boleh memaksakan gagasan-gagasan atau pengetahuannya kepada seorang
siswa, karena seorang siswa dituntut untuk bisa mengembangkan pemikirannya sendiri
dengan berpikir secara keritis.
Metode ini tidak lain digunakan untuk meneruskan inelektualitas,
mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dan kekuatan mental seseorang. Dengan kata
lain, tujuan pendidikan yang benar adalah untuk merangsang penalaran yang cermat
dan di siplin mental yang akan menghasilkan perkembangan intelektual yang terus
menerus dan sestandar moral yang tinggi (Smith. 1986:25).
·
Pemikiran filsafat
pendidikan menurut Plato (427-347 SM)
Plato dilahirkan dalam keluarga aristrokrasi di Athena, serikat 427 SM.
Ayahnya Ariston, adalah keturunan dari raja pertama Athena yang pernah berkuasa
pada abad ke-7 SM. Semnentara ibunya, periction adalah keturunan keluarga
solon, seorang pembuat undang-undang, penyair, memimpin militer dari kaum
ningrat dan pendiri demokrasi Athena termuka (smith, 1986:29). Menurut plato,
pendidikan itu sangat perlu, baik bagi dirinya selaku individu maupun sebagai
warga Negara.
Negara wajib memberi pendidikan kepada setiap warga negaranya. Namun
demikian, setiap peserta didik harus diberi kebebasan untuk mengikuti ilmu
sesuai bakat, minat, dan kemampuan masing-masing jenjang usianya. Sehingga
pendidikan itu sediri memberikan dampak dan perubahan bagi kehidupan pribadi,
bangsa, dan Negara. Menurut plato, idealnya dalam sebuah Negara pendidikan
memperoleh tempat yang paling utama dan mendapatkan perhatian yang yang sangat
mulia, maka ia harus di selenggarakan oleh Negara. Karena pendidikan itu
sebenarnya merupakan suatu tidakan pembebasan dari belenggu ketidaktahuan dan
ketidakbenaran. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengetahui apa yang benar
dan apa yang tidak benar.
Dengan pendidikan pula, orang-orang akan mengenal apa yang baik dan apa
yang jahat, apa yang patut dan apa yang tidak patut(Raper,1988:110).
·
Pemikiran filsafat
pendidikan menurut Aristoteles (367-345 SM )
Aristoteles adalah murid plato. Dia adalah seorang cendikiawan dan intelek
terkemuka, mungkin sepanjang masa. Umat manusia telah berutang budi padanya
oleh karena banyaknya kemajuan pemikiranya dalam filsafat dan ilmu pengetahuan,
khususnya logika, politik, etika, biologi, dan psikologi. Aristoteles lahir
tahun 394 SM, di Stagira, sebuah kota kecil di semenanjung Chalcidice di
sebelah barat laut Egea. Ayahnya, NIchomachus adalah dokter perawat Amyntas II,
raja Macedonia, dan ibunya, phaesta mempunyai nenek moyang terkemuka.
Menurut Aristoteles,
agar orang bisa hidup baik maka ia harus mendapatkan pendidikan. Pendidikan
bukanlah soal akal semata-mata, melainkan soal memberi bingbingan kepada
perasaan-perasaan yang lebih tinggi,yaitu akal, guna mengatur nafsu-nafsu. Akal
sendiri tidak berdaya, sehingga ia memerlukan dukungan perasaan yang lebih
tinggi agar di arahkan secara benar.
No comments:
Post a Comment