Sumberku Makalah - MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM DAN ORIENTASINYA - Sumberku Makalah

Sumberku Makalah

Sumberku Makalah merupakan blog milik Imron Nur Huda yang merupakan salah seorang alumni Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu tahun 2018 yang kini telah beralih status menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Datokarama Palu. Dimana di dalamnya berisi tentang makalah-makalah yang notabenenya merupakan tugas kuliah dari sang pemilik blog beserta teman-temannya.

Post Top Ad

Responsive Ads Here

 





Sumberku Makalah - MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM DAN ORIENTASINYA

Sumberku Makalah - MODEL-MODEL PENDIDIKAN ISLAM DAN ORIENTASINYA

Share This


KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah senantiasa kita haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya khususnya nikmat kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dalam mata kuliah ”Pengembangan Pusat Sumber Belajar Madrasah”, sebagai bahan materi perkuliahan pada saat ini.
Shalawat dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah menuntun kita ke jalan yang benar. Selanjutnya kami berterima kasih kepada teman-teman semua yang ikut berpartisipasi menyelesaikan tugas ini sehingga dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Demikian, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan diberikan pengetahuan yang banyak dan khususnya mengenai model-model pendidikan Islam dan orientasinya, kami mengucapkan terima kasih dan semoga Allah meridhohi segala usaha kita.


Palu, 04 April 2017
PENYUSUN

KELOMPOK VI







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
  1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
  2. Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
  3. Tujuan .......................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN................................................................................... 3
  1. Pengertian Pengelolaan Personalia................................................................ 3
  2. Urgensi Pengelolaan Personalia dan Struktur Personalia dalam PSB...........................................................................................................3
C.     Pengelolaan Staf PSB..................................................................................6
D.     Pondok Pesantren dan PSB Pendidikan Agama Islam......................................7
E.      Macam-macam Sumber Belajar PAI di Pesantren...........................................7
F.      Pendayagunaan Bahan Literatur Klasik sebagai Sumber Belajar.......................9
BAB III. PENNUTUP.........................................................................................11
A.  Kesimpulan ...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan di zaman sekarang ini sangat penting karena dengan mengikuti pendidikan kita mengetahui ilmu baru yang belum kita ketahui sebelumnya. Dalam pendidikan/pembelajaran itu banyak sekali model-model pembelajaran yang mana dengan adanya model-model pembelajaran tersebut kita bisa menjadikan pendidikan menjadi mudah untuk dipahami dan dimengerti khususnya bagi pelajar yang sedang mengikuti pelajaran dikelas.
Ditengah-tengah kemelut resesi kehidupan manusia di berbagai bidang, terutama bidang ekonomi-keuangan, dimana nilai-nilai yang mendasarinya juga terkena dampak negatifnya sehingga goyah dan rentan menjadi transitif, maka pendidikan Islam sebagai salah satu bagian dari kehidupan universal, tak dapat terhindar dari dampak keguncangannya.
Realita perubahan sosiokultural yang melanda seluruh bangsa, termasuk bangsa Indonesia, menuntut kepada adanya konsepsi baru yang tanggap dan sanggup memecahkan problem-problem kehidupan umat manusia melaui pusat-pusat gerakan yang paling strategis dalam masyarakat. Salah satu pusat strategis tersebut adalah gerakan kependidikan yang mempunyai landasan ideal dan operasional yang kokoh berdasarkan nilai-nilai yang pasti dan antisipatif kepada kemajuan hidup masa mendatang.
Dari latar belakang diatas, maka kami menyusun makalah yang berjudul “Model-Model Pendidikan Islam dan Orientasinya” yang sudah kami rangkum secara singkat dan jelas untuk dipelajari dan mudah untuk dimengerti bagi pembaca.
A.  Rumusan masalah

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1.      Apa itu pendidikan islam ?
2.      Bagaimana pendidikan Islam sebagai agen teknologi, kultur budaya, dan motivasi ?
3.      Bagaimana model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat ?
4.      Bagaimana model pendidikan Islam yang berorientasi pada filosofis, etimologis, dan pedagogis ?
B.  Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

1.        Agar dapat mengetahui pendidikan Islam itu apa.
2.        Agar dapat mengetahui pendidikan Islam sebagai agen teknologi, kultur budaya, dan motovasi.
3.        Agar dapat mengetahui model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat.
4.        Agar dapat mengetahui model pendidikan Islam yang berorientasi pada filosofis, etimologis, dan pedagogis.


















BAB II
PEMBAHASAN

A.     Pengertian Pendidikan Islam
Definisi pendidikan Islam menurut Al-Attas diperuntukan untuk manusia saja. Menurutnya pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat digunakan untuk menggambarkan pengetahuan pendidikan itu, sementara istilah tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun pengenalan dan pengakuan tentang hakikat bahwa tentang pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara hirarkis sesuai dengan beberapa tingkatan derajat mereka dan tentang tempat seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam , arti dari pengetahuan itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat sehubungan dengan apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarag, kelompok, komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus beradsarkan kriteria Al-Qur’an tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif.
Dalam pandangan Al-Attas pendidikan Islam harus terlebih dahulu diberikan kepada manusia sebagai peserta didik, pendidikan tersebut berupa pengetahuan tentang manusia disusul dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Dengan demikian dia akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu “dari mana dia, sedang diman dia, dan mau kemana dia kelak”. Jika ia tahu jati dirinya, maka ia akan selalu ingat dan sadar serta mampu dalam memposisikan dirinya, baik terhadap sesama makhluk, dan yang terlebih lagi kepada Allah SWT. Ketiga realita yaitu, manusia, alam, dan Tuhan diakui keberadaanya, dengan Tuhan sebagai sumber dari segalanya (alam dan manusia). Tuhan dapat dipahami sebagaimana diinformasikan dalam Al-Qur’an sebagai Rabb al-Alamin, dan Rabb al-Nass.
Menurut Hasan Langgulung merumuskan pendidikan islam sebagai suatu proses penyiapan generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal didunia dan memetik hasilnya di akhirat.
Dari berbagai literatur terdapat berbagai macam pengertian pendidikan islam. Menurut Athiya Al-Abrasy, pendidikan islam adalah mempesiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus, profesional dalam bekerja, dan manis tutur sapanya.
Menurut Ahmad D.Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan islam adalah bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.
Bila pendidikan diartikan sebagai latihan mental , moral dan fisik yang bisa menghasilkan manusia berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggungjawab.[1]
Oleh karena itu, bila manusia berpredikat muslim, mereka benar-benar akan menjadi penganut agama yang baik, menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan ajarannya sesuai Iman dan Akidah Islamiah.
Untuk tujuan itulah manusia harus di didik melalui proses pendidikan Islam. Berdasarkan pandangan diatas pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak kepribadiannya.[2]
Dengan demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.



B.     Pendidikan Islam sebagai Agen Teknologi, Kultur Budaya, dan Motivasi

Pendidikan Islam yang bertugas menggali, menganalisis, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam yang bersumberkan Al-Qur’n dan hadits. Sumber ajaran Islam itu benar-benar lentur dan kenyal serta responsive, tanggap terhadap tuntutan hidup manusia yang makin maju dalam segala hal dan modern. Ayat-ayat yang mendorong dan merangsang akal pikiran untuk berilmu pengetahuan dan teknologi yaitu dalam surah Ar-Rahman ayat 1-33 tentang kelautan dan luar angkasa.[3]
Dalam pandangan agama manusia diberi dua pilihan yaitu jalan sesat yang menjerumuskan ke jurang nista dan jalan kebenaran yang menuntun manusia menju keridhaan Allah sehingga merasakan bahagia dunia dan akhirat. Proses pendidikan harus mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang dedikatif dan berserah diri kepada Allah. Materi pendidikan harus mengarahkannya dari asal usul manusia sehingga dia akan mengerti arti hidup. Kurikulum materi pendidikan harus mengandung nilai-nilai Islami.
Pendidikan Islam dapat dikembangkan menjadi suatu agent of techonologically and culturally motivating resources dalam berbagai model yang mampu mendobrak pola pikir tradisional yang pada dasarnya demokratis, kurang dinamis, dan berkembang secara bebas. Pada prisnsipnya nilai-nilai Islam tidak menekan atau membelenggu pola pikir manusia dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Relevan dengan hal tersebut adalah kemampuan berijtihad  dalam segala bidang ilmu pengetahuan perlu dikembangkan terus-menerus. Yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana membudidayakan ide-ide dan konsep-konsep keilmiahan yang bersumberkan kitab suci Al-Qur’an ke dalam educational engineering yang operasinal dan fungsional sehingga dapat mengacu ke dalam perkembangan masyarakat yang makin dinamis.[4]
Proses dialogis antara agama dan IPTEK harus dilangsungkan terus-menerus untuk membangun struktur dan kultur kehidupan stabil dan damai yang bersendikan Iman dan Taqwa kepada Tuhan seru sekalian alam.
Peranan maksimalnya mendasari dan memotivasi perkembangan IPTEK dengan Iman, Islam, dan Ihsan sehingga ia mengabdikan kepada kepentingan hidup manusia. Bukan sebaliknya, manusia mengabdi kepada IPTEK.
Orientasi dasar pendidikan Islam, yang diletakkan oleh Rasulullah pada awal risalahnya ialah menumbuhkembangkan sistem kehidupan sosial yang penuh kebajikan dan kemakmuran (dengan amal saleh), meratakan kehidupan ekonomi yang bertumpu pada nilai-nilai moral tinggi; dan berorientasi kepada kebutuhan pendidikan yang mengembangkan daya kreativitas dan pola pikir intelektual bagi terbinanya tekno-sosial yang berkeadilan dan berkemakmuran. Ketiga dimensi oerientasi dasar tersebut menjadi modal pokok untuk mendinamisasikan umat manusia pada kurun waktu permulaan sejarah pendidikan Islam, yaitu pada zaman Nabi dan sahabat besar Nabi (khulafa’ ar-rasyidun). Pendidikan Islam benar-benar menggugah potensi alami manusia yang suci bersih sehingga mengacu kepada tuntutan aspiratif yang bercitra Ilahiah dan Insaniah.[5]
Umat Islam harus mengubah sikap pandangannya yang lama, yaitu dari lembaga pendidikan Islam hanya sebagai gudang ilmu atau bank transfer dan transmisi cultural  menjadi sentra pengolahan ilmu yang alamiah dan ilmiah yang mengacu kepada tuntutan masyarakat yang thoyibah warabbun ghafur dapat terwujud.
Oleh karena itu, berbagai model pendidikan Islam yang berorientasi perspektif ke masa depan merupakan jawaban yang tepat guna.



C.     Model –model Pendidikan Islam yang sesuai Kebutuhan Umat

Berikut merupakan model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat yaitu :

1.    Model Pendidikan Islamic Boarding System

Model Pendidikan Islamic
Boarding System melakukan solusi  strategis dengan menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang lebih bersifat fungsional, yakni :
Pertama, membangun lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis Islam, yaitu :
ð Kurikulum yang paradigmatik
ð Asatidz dan asatidzah yang amanah dan kafaah
ð Proses belajar mengajar secara Islami
ð Lingkungan dan budaya madrasah yang optimal.[6]
Dengan melakukan optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.

Kedua, membuka lebar ruang interaksi dengan kluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.

Untuk menciptakan kultur sekolah yang bersih dari pengaruh negatif msyarakat, progrm full-day school dan boarding school merupakan alternatif yang dapat dilakukan. Karena itu, tiga poros sekolah, asrama/pesantren, dan masjid yang berperan penting dalam pengembangan SDM tapi selama ini terpisah-pisah, harus dapat diharmonisasikan. Sekolah berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum pendidikan secar formal sesuai dengan jenjang yang ada. Asrama merupakan sarana di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan formal. Sikap disiplin, kemandirian, kepemimpinan, dan tanggung jawab dapat diciptakan dalam asrama. Sedangkan masjid merupakan pusat kegiatan keislaman siswa. Di masjid, siswa akan melakukan shalat berjamaah, pembinaan kepribadian dan kegiatan lainnya. Jika ketiganya diintegrasikan, diharapkan akan tercipta budaya sekolah yang ideal.

Tujuan ini merupakan konsekuensi keimanan seorang muslim dalam seluruh aktivitas kesehariannya. Identitas kemusliman akan nampak pada kepribadian seorang muslim, yakni pada pola berpikir (aqliyah) dan pola bersikapnya (nafsiyah) yang distandarkan pada aqidah Islam. Islam mendorong setiap muslim untuk maju dengan cara men-taklif-nya (beban hukum) kewajiban menuntut ilmu, baik ilmu yang berkaitan langsung dengan Islam (tsaqofah Islam) maupun ilmu pengetahuan umum (IPTEK).[7]

2.    Pesantren
Beberapa pandangan yang mengarah kepada definisi pesantren. Abdurrahman Wahid, mendefinisikan pesantren secara teknis, pesantren adalah tempat di mana santri tinggal. Secara definitif Imam Zarkasyi, mengrtikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan sistem asrama atau pondok, di mana kiyai sebagai figur sentralnya, masjid sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah bimbingan kiyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
Ada beberapa model pengajaran yang diberlakukan di pesantren-pesantren, diantaranya sorongan, weton/bandongan, halaqah, hafalan, Hiwar, Bahtsul Masa’il, Fathul kutub, dan Muqoronah. Model pembelajaran tersebut tentunya belum mewakili keseluruhan dari metode-metode pembelajaran yang ada di pondok pesantren, tetapi setidaknya palin banyak diterapkan di lembaga pendidikan tersebut. Pendidikan pesantren berorientsi pada IPTEK sebagai kebenaran relatif dan IMTAQ sebagai kebanaran mutlak. Berbeda dengan pendidikan sekuler yang hanya berorientasi pada IPTEK.[8]

3.         TPA/TPQ
Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA/TPQ) adalah unit pendidikan non-formal jenis keagaman berbasis komunitas muslim yang menjadikan Al-Qur’an sebagai materi utamanya, dan diselenggarakan dalam suasana yang indah, bersih, rapi, nyaman, dan menyenangkan sebagai cerminan nilai simbolis dan filosofis dari kata TAMAN yang dipergunakan. TPA/TPQ bertujuan menyiapkan terbentuknya generasi Qur’ani, yaitu generasi yang memiliki komitmen terhadap Al-Qur’an sebagai sumber perilaku, pijakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal ini ditandai dengan kecintaan yang mendalam terhadap Al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus-menerus mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan di TPA/TPQ orientasinya lebih menekankan pada dimensi akhlak dan kemampuan dalam baca tulis Al-Qura’an. Peserta didik (santri/santriwati) TPA/TPQ akan mendapat pendampingnya yang lebih intensif dibandingkan pendidikan formal di sekolah. Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa nyaman dalam belajar sehingga materi yang disampaikan lebih mudah dipahami, lebih jauh lagi agar lebih mudah diimplementasikan dalam kehidupan keseharian.

4.         Madrasah
Kata madrasah berasal dari bahasa Arab “daras” yang berarti belajar. Istilah madrasah merupakan tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan, atau memberantas kebodohan mereka serta melatih keterampilan mereka sesuai bakat , minat, dan kemampuannya. Madrasah tidak hanya diartikan sebagai sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai dengan rumah, istana, kuttab, masjid, perpustakaan surau, dan tempat-tempat lainnya. Bahkan seorang ibu dapat dikategorikan sebagai al-madrasah al’ula (madrasah pemula).

Dalam proses belajar mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah. Namun di Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni “sekolah agama”, tempat dimana ank-anak didik meperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan keagamaan.

Dalam prakteknya memang ada madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan(al-’ulum al-diniyyah), juga mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu, ada madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata “madrasah” berasal dari bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Menyebabkan masyarakat lebih memahami “madrasah” sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni “tempat untuk belajar agama” atau “tempat untuk memberikan pelajaran agam dan keagamaan”.

5.         Sekolah Islam Terpadu
Orientasi sekolah Islam terpadu adalah mengembangkan personal secara optimal, menjadikan anggota masyarakat yang berguna menjadi insan kamil. Peserta didik diharapkan dapat memiliki aqidah yang benar, beribadah secara benar, berakhlak mulia, cinta dan terampil membaca Al-Qur’an, berakal budi yang cerdas, berbadan sehat dan kuat, dekat dan cinta dengan Al-Qur’an, bertindak kreatif (terampil, mandiri, dan bertanggung jawab), bersikap positif (santun, toleran, jujur, berani, disiplin, rajin, cinta kasih sesama).
Kurikulum yang digunakan di sekolah Islam terpadu yaitu kurikulum nasional yang diwarnai dengan nilai-nilai Islam melalui penambahan bidang studi keislaman, baik secara terpisah maupun terintegrasi desain kurikulum.
Berorientasi pada kebutuhan siswa, lingkungan, dan perkembangan IPTEK, implementasi kurikulum lebih mengedepankan integrasi secara fungsional dan kreatif antar aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.
Adapun beberapa metode pembelajarn yang diterapkan di sekolah Islam terpadu antara lain :
ð  Dialog, diskusi, dan curhat pendapat.
ð  Belajar sambil bebuat.
ð  Visitasi.
ð  Metode belajar sinektik (kreatif).
ð  Belajar menggunakan komputer yang terkendali dan terarah.[9]



D.    Model Pendidikan Islam yang berorientasi pada Filosofis, Etimologis, dan Pedagogis

Dengan memperhatikan potensi psikologis, pedagogis manusia model pendidikan Islam seharusnya berorientasi kepada pandangan falsafah sebagai berikut :
1.        Filosofis, memandang manusia didik adalah hamba Tuhan yang diberi kemampuan fitrah, dinamis, dan sosial-religius serta yang psiko-fisik.
2.        Etimologis, potensi berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan berilmu pengetahuan untuk menegakkan iman yang bertauhid, yang basyariyah dharuriah, manjadi shibghah  manusia muslim sejati berderajat mulia.
3.        Pedagogis, manusia adalah makhluk belajar sejak dari ayunan sampai liang lahat yang proses perkembangannya didasari nilai-nilai islami yang dialogis terhadap tuntutan Tuhan dan tuntutan perubahan sosial, lebih cenderung kepada pola hidup yang harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, serta kemampuan belajarnya disemangati oleh misi kekhalifahan di muka bumi.[10]

Secara kurikuler  model-model tersebut didesain menjadi :
1.        Content, lebih di fokuskan pada permasalahan sosiokultural masa kini untuk diproyeksikan ke masa depan, dengan kemampuan anak didik mengungkapkan tujuan dan nilai-nilai yang inheren dengan tuntutan Tuhan.
2.        Pendidik, bertanggung jawab terhadap penciptaan situasi komunitas yang dialogis interdependen dan terpercaya.
3.        Anak didik, dalam proses belajar mengajar melakukan hubungan dialogis dengan yang lain. Menjadi pribadi yang bertakwai rahmatan lil’alamin. Tujuan hidup manusia dalam Islam inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan islam.
                                                                                      
Pendidikan Islam yang bertugas pokok menggali, menganalisis, dan mengembangkan serta mengamalkan ajaran Islam bersumberkan Alqur’an dan Al-Hadits, cukup memperoleh bimbingan dan arahan dari kandungan makna yang terungkap dari kedua sumber tuntutan tersebut. Makna yang komprehensif dari sumber tersebut menjangkau dan melingkupi segala aspek kehidupan manusia modern.
Secara embrionik, dorongan, dan rangsangan ajaran Alqur’an terhadap perkembangan rasio untuk pemantapan iman dan takwa diperkokoh melalui ilmu pengetahuan manusia merupakan ciri khas islami, yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab suci agama lain. Alquran sebagai sumber pedoman hidup umat manusia telah menggelarkan wawasan dasar terhadap masa depan hidup manusia dengan rentangan akal pikirannya yang mendalam dan meluas sampai pada penemuan ilmu dan teknologi yang canggih.
Pandangan objektif dari salah seorang dokter bedah berkebangsaan Prancis, Dr. Maurice Bucaille, yang telah melakukan studi perbandingan mengenai Bibel dan Alquran serta sains modern sungguh mengejutkan umat Islam sendiri yang setiap hari memegang dan membaca kitab suci Alquran. Pendapat beliau berdasarkan standar ilmiah modern melalui analisis komparatif dan akademik terhadap kebenaran Alquran sebagai wahyu murni, secara tekstual dan materiil, menunjukkan bahwa “Alquran diwahyukan sesudah kitab suci sebelumnya, buka saja bebas dari kontradiksi dalam riwayat-riawayatnya. Kontradiksi yang menjadi ciri Injil karena disusun oleh manusia tetapi juga menyajikan kepada orang yang mempelajarinya secara objektif dengan mengambil petunjuk dari sains madern, suatu sifat yang khusus yakni persesuaian yang sempurna dengan hasil sains modern. Lebih dari itu semua sebagaimana telah kita buktikan, Alquran mengandung pernyataan ilmiah yang sangat modern yang tidak masuk akal, jika dikatakan bahwa orang yang hidup pada waktu Alquran itu diwahyukan adalah pencetus-pensetusnya. Dengan begitu, maka pengetahuan ilmiah modern memungkinkan kita memahami ayat-ayat tertentu dalam Alquran yang sampai sekarang tidak dapat di tafsirkan.[11]
Sendi-sendi yang mendasari kehidupan psikologis manusia, yaitu iman tauhid yang berdimensi ketakwaan yang monoloyal kepada Allah, berhasil mendorong dan di pacu untuk berperan nyata dalam segala bidang kehidupan yang melahirkan sikap hidup  fastabiqul khairat.
Menurut al-Ghazali, secara potensial pengetahuan itu telah eksis dalam jiwa manusia bagaikan benih yang ada di dalam tanah. Ia memandang bahwa sistem perkembangan kemampuan rasionalitas itu berdasarkan pola keseimbangan dengan kekuasaan Tuhan dan keseimbangan penalaran dengan pengalaman mistik yang memberikan ruang bagi bekerjanya rasio, serta keseimbangan antara berpikir edukatif dengan pengalaman empiris manusia.
Ibnu Khaldun berpandangan serupa dengan al-Ghazali. Menurutnya akal pikiran (rasio) merupakan kekuatan menciptakan kehidupan dan kerja sama dengan anggota-anggota masyarakat serta untuk menerima wahyu Tuhan melalui Rasul-Nya. Akal pikiran itulah yang menjadi dasar bagi kegiatan belajarnya. Ibnu Sina yang berpandangan idealistis dalam pendidikan lebih menekankan pembinaan akhlak atau moralitas. Namun dalam operasionalisasi kependidikan ia berpaham empiris.
Lebih lanjut Muhammad Abduh lebih mengedepankan kemampuan rasional dalam proses pemahaman ajaran Islam melalui pendidikan. Ia memandang bahwa peranan sistem pendidikan besar sekali bagi proses modernisasi kehidupan umat Islam. Pendidikan harus didasari dengan moral dan agama. Pendidikan agama diintegrasikan ke dalam ilmu pendidikan agama. Pendidikan dipandang sebagai alat yang paling efektif untuk mengadakan pembaruan atau perubahan.
Model-model pendidikan yang terbukti tidak memuaskan tuntutan umat terlihat pada praksisasinya sebagai berikut :
1.        Model pendidikan Islam yang berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai yang konservatif dan asketis harus  dilestarikan dalam sosok pribadi muslim yang resisten terhadap pukulan gelombang zaman.
2.        Jika pendidikan Islam berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai islami yang mengandung potensi mengubah nasib masa lampau ke masa kini yang dijadikan inti kurikulum pendidikan, maka model pendidikan Islam menjadi bercorak perenialistik di man nilai-nilai yang terbukti tahan lama saja yang diinternalisasikan ke dalam pribadi anak didik. Sedang nilai-nilai yang potensial bagi semangat pembaruan ditinggalkan.
3.        Bila pendidikan Islam hanya lebih berorientasi pada personalisasi kebutuhan pendidikan dalam segala aspeknya, maka ia bercorak individualistis, di mana potensi aloplastik (bersifat mengubah dan membangun) masyarakat dan alam sekitar kurang mengacu kepada kebutuhan sosiokultural.
4.        Jika pendidikan Islam berorientasi kepada masa depan sosio, masa depan tekno, dan masa depan bio, di mana ilmu dan teknologi menjadi pelaku perubahan dan pembaruan kehidupan sosial, maka pendidikan Islam bercorak teknologis, di mana nilai-nilai samawi ditinggalkan diganti dengan nilia-nilai pragmatik-realivistik kultural.
5.         Akan tetapi, jika pendidikan Islam yang berorientasi kepada perkembangan masyarakat berdasarkan proses dialogis di mana manusia di tempatkan sebagai geiger-counter, pendeteksi sinar radioaktif elemen-elemen sosial yang berpotensi kontroversial ganda, yaitu membahagiakan dan menyejahterakan. Maka mekanisme reaksi dalam perkembangan manusia menjadi gersang dari nilai-nilai Ilahi yang mendasari fitrah.[12]















BAB III
PENUTUP
A.       Kesimpulan

1.      pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.
2.      Pendidikan Islam dapat dikembangkan menjadi suatu agent of techonologically and culturally motivating resources dalam berbagai model yang mampu mendobrak pola pikir tradisional yang pada dasarnya demokratis, kurang dinamis, dan berkembang secara bebas. Pada prisnsipnya nilai-nilai Islam tidak menekan atau membelenggu pola pikir manusia dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Relevan dengan hal tersebut adalah kemampuan berijtihad  dalam segala bidang ilmu pengetahuan perlu dikembangkan terus-menerus. Yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana membudidayakan ide-ide dan konsep-konsep keilmiahan yang bersumberkan kitab suci Al-Qur’an ke dalam educational engineering yang operasinal dan fungsional sehingga dapat mengacu ke dalam perkembangan masyarakat yang makin dinamis.
3.      Berikut merupakan model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat yaitu :
a.         Model Pendidikan Islamic Boarding System
b.        Pesantren
c.         TPA/TPQ
d.        Madrasah
e.         Sekolah Islam Terpadu
4.      Dengan memperhatikan potensi psikologis, pedagogis manusia model pendidikan Islam seharusnya berorientasi kepada pandangan falsafah sebagai berikut :
a.         Filosofis, memandang manusia didik adalah hamba Tuhan yang diberi kemampuan fitrah, dinamis, dan sosial-religius serta yang psiko-fisik.
b.        Etimologis, potensi berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan berilmu pengetahuan untuk menegakkan iman yang bertauhid, yang basyariyah dharuriah, manjadi shibghah  manusia muslim sejati berderajat mulia.
c.         Pedagogis, manusia adalah makhluk belajar sejak dari ayunan sampai liang lahat yang proses perkembangannya didasari nilai-nilai islami yang dialogis terhadap tuntutan Tuhan dan tuntutan perubahan sosial, lebih cenderung kepada pola hidup yang harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, serta kemampuan belajarnya disemangati oleh misi kekhalifahan di muka bumi.





















DAFTAR PUSTAKA

Al Qarashi, Baqir Sharif. 2000. Seni Mendidik Islami. Jakarta: Pustaka Zahra.
Adiwikarta, endang soetari. 2009. Mereka Bicara Pendidikan Islam,Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adi, Susono dkk. 1997. Solusi Islam Atas Problematika Umat. Jakarta: Gema insan press.
Dr. moh. Roqib,M . Ag. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS.
Arifin, Muhammad. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Daulay, Haidar Putra. 2006. Pendidikan Islam – Dalam Sistem Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana
Nata, Abuddin. 2008. Tafisr Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
Muzayyin Arifin, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, Jakarta: Bumi Aksara,2003
Dewi Asiyah, “Model-Model Pendidikan Islam dan Orientasinya”dalam model-model Pendidikan Islam//, 2014
Yundi,,”problematika, metode, dan model pendidikan Islam”dalam konsultasi problematika, metode, dan model pendidikan Islam//, 2014
Jurnal: Rohadi Abdul Fattah, dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Putra Daulay, Haidar. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Hasbulloh, “Kapita selekta Pendidikan Islam”Jakarta : PT Raja Grafindo persada



1 Al Qarshi, Baqir sharif. 2000 Seni Mendidik Islami. Jakarta : Pustaka Zahra.

[2] Adiwikarta, endang soetari. 2009 Mereka Bicara Pendidikan Islam sebuah Buga Rampai.  Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
[3] Nata, Abuddin. 2008. Tafisr Ayat-ayat Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
[4] Adi, Susono dkk. 1997. Solusi Islam Atas Problematika Umat. Jakarta: Gema insan press.

[5] Dr. moh. Roqib,M . Ag. 2009. Ilmu Pendidikan Islam. Yogyakarta: LkiS.
[6] Arifin, Muhammad. 2008. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
[7] Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia

[8] Daulay, Haidar Putra. 2006. Pendidikan Islam – Dalam Sistem Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana
[9] Muzayyin Arifin, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, Jakarta: Bumi Aksara,2003
 
[10] Dewi Asiyah, “Model-Model Pendidikan Islam dan Orientasinya”dalam model-model Pendidikan Islam//, 2014
[11]Jurnal: Rohadi Abdul Fattah, dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan.
Arifin, Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Putra Daulay, Haidar. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana.
Hasbulloh, “Kapita selekta Pendidikan Islam”Jakarta : PT Raja Grafindo persada
 
[12]   Yundi,,”problematika, metode, dan model pendidikan Islam”dalam konsultasi problematika, metode, dan model pendidikan Islam//, 2014
 


No comments:

Post a Comment

Post Bottom Ad

Responsive Ads Here