Puji
syukur marilah senantiasa kita haturkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya khususnya nikmat kesehatan, sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah dalam mata kuliah ”Pengembangan Pusat Sumber
Belajar Madrasah”, sebagai bahan materi perkuliahan pada saat ini.
Shalawat
dan salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW yang telah
menuntun kita ke jalan yang benar. Selanjutnya kami berterima kasih kepada
teman-teman semua yang ikut berpartisipasi menyelesaikan tugas ini sehingga
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Semoga makalah ini memberikan manfaat
bagi kita semua, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.
Demikian,
semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua dan diberikan pengetahuan yang
banyak dan khususnya mengenai model-model pendidikan Islam dan orientasinya,
kami mengucapkan terima kasih dan semoga Allah meridhohi segala usaha kita.
Palu, 04 April
2017
PENYUSUN
KELOMPOK VI
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................
i
DAFTAR ISI......................................................................................................
ii
BAB I. PENDAHULUAN..................................................................................
1
- Latar Belakang .......................................................................................... 1
- Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
- Tujuan .......................................................................................................2
BAB II. PEMBAHASAN...................................................................................
3
- Pengertian Pengelolaan Personalia................................................................ 3
- Urgensi Pengelolaan Personalia dan Struktur Personalia dalam PSB...........................................................................................................3
C.
Pengelolaan Staf
PSB..................................................................................6
D. Pondok Pesantren dan PSB Pendidikan Agama
Islam......................................7
E. Macam-macam Sumber Belajar PAI di
Pesantren...........................................7
F.
Pendayagunaan Bahan Literatur Klasik sebagai Sumber
Belajar.......................9
BAB III. PENNUTUP.........................................................................................11
A. Kesimpulan ...............................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 12
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan di zaman sekarang ini sangat penting karena
dengan mengikuti pendidikan kita mengetahui
ilmu baru yang belum kita ketahui sebelumnya. Dalam pendidikan/pembelajaran itu banyak sekali model-model
pembelajaran yang mana dengan adanya model-model pembelajaran tersebut kita bisa menjadikan pendidikan menjadi mudah untuk dipahami
dan dimengerti khususnya bagi pelajar yang sedang mengikuti pelajaran dikelas.
Ditengah-tengah
kemelut resesi kehidupan manusia di berbagai bidang, terutama bidang
ekonomi-keuangan, dimana nilai-nilai yang mendasarinya juga terkena dampak
negatifnya sehingga goyah dan rentan menjadi transitif, maka pendidikan
Islam sebagai salah satu bagian dari kehidupan universal, tak dapat
terhindar dari dampak keguncangannya.
Realita
perubahan sosiokultural yang melanda seluruh bangsa, termasuk bangsa
Indonesia, menuntut kepada adanya konsepsi baru yang tanggap dan sanggup
memecahkan problem-problem kehidupan umat manusia melaui pusat-pusat gerakan
yang paling strategis dalam masyarakat. Salah satu pusat strategis tersebut
adalah gerakan kependidikan yang mempunyai landasan ideal dan operasional yang
kokoh berdasarkan nilai-nilai yang pasti dan antisipatif kepada kemajuan hidup
masa mendatang.
Dari latar belakang diatas, maka kami menyusun makalah yang berjudul “Model-Model
Pendidikan Islam dan Orientasinya” yang sudah kami rangkum secara singkat dan
jelas untuk dipelajari dan mudah untuk dimengerti bagi pembaca.
A. Rumusan
masalah
Adapun yang menjadi rumusan
masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Apa itu pendidikan
islam ?
2.
Bagaimana pendidikan
Islam sebagai agen teknologi, kultur budaya, dan motivasi ?
3.
Bagaimana model-model
pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat ?
4.
Bagaimana model pendidikan
Islam yang berorientasi pada filosofis, etimologis, dan pedagogis ?
B. Tujuan
Adapun tujuan
dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Agar dapat mengetahui
pendidikan Islam itu apa.
2.
Agar dapat mengetahui
pendidikan Islam sebagai agen teknologi, kultur budaya, dan motovasi.
3.
Agar dapat mengetahui
model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat.
4.
Agar dapat mengetahui model
pendidikan Islam yang berorientasi pada filosofis, etimologis, dan pedagogis.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Pendidikan Islam
Definisi
pendidikan Islam menurut Al-Attas diperuntukan untuk manusia saja. Menurutnya
pendidikan Islam dimasukkan dalam At-ta’dib, karena istilah ini paling tepat
digunakan untuk menggambarkan pengetahuan pendidikan itu, sementara istilah
tarbiyah terlalu luas karena pendidikan dalam istilah ini mencakup juga
pendidikan kepada hewan. Menurut Al-Attas Adabun pengenalan dan pengakuan
tentang hakikat bahwa tentang pengetahuan dan wujud bersifat teratur secara
hirarkis sesuai dengan beberapa tingkatan derajat mereka dan tentang tempat
seseorang yang tepat dalam hubungannya dengan hakikat itu serta dengan
kepastian dan potensi jasmaniah, intelektual, maupun rohaniah seseorang.
Dari
pengertian Al-Attas tersebut dibutuhkan pemahaman yang mendalam , arti dari
pengetahuan itu adalah, “pengenalan” adalah menemukan tempat yang tepat
sehubungan dengan apa yang dikenali, sedangkan “pengakuan” merupakan tindakan
yang bertalian dengan pengenalan tadi. Pengenalan tanpa pengakuan adalah
kecongkakan, dan pengakuan tanpa pengenalan adalah kejahilan belaka. Dengan
kata lain ilmu dengan amal haruslah seiring. Ilmu tanpa amal maupun amal tanpa
ilmu adalah kesia-siaan. Kemudian tempat yang tepat adalah kedudukan dan
kondisinya dalam kehidupan sehubungan dengan dirinya, keluarag, kelompok,
komunitas dan masyarakatnya, maksudnya dalam mengaktualisasikan dirinya harus
beradsarkan kriteria Al-Qur’an tentang ilmu, akal, dan kebaikan (ihsan) yang
selanjutnya mesti bertindak sesuai dengan ilmu pengetahuan secara positif.
Dalam
pandangan Al-Attas pendidikan Islam harus terlebih dahulu diberikan kepada
manusia sebagai peserta didik, pendidikan tersebut berupa pengetahuan tentang
manusia disusul dengan pengetahuan-pengetahuan lainnya. Dengan demikian dia
akan tahu jati dirinya dengan benar, tahu “dari mana dia, sedang diman dia, dan
mau kemana dia kelak”. Jika ia tahu jati dirinya, maka ia akan selalu ingat dan
sadar serta mampu dalam memposisikan dirinya, baik terhadap sesama makhluk, dan
yang terlebih lagi kepada Allah SWT. Ketiga realita yaitu, manusia, alam, dan
Tuhan diakui keberadaanya, dengan Tuhan sebagai sumber dari segalanya (alam dan
manusia). Tuhan dapat dipahami sebagaimana diinformasikan dalam Al-Qur’an
sebagai Rabb al-Alamin, dan Rabb al-Nass.
Menurut
Hasan Langgulung merumuskan pendidikan islam sebagai suatu proses penyiapan
generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai
islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal didunia dan memetik
hasilnya di akhirat.
Dari
berbagai literatur terdapat berbagai macam pengertian pendidikan islam. Menurut
Athiya Al-Abrasy, pendidikan islam adalah mempesiapkan manusia supaya hidup
dengan sempurna dan bahagia, mencintai tanah air, tegap jasmaninya, sempurna
budi pekertinya, pola pikirnya teratur dengan rapi, perasaannya halus,
profesional dalam bekerja, dan manis tutur sapanya.
Menurut
Ahmad D.Marimba memberikan pengertian bahwa pendidikan islam adalah bimbingan
jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum islam menuju kepada terbentuknya
kepribadian utama menurut ukuran-ukuran islam.
Bila
pendidikan diartikan sebagai latihan mental , moral dan fisik yang bisa
menghasilkan manusia berbudaya tinggi maka pendidikan berarti menumbuhkan
personalitas (kepribadian) serta menanamkan rasa tanggungjawab.[1]
Oleh
karena itu, bila manusia berpredikat muslim, mereka benar-benar akan menjadi
penganut agama yang baik, menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah
tetap berada pada dirinya. Ia harus mampu memahami, menghayati, dan mengamalkan
ajarannya sesuai Iman dan Akidah Islamiah.
Untuk
tujuan itulah manusia harus di didik melalui proses pendidikan Islam.
Berdasarkan pandangan diatas pendidikan Islam berarti sistem pendidikan yang
dapat memberikan kemampuan seseorang untuk memimpin kehidupannya sesuai dengan
cita-cita dan nilai-nilai Islam yang telah menjiwai dan mewarnai corak
kepribadiannya.[2]
Dengan
demikian pengertian pendidikan Islam adalah suatu sistem kependidikan yang
mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana
Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi
maupun ukhrawi.
B.
Pendidikan Islam
sebagai Agen Teknologi, Kultur Budaya, dan Motivasi
Pendidikan Islam yang
bertugas menggali, menganalisis, mengembangkan, dan mengamalkan ajaran Islam
yang bersumberkan Al-Qur’n dan hadits. Sumber ajaran Islam itu benar-benar
lentur dan kenyal serta responsive, tanggap terhadap tuntutan hidup manusia
yang makin maju dalam segala hal dan modern. Ayat-ayat yang mendorong dan
merangsang akal pikiran untuk berilmu pengetahuan dan teknologi yaitu dalam
surah Ar-Rahman ayat 1-33 tentang kelautan dan luar angkasa.[3]
Dalam pandangan agama
manusia diberi dua pilihan yaitu jalan sesat yang menjerumuskan ke jurang nista
dan jalan kebenaran yang menuntun manusia menju keridhaan Allah sehingga
merasakan bahagia dunia dan akhirat. Proses pendidikan harus mengarahkan
peserta didik menjadi manusia yang dedikatif dan berserah diri kepada Allah.
Materi pendidikan harus mengarahkannya dari asal usul manusia sehingga dia akan
mengerti arti hidup. Kurikulum materi pendidikan harus mengandung nilai-nilai
Islami.
Pendidikan Islam dapat
dikembangkan menjadi suatu agent of
techonologically and culturally motivating resources dalam berbagai model
yang mampu mendobrak pola pikir tradisional yang pada dasarnya demokratis,
kurang dinamis, dan berkembang secara bebas. Pada prisnsipnya nilai-nilai Islam
tidak menekan atau membelenggu pola pikir manusia dalam proses pengembangan
ilmu pengetahuan. Relevan dengan hal tersebut adalah kemampuan berijtihad dalam segala bidang ilmu pengetahuan perlu
dikembangkan terus-menerus. Yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana
membudidayakan ide-ide dan konsep-konsep keilmiahan yang bersumberkan kitab suci
Al-Qur’an ke dalam educational
engineering yang operasinal dan fungsional sehingga dapat mengacu ke dalam
perkembangan masyarakat yang makin dinamis.[4]
Proses dialogis antara
agama dan IPTEK harus dilangsungkan terus-menerus untuk membangun struktur dan
kultur kehidupan stabil dan damai yang bersendikan Iman dan Taqwa kepada Tuhan
seru sekalian alam.
Peranan maksimalnya
mendasari dan memotivasi perkembangan IPTEK dengan Iman, Islam, dan Ihsan
sehingga ia mengabdikan kepada kepentingan hidup manusia. Bukan sebaliknya,
manusia mengabdi kepada IPTEK.
Orientasi dasar
pendidikan Islam, yang diletakkan oleh Rasulullah pada awal risalahnya ialah
menumbuhkembangkan sistem kehidupan sosial yang penuh kebajikan dan kemakmuran
(dengan amal saleh), meratakan kehidupan ekonomi yang bertumpu pada nilai-nilai
moral tinggi; dan berorientasi kepada kebutuhan pendidikan yang mengembangkan
daya kreativitas dan pola pikir intelektual bagi terbinanya tekno-sosial yang
berkeadilan dan berkemakmuran. Ketiga dimensi oerientasi dasar tersebut menjadi
modal pokok untuk mendinamisasikan umat manusia pada kurun waktu permulaan
sejarah pendidikan Islam, yaitu pada zaman Nabi dan sahabat besar Nabi
(khulafa’ ar-rasyidun). Pendidikan Islam benar-benar menggugah potensi alami
manusia yang suci bersih sehingga mengacu kepada tuntutan aspiratif yang
bercitra Ilahiah dan Insaniah.[5]
Umat Islam harus
mengubah sikap pandangannya yang lama, yaitu dari lembaga pendidikan Islam
hanya sebagai gudang ilmu atau bank transfer dan transmisi cultural menjadi sentra pengolahan ilmu yang alamiah
dan ilmiah yang mengacu kepada tuntutan masyarakat yang thoyibah warabbun
ghafur dapat terwujud.
Oleh karena itu,
berbagai model pendidikan Islam yang berorientasi perspektif ke masa depan
merupakan jawaban yang tepat guna.
C.
Model –model Pendidikan
Islam yang sesuai Kebutuhan Umat
Berikut merupakan
model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat yaitu :
1. Model
Pendidikan Islamic Boarding System
Model Pendidikan
Islamic
Boarding System
melakukan solusi strategis dengan
menggagas suatu pola pendidikan alternatif yang bersendikan pada dua cara yang
lebih bersifat fungsional, yakni :
Pertama, membangun
lembaga pendidikan unggulan dengan semua komponen berbasis Islam, yaitu :
ð Kurikulum
yang paradigmatik
ð Asatidz
dan asatidzah yang amanah dan kafaah
ð Proses
belajar mengajar secara Islami
Dengan melakukan
optimasi proses belajar mengajar serta melakukan upaya meminimasi
pengaruh-pengaruh negatif yang ada dan pada saat yang sama meningkatkan
pengaruh positif pada anak didik, diharapkan pengaruh yang diberikan pada
pribadi anak didik adalah positif sejalan dengan arahan Islam.
Kedua, membuka lebar
ruang interaksi dengan kluarga dan masyarakat agar dapat berperan optimal dalam
menunjang proses pendidikan. Sinergi pengaruh positif dari faktor pendidikan
sekolah – keluarga – masyarakat inilah yang akan menjadikan pribadi anak didik
yang utuh sesuai dengan kehendak Islam.
Untuk menciptakan
kultur sekolah yang bersih dari pengaruh negatif msyarakat, progrm full-day school dan boarding school merupakan alternatif yang dapat dilakukan. Karena
itu, tiga poros sekolah, asrama/pesantren, dan masjid yang berperan penting
dalam pengembangan SDM tapi selama ini terpisah-pisah, harus dapat
diharmonisasikan. Sekolah berfungsi untuk mengintroduksikan kurikulum
pendidikan secar formal sesuai dengan jenjang yang ada. Asrama merupakan sarana
di luar sekolah yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pendidikan formal.
Sikap disiplin, kemandirian, kepemimpinan, dan tanggung jawab dapat diciptakan
dalam asrama. Sedangkan masjid merupakan pusat kegiatan keislaman siswa. Di
masjid, siswa akan melakukan shalat berjamaah, pembinaan kepribadian dan
kegiatan lainnya. Jika ketiganya diintegrasikan, diharapkan akan tercipta
budaya sekolah yang ideal.
Tujuan ini merupakan
konsekuensi keimanan seorang muslim dalam seluruh aktivitas kesehariannya.
Identitas kemusliman akan nampak pada kepribadian seorang muslim, yakni pada
pola berpikir (aqliyah) dan pola bersikapnya (nafsiyah) yang distandarkan pada
aqidah Islam. Islam mendorong setiap muslim untuk maju dengan cara
men-taklif-nya (beban hukum) kewajiban menuntut ilmu, baik ilmu yang berkaitan
langsung dengan Islam (tsaqofah Islam) maupun ilmu pengetahuan umum (IPTEK).[7]
2. Pesantren
Beberapa pandangan yang
mengarah kepada definisi pesantren. Abdurrahman Wahid, mendefinisikan pesantren
secara teknis, pesantren adalah tempat di mana santri tinggal. Secara definitif
Imam Zarkasyi, mengrtikan pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam dengan
sistem asrama atau pondok, di mana kiyai sebagai figur sentralnya, masjid
sebagai pusat kegiatan yang menjiwainya, dan pengajaran agama Islam dibawah
bimbingan kiyai yang diikuti santri sebagai kegiatan utamanya.
Ada beberapa model
pengajaran yang diberlakukan di pesantren-pesantren, diantaranya sorongan,
weton/bandongan, halaqah, hafalan, Hiwar, Bahtsul Masa’il, Fathul kutub, dan
Muqoronah. Model pembelajaran tersebut tentunya belum mewakili keseluruhan dari
metode-metode pembelajaran yang ada di pondok pesantren, tetapi setidaknya
palin banyak diterapkan di lembaga pendidikan tersebut. Pendidikan pesantren
berorientsi pada IPTEK sebagai kebenaran relatif dan IMTAQ sebagai kebanaran
mutlak. Berbeda dengan pendidikan sekuler yang hanya berorientasi pada IPTEK.[8]
3.
TPA/TPQ
Taman Pendidikan
Al-Qur’an (TPA/TPQ) adalah unit pendidikan non-formal jenis keagaman berbasis
komunitas muslim yang menjadikan Al-Qur’an sebagai materi utamanya, dan
diselenggarakan dalam suasana yang indah, bersih, rapi, nyaman, dan
menyenangkan sebagai cerminan nilai simbolis dan filosofis dari kata TAMAN yang
dipergunakan. TPA/TPQ bertujuan menyiapkan terbentuknya generasi Qur’ani, yaitu
generasi yang memiliki komitmen terhadap Al-Qur’an sebagai sumber perilaku,
pijakan hidup dan rujukan segala urusannya. Hal ini ditandai dengan kecintaan
yang mendalam terhadap Al-Qur’an, mampu dan rajin membacanya, terus-menerus
mempelajari isi kandungannya, dan memiliki kemauan yang kuat untuk
mengamalkannya secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari.
Pendidikan di TPA/TPQ
orientasinya lebih menekankan pada dimensi akhlak dan kemampuan dalam baca
tulis Al-Qura’an. Peserta didik (santri/santriwati) TPA/TPQ akan mendapat
pendampingnya yang lebih intensif dibandingkan pendidikan formal di sekolah.
Hal ini diharapkan dapat menumbuhkan rasa nyaman dalam belajar sehingga materi
yang disampaikan lebih mudah dipahami, lebih jauh lagi agar lebih mudah
diimplementasikan dalam kehidupan keseharian.
4.
Madrasah
Kata madrasah berasal
dari bahasa Arab “daras” yang berarti belajar. Istilah madrasah merupakan
tempat untuk mencerdaskan para peserta didik, menghilangkan ketidaktahuan, atau
memberantas kebodohan mereka serta melatih keterampilan mereka sesuai bakat ,
minat, dan kemampuannya. Madrasah tidak hanya diartikan sebagai sekolah dalam
arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai dengan rumah, istana, kuttab, masjid,
perpustakaan surau, dan tempat-tempat lainnya. Bahkan seorang ibu dapat
dikategorikan sebagai al-madrasah al’ula
(madrasah pemula).
Dalam proses belajar
mengajarnya secara formal, madrasah tidak berbeda dengan sekolah. Namun di
Indonesia madrasah tidak lantas dipahami sebagai sekolah, melainkan diberi
konotasi yang lebih spesifik lagi, yakni “sekolah agama”, tempat dimana
ank-anak didik meperoleh pembelajaran hal-ihwal atau seluk-beluk agama dan
keagamaan.
Dalam prakteknya memang
ada madrasah yang mengajarkan ilmu-ilmu keagamaan(al-’ulum al-diniyyah), juga
mengajarkan ilmu-ilmu yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Selain itu, ada
madrasah yang hanya mengkhususkan diri pada pelajaran ilmu-ilmu agama, yang
biasa disebut madrasah diniyyah. Kenyataan bahwa kata “madrasah” berasal dari
bahasa Arab, dan tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Menyebabkan
masyarakat lebih memahami “madrasah” sebagai lembaga pendidikan Islam, yakni
“tempat untuk belajar agama” atau “tempat untuk memberikan pelajaran agam dan
keagamaan”.
5.
Sekolah
Islam Terpadu
Orientasi sekolah Islam
terpadu adalah mengembangkan personal secara optimal, menjadikan anggota
masyarakat yang berguna menjadi insan kamil. Peserta didik diharapkan dapat
memiliki aqidah yang benar, beribadah secara benar, berakhlak mulia, cinta dan
terampil membaca Al-Qur’an, berakal budi yang cerdas, berbadan sehat dan kuat,
dekat dan cinta dengan Al-Qur’an, bertindak kreatif (terampil, mandiri, dan
bertanggung jawab), bersikap positif (santun, toleran, jujur, berani, disiplin,
rajin, cinta kasih sesama).
Kurikulum yang
digunakan di sekolah Islam terpadu yaitu kurikulum nasional yang diwarnai
dengan nilai-nilai Islam melalui penambahan bidang studi keislaman, baik secara
terpisah maupun terintegrasi desain kurikulum.
Berorientasi pada
kebutuhan siswa, lingkungan, dan perkembangan IPTEK, implementasi kurikulum
lebih mengedepankan integrasi secara fungsional dan kreatif antar aspek
kognitif, afektif, dan psikomotor.
Adapun beberapa metode
pembelajarn yang diterapkan di sekolah Islam terpadu antara lain :
ð Dialog,
diskusi, dan curhat pendapat.
ð Belajar
sambil bebuat.
ð Visitasi.
ð Metode
belajar sinektik (kreatif).
D.
Model Pendidikan Islam
yang berorientasi pada Filosofis, Etimologis, dan Pedagogis
Dengan memperhatikan
potensi psikologis, pedagogis manusia model pendidikan Islam seharusnya
berorientasi kepada pandangan falsafah sebagai berikut :
1.
Filosofis, memandang
manusia didik adalah hamba Tuhan yang diberi kemampuan fitrah, dinamis, dan
sosial-religius serta yang psiko-fisik.
2.
Etimologis, potensi
berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan berilmu pengetahuan untuk
menegakkan iman yang bertauhid, yang basyariyah dharuriah, manjadi
shibghah manusia muslim sejati
berderajat mulia.
3.
Pedagogis, manusia
adalah makhluk belajar sejak dari ayunan sampai liang lahat yang proses
perkembangannya didasari nilai-nilai islami yang dialogis terhadap tuntutan
Tuhan dan tuntutan perubahan sosial, lebih cenderung kepada pola hidup yang
harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, serta kemampuan belajarnya
disemangati oleh misi kekhalifahan di muka bumi.[10]
Secara
kurikuler model-model tersebut didesain
menjadi :
1.
Content, lebih di
fokuskan pada permasalahan sosiokultural masa kini untuk diproyeksikan ke masa
depan, dengan kemampuan anak didik mengungkapkan tujuan dan nilai-nilai yang
inheren dengan tuntutan Tuhan.
2.
Pendidik, bertanggung
jawab terhadap penciptaan situasi komunitas yang dialogis interdependen dan
terpercaya.
3.
Anak didik, dalam
proses belajar mengajar melakukan hubungan dialogis dengan yang lain. Menjadi
pribadi yang bertakwai rahmatan lil’alamin. Tujuan hidup manusia dalam Islam
inilah yang dapat disebut juga sebagai tujuan akhir pendidikan islam.
Pendidikan
Islam yang bertugas pokok menggali, menganalisis, dan mengembangkan serta
mengamalkan ajaran Islam bersumberkan Alqur’an dan Al-Hadits, cukup memperoleh
bimbingan dan arahan dari kandungan makna yang terungkap dari kedua sumber
tuntutan tersebut. Makna yang komprehensif dari sumber tersebut menjangkau dan
melingkupi segala aspek kehidupan manusia modern.
Secara
embrionik, dorongan, dan rangsangan ajaran Alqur’an terhadap perkembangan rasio
untuk pemantapan iman dan takwa diperkokoh melalui ilmu pengetahuan manusia
merupakan ciri khas islami, yang tidak terdapat di dalam kitab-kitab suci agama
lain. Alquran sebagai sumber pedoman hidup umat manusia telah menggelarkan
wawasan dasar terhadap masa depan hidup manusia dengan rentangan akal
pikirannya yang mendalam dan meluas sampai pada penemuan ilmu dan teknologi
yang canggih.
Pandangan
objektif dari salah seorang dokter bedah berkebangsaan Prancis, Dr. Maurice Bucaille,
yang telah melakukan studi perbandingan mengenai Bibel dan Alquran serta sains
modern sungguh mengejutkan umat Islam sendiri yang setiap hari memegang dan
membaca kitab suci Alquran. Pendapat beliau berdasarkan standar ilmiah modern
melalui analisis komparatif dan akademik terhadap kebenaran Alquran sebagai
wahyu murni, secara tekstual dan materiil, menunjukkan bahwa “Alquran
diwahyukan sesudah kitab suci sebelumnya, buka saja bebas dari kontradiksi
dalam riwayat-riawayatnya. Kontradiksi yang menjadi ciri Injil karena disusun
oleh manusia tetapi juga menyajikan kepada orang yang mempelajarinya secara
objektif dengan mengambil petunjuk dari sains madern, suatu sifat yang khusus
yakni persesuaian yang sempurna dengan hasil sains modern. Lebih dari itu semua
sebagaimana telah kita buktikan, Alquran mengandung pernyataan ilmiah yang
sangat modern yang tidak masuk akal, jika dikatakan bahwa orang yang hidup pada
waktu Alquran itu diwahyukan adalah pencetus-pensetusnya. Dengan begitu, maka
pengetahuan ilmiah modern memungkinkan kita memahami ayat-ayat tertentu dalam
Alquran yang sampai sekarang tidak dapat di tafsirkan.[11]
Sendi-sendi
yang mendasari kehidupan psikologis manusia, yaitu iman tauhid yang berdimensi
ketakwaan yang monoloyal kepada Allah, berhasil mendorong dan di pacu untuk
berperan nyata dalam segala bidang kehidupan yang melahirkan sikap hidup fastabiqul khairat.
Menurut
al-Ghazali, secara potensial pengetahuan itu telah eksis dalam jiwa manusia
bagaikan benih yang ada di dalam tanah. Ia memandang bahwa sistem perkembangan
kemampuan rasionalitas itu berdasarkan pola keseimbangan dengan kekuasaan Tuhan
dan keseimbangan penalaran dengan pengalaman mistik yang memberikan ruang bagi
bekerjanya rasio, serta keseimbangan antara berpikir edukatif dengan pengalaman
empiris manusia.
Ibnu
Khaldun berpandangan serupa dengan al-Ghazali. Menurutnya akal pikiran (rasio)
merupakan kekuatan menciptakan kehidupan dan kerja sama dengan anggota-anggota
masyarakat serta untuk menerima wahyu Tuhan melalui Rasul-Nya. Akal pikiran
itulah yang menjadi dasar bagi kegiatan belajarnya. Ibnu Sina yang berpandangan
idealistis dalam pendidikan lebih menekankan pembinaan akhlak atau moralitas.
Namun dalam operasionalisasi kependidikan ia berpaham empiris.
Lebih
lanjut Muhammad Abduh lebih mengedepankan kemampuan rasional dalam proses
pemahaman ajaran Islam melalui pendidikan. Ia memandang bahwa peranan sistem
pendidikan besar sekali bagi proses modernisasi kehidupan umat Islam.
Pendidikan harus didasari dengan moral dan agama. Pendidikan agama
diintegrasikan ke dalam ilmu pendidikan agama. Pendidikan dipandang sebagai
alat yang paling efektif untuk mengadakan pembaruan atau perubahan.
Model-model
pendidikan yang terbukti tidak memuaskan tuntutan umat terlihat pada
praksisasinya sebagai berikut :
1.
Model pendidikan Islam
yang berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai yang konservatif dan
asketis harus dilestarikan dalam sosok
pribadi muslim yang resisten terhadap pukulan gelombang zaman.
2.
Jika pendidikan Islam
berorientasi kepada pola pikir bahwa nilai-nilai islami yang mengandung potensi
mengubah nasib masa lampau ke masa kini yang dijadikan inti kurikulum
pendidikan, maka model pendidikan Islam menjadi bercorak perenialistik di man
nilai-nilai yang terbukti tahan lama saja yang diinternalisasikan ke dalam
pribadi anak didik. Sedang nilai-nilai yang potensial bagi semangat pembaruan
ditinggalkan.
3.
Bila pendidikan Islam
hanya lebih berorientasi pada personalisasi kebutuhan pendidikan dalam segala
aspeknya, maka ia bercorak individualistis, di mana potensi aloplastik
(bersifat mengubah dan membangun) masyarakat dan alam sekitar kurang mengacu
kepada kebutuhan sosiokultural.
4.
Jika pendidikan Islam
berorientasi kepada masa depan sosio, masa depan tekno, dan masa depan bio, di
mana ilmu dan teknologi menjadi pelaku perubahan dan pembaruan kehidupan
sosial, maka pendidikan Islam bercorak teknologis, di mana nilai-nilai samawi
ditinggalkan diganti dengan nilia-nilai pragmatik-realivistik kultural.
5.
Akan tetapi, jika
pendidikan Islam yang berorientasi kepada perkembangan masyarakat berdasarkan
proses dialogis di mana manusia di tempatkan sebagai geiger-counter, pendeteksi
sinar radioaktif elemen-elemen sosial yang berpotensi kontroversial ganda,
yaitu membahagiakan dan menyejahterakan. Maka mekanisme reaksi dalam
perkembangan manusia menjadi gersang dari nilai-nilai Ilahi yang mendasari
fitrah.[12]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
pendidikan Islam adalah
suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan
oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek
kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.
2.
Pendidikan Islam dapat
dikembangkan menjadi suatu agent of
techonologically and culturally motivating resources dalam berbagai model
yang mampu mendobrak pola pikir tradisional yang pada dasarnya demokratis,
kurang dinamis, dan berkembang secara bebas. Pada prisnsipnya nilai-nilai Islam
tidak menekan atau membelenggu pola pikir manusia dalam proses pengembangan
ilmu pengetahuan. Relevan dengan hal tersebut adalah kemampuan berijtihad dalam segala bidang ilmu pengetahuan perlu
dikembangkan terus-menerus. Yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana
membudidayakan ide-ide dan konsep-konsep keilmiahan yang bersumberkan kitab
suci Al-Qur’an ke dalam educational
engineering yang operasinal dan fungsional sehingga dapat mengacu ke dalam
perkembangan masyarakat yang makin dinamis.
3.
Berikut merupakan
model-model pendidikan Islam yang sesuai kebutuhan umat yaitu :
a.
Model Pendidikan Islamic Boarding System
b.
Pesantren
c.
TPA/TPQ
d.
Madrasah
e.
Sekolah Islam Terpadu
4.
Dengan memperhatikan
potensi psikologis, pedagogis manusia model pendidikan Islam seharusnya
berorientasi kepada pandangan falsafah sebagai berikut :
a.
Filosofis, memandang
manusia didik adalah hamba Tuhan yang diberi kemampuan fitrah, dinamis, dan
sosial-religius serta yang psiko-fisik.
b.
Etimologis, potensi
berilmu pengetahuan yang berpijak pada iman dan berilmu pengetahuan untuk
menegakkan iman yang bertauhid, yang basyariyah dharuriah, manjadi
shibghah manusia muslim sejati
berderajat mulia.
c.
Pedagogis, manusia
adalah makhluk belajar sejak dari ayunan sampai liang lahat yang proses
perkembangannya didasari nilai-nilai islami yang dialogis terhadap tuntutan
Tuhan dan tuntutan perubahan sosial, lebih cenderung kepada pola hidup yang
harmonis antara kepentingan duniawi dan ukhrawi, serta kemampuan belajarnya
disemangati oleh misi kekhalifahan di muka bumi.
DAFTAR PUSTAKA
Al Qarashi,
Baqir Sharif. 2000. Seni Mendidik Islami.
Jakarta: Pustaka Zahra.
Adiwikarta, endang
soetari. 2009. Mereka Bicara Pendidikan Islam,Sebuah Bunga Rampai.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Adi,
Susono dkk. 1997. Solusi Islam Atas Problematika Umat. Jakarta: Gema insan
press.
Dr.
moh. Roqib,M . Ag. 2009. Ilmu Pendidikan
Islam. Yogyakarta: LkiS.
Arifin,
Muhammad. 2008. Ilmu Pendidikan Islam.
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ramayulis. 2002.
Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia.
Daulay, Haidar Putra. 2006. Pendidikan Islam – Dalam Sistem Nasional di Indonesia. Jakarta:
Kencana
Nata, Abuddin.
2008. Tafisr Ayat-ayat Pendidikan.
Jakarta: Rajawali Pers.
Muzayyin Arifin,
“Kapita Selekta Pendidikan Islam”, Jakarta: Bumi Aksara,2003
Dewi Asiyah, “Model-Model Pendidikan Islam dan
Orientasinya”dalam model-model Pendidikan Islam//, 2014
Yundi,,”problematika, metode, dan model
pendidikan Islam”dalam konsultasi problematika, metode, dan model
pendidikan Islam//, 2014
Jurnal:
Rohadi Abdul Fattah, dkk. Rekonstruksi Pesantren Masa Depan.
Arifin,
Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Putra Daulay,
Haidar. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Hasbulloh,
“Kapita selekta Pendidikan Islam”Jakarta : PT Raja Grafindo persada
[2] Adiwikarta, endang
soetari. 2009 Mereka Bicara Pendidikan
Islam sebuah Buga Rampai. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
[3]
Nata, Abuddin. 2008. Tafisr Ayat-ayat
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers.
[6]
Arifin, Muhammad. 2008. Ilmu Pendidikan
Islam. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
[7] Ramayulis. 2002. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam
Mulia
[8]
Daulay, Haidar Putra. 2006. Pendidikan
Islam – Dalam Sistem Nasional di Indonesia. Jakarta: Kencana
[9]
Muzayyin Arifin, “Kapita Selekta Pendidikan Islam”, Jakarta: Bumi
Aksara,2003
[10]
Dewi Asiyah, “Model-Model Pendidikan Islam dan Orientasinya”dalam
model-model Pendidikan Islam//, 2014
[11]Jurnal: Rohadi Abdul Fattah, dkk. Rekonstruksi
Pesantren Masa Depan.
Arifin,
Muzayyin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Jakarta : Bumi Aksara.
Putra Daulay,
Haidar. 2009. Sejarah Pertumbuhan dan Pembaharuan
Pendidikan Islam di Indonesia.
Jakarta: Kencana.
Hasbulloh,
“Kapita selekta Pendidikan Islam”Jakarta : PT Raja Grafindo persada
[12] Yundi,,”problematika, metode, dan model
pendidikan Islam”dalam konsultasi problematika, metode, dan model
pendidikan Islam//, 2014
No comments:
Post a Comment