Amar dalam Surah Al-Baqarah: Suatu
Analisis Semantik dengan Pendekatan Ilmu Ma’ani
Kelompok 3
Ø Muhajjirin
Ø Ari Suwandi
Ø Andri Fahrun
Ø Herman Maparewe
Ø Imron Nur Huda
Kependidikan Islam-1
Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palu
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
ABSTRAKSI ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
LEMBARAN PENGESAHAN v
KATA PENGANTAR vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ix
DAFTAR ISI xii
BAB I PENDAHULUAN 1
A.
Latar Belakang 1
B.
Identifikasi Masalah 7
C.
Batasan Masalah 7
D.
Tujuan Penulisan Dan Sasaran 7
E.
Prosedur Kerja 8
F.
Sumber Data 9
G.
Kerangka Teori 9
H.
Studi Pustaka / Kajian Terdahulu 13
I.
Metodologi Penelitian 20
J.
Sistematika Penulisan 21
BAB II SEMANTIK,
ILMU MA’ANI, DAN
KONTEKSTUALITAS 24
A.
SEMANTIK 24
1.
Unsur-Unsur Semantik 27
2.
Kajian Makna 29
a.
Aspek Makna 29
b.
Sebab-Sebab Perubahan Makna 32
c.
Teori-Teori Tentang
Makna 36
d.
Makna Menurut Ahli Balaghah / bahasa 38
B.
ILMU MA’ANI 43
1.
Pengertian 43
2.
Sekilas tentang ilmu ma’ani 44
3.
Ciri gramatikal bentuk – bentuk amar 46
a)
Verba Amar (VA) 46
b)
Verba
Mudhari’ Bersambung Lam Amar
(VmdrbLA) 48
c)
Masdar Pengganti Verba Amar (MsdoVA) 51
d)
Isim Verba Amar (IVA) 52
4.
Makna Amar 54
a)
Amar Bermakna Do’a (الدعاء) 56
b)
Amar Bermakna Permohonan (الإلتماس) 57
c)
Amar Bermakna Petunjuk (الإرشاد) 58
d)
Amar Bermakna Angan – Angan (التمنى) 58
e)
Amar Bermakna Penghianatan (الإهانة) 59
f)
Amar Bermakna Melemahkan (التعجيز) 60
g)
Amar Bermakna Mempersamakan (التسوية) 60
h)
Amar Bermakna Ancaman (التهديد) 61
i)
Amar Bermakna Pilihan (التخيير) 61
j)
Amar Bermakna Memperbolehkan (الإباحة) 62
k)
Amar Bermakna Penciftaan (التكوين) 62
l)
Amar Bermakna Penghormatan (الإكرم) 62
m)
Amar Bermakna Pemberian (الإمتنان) 63
n)
Amar Bermakna Ketakjuban (التعجب) 63
o)
Amar Bermakna Pelajaran (الإعتبار) 64
p)
Amar Bermakna Memberi Izin (الإذن) 64
q)
Amar Bermakna Selamanya (الدوام) 65
r)
Amar Bermakna Pendidikan (التأذيب) 66
C.
KONTEKSTUALITAS 67
1.
Pengertian Kontekstualitas 67
2.
Pembagian Teori Kontekstualitas 68
3.
Makna-Makna Kontekstualitas 72
BAB III SEKILAS TENTANG
SURAH AL – BAQARAH
DAN DATA AYAT – AYATNYA YANG
MENGANDUNG AMAR 80
A.
Sekilas tentang surah al-Baqarah 80
B.
Data Ayat-Ayat Amar Dalam Surah Al-Baqarah 81
1. Data Ayat-Ayat Amar Menyatakan Makna
Asli 81
2. Data ayat –ayat amar mengatakan makna
far’I 93
BAB IV MAKNA – MAKNA AMAR
DALAM SURAH
AL- BAQARAH DALAM PENDEKATAN ILMU
MA’ANI DAN ASPEK KONTEK STUALITAS 112
A.
Ayat-Ayat Amar Menunjukkan Makna Asli 113
1.
Bentuk verba amar
(VA) الأمر فعل 113
a.
Amar Tuhan Ditujukkan Kepada Manusia 113
b. Amar
Tuhan Ditujukkan Kepada Orang-Orang Musyrik 120
c.
Amar Tuhan Ditujukkan Kepada Nabi
Muhammad Saw 123
d.
Amar Tuhan Ditujukan Kepada Nabi Adam
A.S 126
e.
Amar Tuhan Ditujukan Kepada Bani Israil 128
f.
Amar
Tuhan Ditujukan Kepada Nabi Ibrahim A.S 134
2. Bentuk
Masdar Pengganti Verba Amar (MsdrpVA)
الأمر فعل عن النائب المصدر 137
-
Amar Tuhan Kepada Bani Israil 137
3. Bentuk
Verba Mudhari’ Bersambung Lam Amar
(VMdrbLA) الأمر
بلام
المقرون
المضارع 144
-
Amar Tuhan Kepada Hamba – Hambanya 144
B.
Ayat-ayat amar bermakna far’i (makna yang keluar
dari makna aslinya) 148
1.
Ayat-Ayat Amar Menyatakan Makna Do’a 148
A.
Bentuk Verba Amar (VA) 148
-
Do’a Nabi Ibrahim Kepada Tuhan 148
B. Bentuk
Masdar Pengganti Verba Amar (MsdrpVA) 155
-
Do’a Orang – Orang Beriman Kepada Tuhan 155
2.
Ayat-Ayat Amar Menyatakan Makna Petunjuk 158
A.
Bentuk Verba Amar (VA) 158
-
Petunjuk Tuhan Tentang Etika Menggauli
Istri 158
B. Bentuk
Masdar Pengganti Verba Amar ( MsdrpVA) 163
-
Petunjuk Tuhan Tentang Wasiat 163
C. Bentuk
Verba Mudhari’ Bersambung Lam Amar
(VMdrbLA) 167
-
Petunjuk
Tuhan
Berkenaan Dengan Masalah
Mu’ammalah 167
3. Ayat-ayat
Amar Menyatakan Makna Melemahkan
Bentuk Verba Amar (VA) 173
-
Melemahkan Kesombongan Raja Namruz 173
4. Ayat-ayat
Menyatakan Makna Penghinaan
Bentuk Verba Amar (VA) 177
-
Penghinaan Terhadap Bani Israil 177
5. Ayat
Amar Menyatakan Makna Permohonan
Bentuk Verba Amar (VA) 179
-
Permohonan
Orang-Orang Beriman
Kepada
Orang-Orang Munafik 179
6. Ayat
Amar Menyatakan Makna Ancaman Bentuk
Verba Amar (VA) 184
-
Ancaman
Tuhan Kepada Orang-Orang Beriman
Yang Tidak Mau Meninggalkan Sisa Riba 184
7. Ayat-Ayat
Amar Menyatakan Makna Membolehkan
Bentuk Verba Amar (VA) 187
-
Bolehnya
Bercampur Atau Melakukan Hubungan
Suami Istri Pada Malam Bulan Puasa 187
8.
Ayat Amar Menyatakan Makna Penghormatan
Bentuk Verba Amar 191
-
Penghormatan Kepada Bani Israil 191
9. Ayat
Amar Menyatakan Makna Pilihan Bentuk
Verba Amar (VA) 194
-
Memilih Rujuk atau Cerai 194
10. Ayat
Amar Menyatakan Makna pemberian Bentuk
Verba Amar (VA) 199
-
Pemberian
Tuhan Kepada Nabi Adam A.S Dan
Istrinya 199
11. Ayat-ayat
Amar Menyatakan Makna Pelajaran
Bentuk Verba Amar (VA) 201
-
Pelajaran
Tuhan Bagi Seseorang Dan Seluruh
Manusia 201
BAB V PENUTUP 207
A.
Kesimpulan 207
B.
Saran – Saran 211
DAFTAR PUSTAKA 213
DAFTAR RIWAYAT HIDUP 218
BAB
1
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Wahyu
pertama yang Allah Swt turunkan melalui malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad Saw,
dimulai dengan perintah yang dalam bahasa Arab disebut amar (dan untuk
selanjutnya ditulis amar). Sebagaimana terdapat dalam QS. 96:1-5, berbunyi :
&%$# O™$/ 7n/‘ “%©!$# ,={ (١) ,={ `»¡S}$# `B ,=ã (٢) &%$# 7š/‘r P.{$# (٣) “%©!# O¯=æ O=)9$$/ (٤) O¯=æ `»¡S}$# $B O9 L>èƒ (٥) (٥-١ :العلق)
Artinya:
|
Bacalah dengan nama Tuhanmu yang
Menciptakan (1) Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2)
Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (3) Yang mengajar (manusia) dengan
perantaran kalam (4) Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya
(5).
|
Dua dari lima ayat surah al-‘Alaq itu
berisi amar. Kedua amar itu adalah إقرأ masing
– masing pada ayat 1 dan ayat 3, amar Tuhan kepada Nabi Muhammad supaya
membaca.
Beberapa lama setelah wahyu pertama
itu, turun pulalah wahyu kedua, ayat 1 – 10 surah al-Mudatsir :
$kš‰'»ƒ
O£‰J9$# (١) O% ‘‹R'ù (٢) 7/‘r ÷ŽÉi93ù (٣) 7/$‹Or
ÎdgÜù (٤)
“_”9$#r fd$$ù
(٥) wr `YJ? ŽY3G¡@
(٦) Îh/9r Ž9¹$$ù
(٧) #Œ*ù )R
’û ‘q%$¨Z9$#
(٨) 79º‹ù ‹´Bqƒ Pqƒ
Ž¡ã (٩) ’?ã ûïÿ»39$#
Žî
Ž¡„ (١٠)
Lima dari sepuluh ayat itu, masih
berisi amar tuhan kepada Nabi Muhammad. Amar pertama, agar Nabi Muhammad
bangkit lalu memberi peringatan. Amar kedua, agar Nabi Muhammad mengagungkan Allah Swt. Amar
ketiga, agar Nabi Muhammad membersihkan pakaiannya. Amar keempat, agar Nabi
Muhammad menjauhi berhala. Amar kelima, agar Nabi Muhammad bersabar dalam
memenuhi perintah Allah Swt.
Menurut bahasa Arab yang juga bahasa al-Quran, dalam kajian
ilmu Balaghah tidak setiap bentuk amar itu menyatakan makna perintah. Bagi orang
khususnya yang beragama Islam yang tidak mengetahui makna amar akan bisa keliru
dalam menafsirkan atau memahami ayat-ayat al-Qur’an. Sebagai contoh:
b)r NFZ2 ’û =÷ƒ‘ $£JiB $Z9¨“R 4’?ã $R‰7ã"(#q?'ù o‘q¡/ `ÏiB (٣٢: البقرة)…”&#VÏiB
“Sekiranya
kamu merasa ragu tentang apa yang kami turunkan kepada kami maka buatlah satu surah semisal al-Qur’an itu…” (QS. 01:23)
Perintah tuhan membuat satu surah semisal al – Qur’an
tidaklah bermakna amar, walaupun ayat itu berbentuk amar. Amar dengan tujuan
untuk melemahkan usaha orang lain seperti pada contoh di atas, bentuk amar
seperti di atas menyatakan makna “melemahkan” (التعجيز)
Masih banyak amar yang menyatakan makna – makna yang bukan
aslinya. Melihat permasalahan demikian penulis tertarik menganalisa amar dalam
surah al – Baqarah yang penulis tinjau dari segi retorika Arab, khususnya dalam
aspek Ma’ani.
Ayat lain mengandung struktur amar dalam surah al-Baqarah:
$kš‰'¯»ƒ
¨$¨Y9$# (#r‰6ã$# N3/‘ “%©!$#
N3)={ ûï%©!$#r `B N3=6% N3ª=è9
bq)G?
(٢١: البقرة)
Artinya: Hai sekalian manusia,
sembahlah Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
(Al-Baqarah: 21)
Ayat
di atas adalah salah satu contoh surah al-Baqarah yang mengandung amar, paling
tidak kandungan makna dari redaksi ayat di
atas memerintahkan kita untuk “beribadah” yakni tunduk dan patuh dengan penuh
hormat kepada Tuhan, serta kekaguman terhadap Tuhan sebagai zat yang menciptakan
dan memelihara manusia juga manusia sebelumnya. Pemakaian atau pemilihan kata الناس
يأيها mengandung makna umum, baik orang yang
bertakwa, munafik maupun kafir, bila dibandingkan dengan pemakaian redaksi أمنوا
الذين
يأيها yang bermakna khusus. Begitu pula
dengan penggunaan kata لعل yang terletak sebelum kata تتقون pada konteks ayat di atas mengandung
makna “harapan” yang bersifat far’i (makna yang keluar dari makna aslinya),
yakni bukan dalam arti harapan yang sebenarnya. Dalam pengertian bahwa Allah
Swt menciptakan hamba-hambanya agar mereka menyembah-Nya untuk memperoleh (harapan)
derajat takwa, sambil memberi mereka kebebasan memilih antara taat atau durhaka.
Bentuk analisis sederhana dalam surah yang mengandung amar di
atas merupakan bentuk analisis kontekstualitas, khususnya konteks bahasa (اللغوي
السياق) yakni susunan ayat pada satu surah yang
merupakan mata rantai yang tidak terpisahkan. Ayat atau bagian yang satu dengan
yang lain mempunyai keterkaitan makna. Karena itu, memperhatikan konteks bahasa,
baik kata-kata maupun kalimat, ayat sebelum dan sesudahnya, begitu pula halnya
rangkaian kalimat yang satu dengan yang lainnya merupakan pertimbangan dalam penyimpulan
makna. Di samping itu terkadang sama halnya dalam suatu konteks tertentu makna
terkondisikan oleh keadaan dan situasi (الموقف
سايق), dalam artian bahwa setiap ungakapan
atau perkataan ada keterkaitan dengan peristiwa yang mengintarinya, hal ini
tentunya tidak terlepas dengan adanya perhatian kita terhadap hubungan ayat dengan asbab al-nuzul (sebab-sebab turunnya
ayat). Meskipun tidak semua ayat yang mempunyai keterangan asbab al-nuzulnya, namun paling tidak hal itu cukup membantu kita
dalam menelusuri kandungan makna suatu ayat, sehingga makna tidak saja dimaknai secara tekstual
namun juga secara kontekstual atau realitas-realitas lain yang ada diluar teks
yang melatarbelakangi sehingga ungkapan tersebut ada dan terjadi.
Istilah kontekstualitas dalam bahsa Arab dikenal dengan المقام
مقتضى
أو
الحال
مقتضى (Speech
Event dan Context Of Situation) dengan ungkapan sederhana لمقا
مقام
لكل dan مقامحبتها صا مع كلمة لكل Dr. Tamam Hasan dalam bukunya Al-lughah al-‘arabiyah ma’naha wa mabnaha,
menjelaskan bahwa konteks situasi (Context
Of Situation) tidak lepas dari tiga aspek, yakni adanya علاقات (hubungan), أحداث (peristiwa/keadaan) serta إجتماعية
ظروف (aktifitas sosial/masyarakat). Dengan
demikian bahasa merupakan bagian dari kehidupan situasi sosial yang dengannya
masyarakat berintraksi, memiliki hubungan erat dengan keadaan masyarakatnya
yang berbeda-beda, sehingga nampaklah perbedaaan seorang penutur mengucapkan
atau mengungkapkan sesuatu dalam keadaan marah, dengan dalam keadaan sedih,
memuji, mengejek, meminta, dan lain sebagainya.
Begitu pula halnya dengan istilah Speech Event, tidak lepas dari formulasi fonologi, morfologi, serta
leksikografi, yang saling berhubungan didalam melahirkan makna, baik makna
harfiyahnya maupun oleh para kritikus dinamai dengan “makna yang nampak/muncul
pada teks atau nash” (ظاهرالنص
معنى) Makna yang muncul olehnya terlepas
dari adanya hubungan situasi sosial kemasyarakatan maupun historisasi, juga
teks/nash tersebut bebas dari setiap hubungan/pertalian dengan keadaan/hal yang
mengintarinya, yang biasanya disebut dengan circumstantial
evidence (bukti yang rinci dan detail), yang hal itu mempunyai manfaat yang
besar di dalam upaya membatasi makna yang dihasilkan.
Hubungannya dengan kedua istilah di atas, kita dapat
memperhatikan contoh sederhana dalam surah al-Baqarah, yakni adanya “perintah”
Allah kepada para malaikat untuk sujud kepada Nabi Adam a.s :
Œ)r $Y=% p3´¯»=K=9
(#r‰f™$# PŠy
(#r‰f¡ù Hw)
§Š=/) 4’1& Ž93F™$#r b%.r `B (٣٤:البقرة)
úïÿ»39$#
Kata إلاإبليس dalam ayat di atas bermakna “tetapi Iblis
enggan” karena pada keadaan atau situasi tersebut Iblis memang enggan angkuh
dan sombong, serta memandang dirinya lebih baik dan mulia dari pada Nabi Adam, karena ia tercipta dari
api Nabi Adam tercifta dari tanah. Dengan demikian keberadaan aspek maqam dan maqal di atas dapat membantu kita untuk menganalisis redaksional
ayat, baik dari segi strukturalnya maupun segi hubungan sosial atau historisnya
terhadap upaya melahirkan makna yang dikandunginya.
Dari latar belakang di atas, penulis memfokuskan pembahasaan
pada masalah bentuk-bentuk atau redaksional ayat-ayat yang mengandung amar
dalam Surah al-Baqarah dengan tinjauan semantik secara umum dan pendekatan ilmu
ma’ani termasuk di dalamnya aspek kontekstualitas secara khusus.
Pengambilan atau pemilihan Surah al-Baqarah dalam pembahasan
ini, tidak lain dikarenakan surah ini adalah surah terpanjang dari surah-surah
lain yang ada dalam al-Qur’an. Hal ini tentu saja tidak menutup kemungkinan
ayat-ayat yang terkandung di dalamnya mengandung struktur amar yang banyak
pula, sebagai usaha awal dalam rangka keterwakilannya dari surah-surah lain
yang ada dalam al-Qur’an.
Setelah penulis mengadakan pengklasifikasian 286 ayat dalam
surah al-Baqarah ini, penulis menemukan sebanyak 192 kata –kata amar (kata
perintah), dalam 129 ayat, kiranya halini cukup untuk dijadikan sebagai bahan
penelitian dalam penganalisian struktur amar dalam surah al-Baqarah dalam
tinjauan semantik dengan pendekataan ilmu ma’ani dan aspek kontekstualitas.
B. Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang singkat di
atas, maka yang merupakan identifikasi masalah pada pembahasan ini adalah :
1.
Sejauh
manakah fungsi amar di dalam menghasilkan makna serta kandungan makna apakah
yang dihasilkan oleh bentuk-bentuk amar (اللأمر
صيغ) dalam Surah al-Baqarah ditinjau dari
aspek Sistematik dengan pendekaan ilmu Ma’ani, dan aspek Kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam)?
2.
Bagaimanakah
pendapat para ahli ilmu Balagah dalam masalah Amar?
C.
Batasan Masalah
Setelah memaparkan beberapa identifikasi
dari permasalahan di atas, maka penulis cenderung membatasinya pada poin 1.
Yakni sejauh manakah funsi amar di dalam menghasilkan makna serta kandungan
makna apakah yang dihasilkan oleh bentuk-bentuk amar (اللأمر
صيغ) dalam surah al-Baqarah ditinjau dari
aspek Semantik dengan pendekatan ilmu Ma’ani dan aspek Kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam)?
D. Tujuan
Penulisan dan Sasaran
Berdasarkan latar belakang dan
permasalahan yang dikemukakan, maka tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui
bentuk-bentuk amar dalam surah al-Baqarah, dengan tinjauan Semantik, yang
terdiri atas kajian pendekatan ilmu Ma’ani, dan aspek kontekstualitasnya (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam), yang
muara analisisnya kepada makna.
Adapun yang
menjadi sasaran dari pembahasan ini:
1.
Menganalisa makna-makna yang dihasilkan
oleh bentuk Amar dalam surah al-Baqarah yang orientasinya kepada tinjauan
Semantik khususnya pada pendekatan aspek ilmu Ma’ani.
2.
Menganalisa ayat-ayat Amar dalam Surah
al-Baqarah dengan pendekatan analisa kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam) baik konteks bahasa/Situasional Context (الموقف سياق) maupun konteks
situasi/Linguistic Context (اللغوى السياق).
E.
Prosedur Kerja
Prosedur kerja yang digunakan dalam
penyusunan tesis ini adalah :
1.
Membaca
buku-buku yang membahas tentang Amar dan buku-buku yang berkaitan dengan judul.
2.
Mengumpul
dan mengklasifikasikan ayat-ayat yang mengandung amar khususnya dalam Surah
al-Baqarah.
3.
Menganalisa
makna-makna yang dihasilkan oleh ayat-ayat yang mengandung Amar baik dengan
pendekatan ilmu Ma’ani, dan aspek kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam) dalam Surah al-Baqarah.
4.
Menarik
kesimpulan.
F. Sumber
Data
Data utama penulisan ini bersumberkan
pada ayat-ayat Amar dalam Surah al-Baqarah. Selain itu sumber data berasal dari
penelitian pustaka, menelaah buku-buku yang menyangkut Ilmu Semantik dan makna,
ma’ani, tafsir, buku-buku ilmu-ilmu (‘ulum)
al-Qur’an serta buku-buku lain yang berkaitan dengan judul pembahasan tesis
ini, baik buku-buku yang berbahasa Arab, Inggris maupun yang berbahasa
Indonesia.
G. Kerangka
Teori
Semantik adalah studi tentang makna[1],
begitu pula Varhaar mengatakan bahwa Semantik berarti teori makna atau teori
arti[2].
Dengan demikian dapat dipahami bahwa
soal makna menjadi urusan atau bahasa Semantik, atau Semantik adalah
subdisiplin linguistic yang membicarakan makna.
Analisis semantik dalam kerangkanya
yang luas, mencakup kajian tentang aspek makna, sebab-sebab perubahan makna
teori-teori tentang makna, serta makna menurut beberapa ahli Balaghah dan
bahasa.
Dari berbagai macam makna yang
dikemukakan oleh para linguistik barat maupun timur, ada pula makna yang telah
dikemukakan oleh para ahli Balaghah, suatu kajian ilmu Ma’ani.
Ilmu Ma’ani dalam retorika Arab
merupakan bagian dari ilmu yang dikenal, dan menjadi obyek bahasan para ahli
bahasa dan ahli retorika disamping ilmu Bayan dan ilmu Badi’. Ilmu Ma’ani
merupakan ilmu untuk mengetahui keadaan ucapan dalam bahasa Arab yang sesuai
dengan situasi dan kondisi[3].
Dalam pembahasan ilmu Ma’ani, sebuah perkataan itu, atau apa yang disebut
dengan “كلام” dibagi menjadi dua bagian yakni kalam khabar dan kalam insya’ “الإنشاء
الخبروكلامكلام”.
Kalam
Khabar adalah kalimat berita yang mempunyai ciri apabila beritanya sesuai
fakta, dikatakan benar, dan apabila tidak, dikatakan bohong[4],
sedangkan kalam insya’ adalah Kalimat
yang isinya tidak bisa dikatakan benar atau bohong[5].
Selanjutnya para ulama balaghah
membagi Kalam Insya’ dalam dua bagian, yakni: insya’ Thalabi dan Insya’ Ghairu
Thalabi. Kalam Insya’ Thalabi adalah kalimat yang menghendaki terjadinya
sesuatu yang belum terjadi pada waktu kalimat
itu diucapkan. Sedangkan Kalam Insya’
Ghairu Thalabi adalah kalimat yang tidak menghendaki terjadinya sesuatu[6].
Amar
(kata perintah) Merupakan bagian dari Kalam
Thalabi, disamping Istifham (kata
tanya), tamanni (kata yang menyatakan
harapan terhadap sesuatu yang sulit terjadi) serta nida (kata seru).
Amar adalah tuntutan untuk
mengerjakan sesuatu yang datangnya dari atasan kepada bawahan[7]. Sedangkan dalam Kamus Bahasa Indonesia
kita dapati penjelasan bahwa Amar adalah perintah, suruhan, menyuruh melakukan,
yang harus dilakukan[8].
Dalam ushul fiqhi, bahwa asal suatu
amar (perintah) adalah wajib untuk dilakukan (للوجوب
الأمرفي
الأصل)[9]. Wajib yaitu perintah yang mesti
dikerjakan, dengan ketentuan jika perintah tersebut dikerjakan, maka yang
mengerjakannya mendapat pahala, jika tidak, maka mendapat dosa[10].
Adapun kridalaksana dalam bukunya Kamus Linguistik mengatakan bahwa kata
atau kalimat perintah adalah kalimat yang mengandung intonasi perintah, dalam
ragam tulis biasanya diberi tanda, jenis ini ditandai dengan partikel. Lah atau oleh kata-kata seperti, hendaknya, dan sebagainya[11].
Abdul al-Rahim Manaf dalam kitabnya al-Tashil, meenjelaskan bahwa bentuk
amar selain menyatakan makna asli atau makna perintah, amar selain menyatakan
makna asli atau makna perintah, amar menyatakan enam makna lain, sedangkan
menurut ‘Ali al-Jarim dan Mustafa Amin dalam kitab mereka al-Balaghah al-Wadihah, bahwa bentuk amar menyatakan sebelas makna
lain disamping makna aslinya. Sedangkan al-Marhum Ahmad al-Hasyimi dalam
kitabnya Jawahir al-Balaghah, lebih
rinci membagi bentuk amar itu dalam delapan belas makna.
Kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam) atau dalam istilah Inggrisnya
disebut (Speech Event dan Context of
Situation) yang kemudian menjadi suatu teori penafsiran “Konstruktifisme” adalah teori
penafsiran dan penilaian yang menyatakan bahwa karya seni hanya dapat dipahami
dalam konteks kebudayaan dan masyarakat yang menyeluruh. Teori ini menganggap
bahwa setiap karya seni terkondisikan oleh latar kesajajarannya berupa situasi
ataupun keadaan, nilai karya ditentukan oleh keterkaitan karya itu dengan
permasalahan sosial yang muncul pada zamannya[12].
Menurut Gorys Keraf bahwa kontekstualitas mempunyai nilai
dan unsur “Relasi”, yaitu relasi antara bahwa dengan dunia pengalaman, yang
disebut referensi atau makna, dan
relasi antara unsure-unsur bahasa sendiri yang disebut pengertian (sense). Relasi pertama erat hubungannya dengan konteks
nonlinguistic, konteks linguisk mencakup dua hal, yaitu hubungan antara kata
dan barang atau Hal, dan hubungan
antara bahasa dan masyarakat atau juga dengan konteks sosial.
Sedangkan dalam konsep Linguistik adalah hubungan antara
unsur bahasa yang satu dengan unsur bahasa yang lain. Konteks Linguistik
mencakup konteks hubungan antara frasa dalam sebuah kalimat atau wacana, dan
juga hubungan antar kalimat dalam wacana. Dalam hubungan dengan konteks ini,
dikemukakan suatu pengertian yang disebut kolokasi,
yakni adanya mengaruh lingkungan laksikal dimana sebuah kata dapat muncul[13].
Ahmad Mukhtar Umar dalam bukunya ‘Ilmu Dalalah, menyatakan bahwa (Muqtadha
al-Hal/Muqtadha al-Maqam) tidak lepas dari apa yang disebut dengan: Teori Kontekstualitas “نظرية
السياق”, bahwa suatu makna yang muncul tidak
bisa ditebak, kecuali dia berada dalam suatu konteks tataran bahasa, disamping
itu makna kalimat juga harus dilihat dari situasi dan konteks makna kalimat itu
diucapkan, sekalipun sifatnya non linguistik[14].
H. Studi
Pustaka/Kajian terdahulu
Berdasarkan penelitian pendahuluan yang telah dilakukan
penulis, ditemukan adanya beberapa literature yang relevan yang membahas
masalah semantik dalam hal ini ilmu Ma’ani,
serta kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha
al-Maqam). Kebanyakan literature-literatur itu menguraikan persoalan ini
hanya secara sepintas, dan diuraikan dalam bab atau fasal-fasal tertentu,
dilihat dari besar kecilnya bobot pembahasan mengenai hal ini yang diuraikan
dalam buku-buku tersebut, maka literature-literatur itu dapat dikelompokan
menjadi tiga kelompok, yaitu:
A.
Kelompok
literature yang membahas masalah semantic
dan balaghah.
B.
Kelompok
literatur yang membahas masalah kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam)
C.
Kelompok
literature yang sudah dalam orientasi terapan tafsir.
Tiga
kelompok literature-literatur di atas, ada yang membahas masalah ini dalam
bab-bab tertentu saja, ada pula yang membahas secara utuh dalam satu bab khusus
dalam buku tertentu baik dalam bentuk teori maupun terapan.
Literature-literatur
yang termasuk dalam kelompok pertama adalah buku-buku berikut:
1.
Semantik Leksikal oleh Prof. Dr. Mansoer Pateda.
2.
Semantik
1-2 Pengantar ke arah makna, oleh T. Fatimah Djajasudarma.
3.
Ilmu al-Dalalah oleh Ahmad Mukhtar Umar.
4.
Al-dilalah al-‘Arabiyah ‘Inda al-‘Arab, oleh Ahmad Karim Mujahid.
Empat buku
semantik yang penulis sebutkan di atas, banyak menguraikan masalah-masalah yang
menyangkut makna, diantaranya aspek-aspek makna, jenis-jenis makna, sebab-sebab
terjadinya perubahan makna, teori-teori makna, serta beberapa pendapat seputar
makna oleh beberapa linguis atau ahli bahasa. Sedangkan buku-buku dalam balaghah diantaranya adalah:
1.
Al-balaghah al-Wadhihah oleh Ali al-Jarim dkk.
2.
Jawahir al-Balaghah oleh Ahmad al-Hasyimi
3.
Al-mu’jam al-Mufasshal fi ‘ulum
al-Balaghah al-Badi’ wa al-Bayan wa al-ma’ani oleh Dr. In’am Fawwal al-‘Ukkawi
4.
Khashais al-Ta’bir al-Qur’ani wa Simatuhu
al-Balaghiyah
oleh Abdul al-‘Adzhim Ibrahim Muhammad al-Mu’thi.
Dari
buku-buku yang penulis sebutkann di atas khususnya buku nomor 1, 2, dan 3,
menguraikan secara singkat beberapa pengertian amar (kata perintah), macam
bentuk amar, baik makna asli maupun makna far’i (makna yang keluar dari makna
aslinya), bentuk-bentuk makna aamar tersebut banyak mengambil contoh dari
beberapa surah yang terdapat dalam al-Qur’an maupun beberapa bait syair Arab.
Adapun buku
Khashais al-Ta’bir al-Quraniy wa Simatuhu al-Balaghiyah jilid 1-2 oleh Abdul
al-‘Adzhim Ibrahim Muhammad al-Mu’thi, menguraikan poin-poin kebalaghahan dalam
redaksi al-Qur’an, yang secara garis besarnya, mencakup lima fashal, yakni:
Pasal
pertama: البحث إلى المدحل , yang membahas mengenai, fungsi ungkapan kebahasaan dan
perkembangannya, nilai terhadap aspek-aspek kebalagahan pada keindahan ungkapan
kebahasaan.
Pasal
kedua: الكريم القرآن في
التعبير
ىٔص
خصا, yang membahas masalah, kemukjizatan
secara keilmuan dan jurispurdensi, kemukjizatan secara bayan dan kesusasteraan,
kekhususan-kekhususan yang melingkupi aspek lafadz, serta kekhususan-kekhususan
yang melingkupi aspek makna.
Pasal
ketiga: الكريم القرآن
في
المعاني
رواىٔع
من , yang membahas mengenai-mengenai
kerahasiaan-kerahasiaan ayat-ayat yang dibuang (hadzf) dalam al-Qur’an, atau
perbedaan aturan dan gaya bahasa pada ungkapan-ungkapan yang mempunyai satu
makna.
Pasal
keempat: الكريم القرآن في
"البيان"
سحر
من
, yang membahas masalah Tasybih dan
tamtsil, serta majaz qur’ani.
Pasal
kelima: الكريم القرآن في
البديح, yang membahas masalah keindahan makna
(al-Muhassinah al-Maknawiyah),
keindahan lafadz (al-Muhassinah
al-Lafdziyah), dan nilai-nilai kebadi’ian al-Qur’an.
Adapun literature-literatur
yang masuk dalam kelompok kedua, adalah sebagai berikut:
1.
Al-lughah al-‘Arabiyah Ma’naha wa
Mabnaha oleh Dr.
Tamam Hasan.
2.
Al-wujuh wa al-Nazhair oleh Husain bin Muhammad al-Damaghani
Pada buku
pertama Al-lughah al-‘Arabiyah Ma’naha wa
mabnaha oleh Dr. Tamam Hasan, yang diterbitkan oleh Al-haiah al-Mishriyah,
Kairo, membahas tentang masalah kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam)-(Speech Event dan Context Of Situation) diantara bahasannya adalah
pemikiran tentang muqtadha al-Hal dan
al-Maqam sebagai pusat ilmu semantik,
unsure-unsur muqtadha al-Hal dan al-Maqam, perbedaan antara muqtadha al-Hal dan al-Maqam dalam hal makna semantik terhadap analisis makna
fungsional dan makna leksikal, dan lain-lain.
Sedangkan
pada buku kedua oleh Husain bin Muhammad al-Damaghani, yang diterbitkan oleh
Dar al-Ilm li al-Malayin, Beirut, merupakan Qamus al-Qur’an yang membahas
tentang kata-kata secara abjad beserta penjelasan makna-makna katanya.
Adapun
literature-literatur yang masuk dalam kelompok ketiga, adalah sebagai berikut:
1.
Tafsir al-Kassyaf oleh Muhammad bin Umar bin Muhammad
al-Zamkhasyari.
2.
Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir oleh Muhammad Thahir ‘Asyur.
3.
Shafwah al-Tafasir oleh Muhammad ‘Ali al-Shobuni.
Pada buku
pertama, sebagaimana mengutip penjelasan al-Zarqani dalam buku manahil al-‘Urfan fi ‘Ulum al-Qur’an
mengungkapkan bahwa tafsir al-Kassyaf
oleh Zamakhsyari, yang diterbitkan oleh Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah,
Beirut-Libanon, memiliki gaya yang khas dalam menjelaskan arti kata-kata.
Tafsir ini tetap berpegang pada bahasa Arab dan uslub-uslub balaghah.
Disamping
itu menaruh perhatian pada masalah-masalah yang berhubungan dengan balaghah
seperti yang berhubungan dengan masalah ilmu
Ma’ani dan ilmu Bayan yang
merupakan manifestasi dari aspek-aspek I’jaz
dalam al-Qur’an.
Buku kedua Tafsir al-Tahrir wa al-Tanwir oleh
Muhammad Thahir ‘Asyur, merupakan kitab tafsir yang tidak kalah masyhurnya
dengan kitab-kitab tafsir lainnya, dan memiliki khas dan corak tersendiri,
diantaranya:
1.
Memperhatikan
masalah Tanasub (Keserasian
surah-surah dan kesesuaian ayat-ayat dalam al-Qur’an).
2.
Memperhatikan
kebalagahan al-Qur’an, uslub-uslub, serta analisa makna yang dikandunginya.
Selanjutnya
buku tafsir yang ketiga, Shafwah al-Tafasir
oleh Muhammad ‘Ali al-Shobuni, oleh Dar al-Kutub al-Islamiyah, Makkah
al-Mukarramah, secara garis besarnya, buku tafsir ini mengandung beberapa
bahasan penting, diantaranya:
1.
Menerangkan
secara ijmali (global) ayat-ayat
al-Qur’an juga menjelaskan maksud dan tujuan yang mendasar dari surah-surah
al-Qur’an.
2.
Memperhatikan
Munasabah ayat, aspek kebahasaan bersama derivasinya,
serta syawahid-syawahid yang
mendukungnya.
3.
Menaruh
perhatian pada aspek Balaghah (Ilmu Bayan, Ma’ani, Badi’), dan asbab al-Nuzul (sebab-sebab turunnya
ayat)
Dalam
pembahasan-pembahasan mengenai apa yang nantinya menjadi fokus penelitian atau
analisa penulis tentang masalah semantik yang diuraikan dalam buku-buku di
atas, baik dari buku-buku balaghah, semantik/ilmu al-Dalalah, kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam) serta
buku-buku tafsir, penulis tidak mendapatkan adanya suatu uraian yang khusus
mengenai bentuk-bentuk amar dalam surah al-Baqarah ditinjau dari aspek
semantik, khususnya pada aspek kebalagahan (ilmu Ma’ani), dan makna
kontekstualitasnya (Muqtadha
al-Hal/Muqtadha al-Maqam). Buku-buku yang menjadi acuan dalam penyusunan
tesis ini lebih banyak memuat atau menerangkan beberapa teori dasar dan
pengetahuan umum baik aspek semantik-aspek balaghah (ilmu Ma’ani), maupun
kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha
al-Maqam).
I. Metodologi
Penelitian
Metodologi
penelitian yang dipakai dalam pembahasan ini, adalah metode kualitatif yang sifatnya kepada penelitian kepustakaan (Library Research). Penelitian dilakukan
dengan menggunakan buku-buku, jurnal, makalah, ataupun tulisan-tulisan yang
membahas tentang semantik atau makna pada umumnya, dan bahasan-bahasan yang
menyangkut ilmu Ma’ani dan aspek kontekstualitas pada khususnya. Oleh sebab itu
ada dua sumber pokok yang dijadikan landasan dalam penelitian ini, yakni sumber
primer dan sumber sekunder. Adapun sumber primer adalah buku-buku yang
berkaitan langsung dengan pokok bahasan, sedangkan sumber sekunder adalah
buku-buku penunjang lain, yang berkaitan dengan pokok bahasan.
Adapun
metode penulisan yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah menggunakan
pendekatan metode penulisan deskriftif
analitis. Metode deskriftif
dimaksudkan untuk mengetahui konsep dasar tentang hal-hal yang berhubungan
dengan makna, baik dalam kajian semantik/ilmu
dalalah, ilmu Ma’ani, maupun makna-makna kontekstualitasnya, yang
dipaparkan sebagaimana adanya untuk mengetahui jalan pikiran ataupun sasaran
dalam perolehan makna-makna terhadap masalah makna amar (perintah) secara komprehensif.
Metode analitis dipergunakan untuk mengkritisi
bagaimana makna-makna amar yang
dihasilkan terhadap objek data amar apa surah al-Baqarah, serta ciri gramatikal
bentuk-bentuk amar, yang sasarannya kepada analisis ilmu Ma’ani dan aspek kontekstualitasnya didalam upaya
melahirkan makna.
J. Sistematika
penulisan
Bab I. Pendahuluan.
Bab ini menerangkan latar belakang, identifikasi masalah,
batasan masalah, tujuan dan sasaran penelitian, prosedur kerja, kerangka teori,
studi pustaka, metodologi penelitian, sistematika penulisan. Pemakaian istilah
dan ditutup dengan tekhnik penyajian.
Bab II. Semantik, Ma’ani dan
kontekstualitas
(Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam)
Bab ini menerangkan beberapa teori yang menyangkut seputar
semantik serta hal-hal yang berkaitan dengannya, seperti unsure-unsur semantik
dan kajian tentang makna baik aspek maknanya, perubahan-perubahan makna,
teori-teori tentang makna, serta makna menurut para ahli balaghah dan bahasa.
Selanjutnya tentang ilmu Ma’ani yang berfokus pada masalah amar dan hal-hal
yang berkaitan dengannya, seperti bahasan tentang bentuk-bentuk (صيغ) amar, macam-macam makna amar baik makna asli/asli maupun
far’i (makna yang keluar dari makna aslinya).
Selanjutnya mengenai masalah kontekstualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam), baik
aspek konteks situasi/ situasional
context (الموقفسياق) maupun aspek konteks bahasa/linguistik context (الغويسياق), serta pengklasifikasian
konteks-konteks lainnya seperti konteks personal, keadaan dan situasi, tujuan, tempat,
dan hal-hal lain yang berkaitan dengannya.
Bab III. Sekilas tentang surah
al-Baqarah dan data ayat- ayatnya yang
mengandung amar
Bab ini merupakan sekilas tentang surah al-Baqarah yang
merupakan obyek analisis, serta memaparkan data ayat-ayat amarnya didalam
bentuk tabel dengan pembagian makna-maknanya serta bentuk-bentuk amarnya,
selanjutnya keterangan singkat dari data ayat-ayat amar tersebut.
Bab IV. Makna-makna amar dalam surah
al-Baqarah dalam pendekatan ilmu
Ma’ani dan aspek kontekstualitas
Bab ini memaparkan dan menganalisa keberadaan bentuk-bentuk
amar dalam surah al-Baqarah dalam kajian semantik, dengan pendekatan aspek ilmu
Ma’ani termasuk didalamnya aspek kontekstualitas.
Aspek Ma’ani: Pada bagian ini penulis memaparkan ayat-ayat
amar dalam ssurah al-Baqarah dengan menganalisisnya baik berupa kandungan makna
asli maupun far’i (makna yang keluar
dari makna aaslinya), segi bentuk atau kategorinya, baik tunggal, dual, jamak
(maskulin atau feminism)nya
Aspek kontekstualitas (Muqtadha
al-Hal/Muqtadha al-Maqam): Berupa penganalisian terhadap ayat-ayat yang menandung
tamar, terhadap makna yang dikandunginya, baik dari kontels situasiny/situasional conteks (الموقفسياق), dengan memperhatikan sebab-sebab
turun ayatnya, serta situasional yang dikandung oleh redaksi ayat tersebut,
baik keterkaitannya dengan ayat lain, (sesudah dan sebelumnya) secara
sederhana, serta konteks bahasa/linguistic
context (الغويسياق) sederhana, yakni dengan memperhatikan
kata-kata yang mempengaruhi dan turut mewarnai makna yang dikandunginya,
redaksional makna ayat secara umum serta pengklasifikasian makna-makna
kontekstualitasnya.
Bab V. Penutup
Bab ini memaparkan kesimpulan dari hasil analisis, baik yang
menyangkut makna amar dalam tinjauan ilmu Ma’ani, dan konteksualitas (Muqtadha al-Hal/Muqtadha al-Maqam)
ayat-ayat amar dalam surah al-Baqarah. Selanjutnya saran-saran yang diharapkan
penulis terhadap penyusunan tesis ini.
[1] Adrienne Lehrer, Semantic
Fields and Lexical Structure, (Amsterdam: North Holand Publishing Co,
1974), hal. 1
[2] J.W.M. Verhaar, Pengantar
Linguiistik (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1983), hal. 124
[3] Abd Rahim Manaf, Altashiil
fi Funun al-Balaghah, (Padang Panjang: Tharmarat al-Ikhwan, 1347) Hal. 7
[4] Abd al-‘Aziz al-Qlqaliyah, Al-Balaghah al-Istilahiyah, (Mesir: Daar al-Fikr al-‘Arabiyah,
1991), hal. 126
[5] Ahmad al-Hasyimi, Juwahir
al-balaghah fi al-ma’ny wa al-Bayan wa al-Badi’, (Indonesia: Maktabah daar
ihya’ al-Kutub al-‘arabiyah, 1965), Hal. 102
[6] Ali Al-Jarim, Al-Balaghah
al-Wadhihah, (Mesir: Daar al-Ma’arif, 2002), hal. 238
[7] Ibid., , hal. 210
[8] (KUBI, 1976), hal. :34
[9] Fatihi al-Darini, Al-manhaj
al-Ushuliyah fi Ijtihadi bi Ra’yi, (Damsyiq: dar al-Kutub al-Hadits, 1975),
hal. 704.. lihat pula Muchlis Usman, Kaidah-kaidah
Ushuliyah dan Fiqhiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada), hal. 15
[10] H. Sulaiman Rasyid, Fiqih
Islam, (Jakarta: Attahiriyah 1976), hal. XIX
[11] Harimurti Kridalaksana, Tata
Bahasa Deskriptif Bahasa Indonesia, (Jakarta: Fakultas Sastra Universitas
Indonesia, 1984), hal. 251
[12] Abdul Razak Zaidan, Op cit., , hal. 107
[13] Gorys Kerat, Op cit., , hal. 33
[14] Ahmad Mukhtar Umar, ‘Ilmu
al-Dilalah, (Kuwait: Maktbah Dar al-‘Urubah li al-Nasyri wa al-Tauji’,
1982) Hal. 79
No comments:
Post a Comment